Analisis

Klarifikasi tentang peran WWF di TN. Gunung Leuser, Aceh, Indonesia

Kami tidak pernah mengabaikan atau merendahkan adanya pengaruh yang cukup kuat dari korupsi yang melibatkan hampir semua pihak.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Rekan-rekan sekalian,

Agus Purnomo, dari WWF Indonesia, meminta saya untuk menginformasikan berita atau klarifikasi peran WWF di TN. Gunung Leuser sehubungan dengan berita yang pernah dimuat di Polex tentang ’wild logging’ di Aceh. Dengan senang hati saya akan memuatnya karena disini peran Polex adalah untuk menyebarluaskan informasi dan menghindari timbulnya salah paham/penerimaan sehingga adanya catatan tambahan atau klarifikasi akan sangat bermanfaat.

——————————————————————————–

Demikian pesan yang ditulis oleh Agus:

David yang baik,

Terimakasih atas pertukaran informasinya menyangkut artikel yang ditulis oleh John McCarthy. Seperti biasanya Polex merupakan media yang sangat bermanfaat bagi pertukaran informasi hasil analisa akademis menyangkut isu-isu kehutanan. Demikian pula dengan hasil kajian yang dibuat oleh John dengan baik di TN. Gn. Leuser. Dia juga mencantumkan hasil survei yang kami lakukan tentang pabrik penggergajian ilegal yang ada di TN. Bukit Tiga Puluh. Meskipun demikian, saya tidak dapat menemukan adanya kalimat di dalam artikel John yang menyatakan bahwa : “WWF gagal untuk mengetahui bagaimana kuatnya jaringan penebangan lokal bekerja dan tidak dapat memberikan alternatif yang bisa membuka lapangan kerja dan memberikan pendapatan/penghasilan yang lebih baik kepada penduduk desa setempat dibandingkan para penebang”.

Kami tidak pernah mengabaikan atau merendahkan adanya pengaruh yang cukup kuat dari korupsi yang melibatkan hampir semua pihak termasuk Bupati, pejabat militer (dan polisi), dan beberapa pimpinan masyarakat di banyak kawasan hutan. Praktek penebangan liar/ilegal semakin memuncak karena kapasitas penegakan hukum yang makin buruk. John McCarthy mengakui upaya dan pencapaian kami dalam menegakkan kembali upaya konservasi pada masyarakat setempat serta pimpinan mereka melalui adanya kegiatan hutan konservasi masyarakat (CCF/ community conservation forests) dan kegiatan pembangunan masyarakat lainya. Adanya beberapa kegagalan di awal perlawanan kami terhadap besarnya jaringan kekuatan dan kepentingan yang mendukung kegiatan penebangan liar memang bisa kami terima dengan tangan terbuka. Kami menentang atau memerangi kegiatan penebangan liar ini dengan penuh kehati-hatian karena kami sadar bahwa kami hanya pemain kecil tanpa mandat penegakan hukum untuk memerangi penebangan liar.

Yang mengejutkan, atas permintaan Leuser Management Unit (LMU), yang mengelola Leuser Development Programme (LDP), Pemerintah daerah Aceh meminta kami untuk menghentikan kegiatan kami di TN Gunung Leuser. Dengan dikeluarkannya surat Gubernur dan juga kurang tertariknya donor kami untuk membiayai proyek Leuser semenjak Uni Eropa juga membiayai beberapa kegiatan disana, kami akhirnya menghentikan kegiatan konservasi di Leuser pada tahun 1997. WWF dan LMU mengadakan pertemuan beberapa kali untuk mengklarifikasi insiden tersebut. Permohonan maaf juga telah diberikan dan diterima – kasus selesai. Pada saat kegiatan penebangan semakin meningkat di Leuser karena (diantaranya) krisis ekonomi, WWF sudah tidak aktif lagi di TN. Leuser.

Observasi Anda menyangkut kegagalan kami dalam “menghasilkan pendapatan yang lebih baik melalui alternatif kegiatan kehutanan ketimbang kegiatan penebangan” merupakan sebuah kenyataan di awal perang panjang melawan penebangan liar yang sayangnya kami tidak bisa meneruskannya. “Menghasilkan pendapatan yang lebih baik ketimbang penebangan” (“Generating better incomes than logging”) bukanlah strategi yang digunakan WWF dalam memerangi penebangan. WWF tidak menentang semua tipe penebangan. Tetapi kami menentang praktek penebangan yang merusakan (dan liar/gelap). Pelajaran yang kami dapatkan dari selusin kawasan perlindungan di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa, menunjukkan terbatasnya perkembangan masyarakat dan kegiatan yang menghasilkan uang dalam memerangi masalah-masalah penebangan liar dan perburuan liar, bahkan seperti yang dilakukan oleh ICDP di Kerinci Seblat melalui cara terpadu. Komitmen penduduk/masyarakt lokal yang dilibatkan dalam kegiatan pengembangan masyarakat seringkali terhapus dengan meningkatnya kejadian penebangan baik legal dan ilegal yang dilakukan oleh penduduk non-lokal. Hal yang demikian ini membuat kami bekerjasama dengan lembaga konservasi lainnya dalam rangka memperkuat kemampuan penegakan otoritas/kewenangan lokal dalam memilih kawasan perlindungan, seperti dibangunnya unit-unit patroli anti-perburuan yang terdiri dari jagawana dan penduduk lokal. Dengan mengkombinasikan penegakan hukum yang efektif dan kegiatan pembangunan masyarakat (yang menghasilkan uang), kami memperoleh hasil yang lebih baik dalam mengurangi kegiatan/praktek penebangan yang merusak (liar) dan kegiatan perburuan.

Salam,

Agus Purnomo (WWF-Indonesia)

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org

Bacaan lebih lanjut

Polex