Analisis

Ditebang atau hilang?

Mengapa banyak kebijakan untuk membuat kegiatan penebangan berjalan lestari cenderung mendorong ke arah penebangan yang lebih tradisional?
Bagikan
0

Bacaan terkait

Selama beberapa tahun terakhir ini, Dick Rice dan rekan-rekannya yang bekerja untuk Center for Applied Biodiversity Science pada Conservation Indonesia banyak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial berkaitan dengan keyakinan mereka bahwa upaya penebangan komersial secara berkelanjutan tidak akan dapat membantu mengkonservasi hutan. Dalam artikel terbarunya berjudul, “Sustainable Forest Management: A Review of Conventional Wisdom”, mereka memaparkan argumentasinya secara meyakinkan.

Penulis menyatakan bahwa investasi sejumlah ratusan juta dollar Amerika yang ditanamkan oleh negara donor dalam rangka mempromosikan pengelolaan hutan lestari tidak banyak menununjukkan hasil. Hal ini disebabkan perusahaan merasa lebih untung jika melakukan praktek penebangan yang tidak lestari dan sebaliknya pemerintah merasa bahwa memaksa perusahaan untuk mengelola hutan secara lestari sangatlah sulit dan memakan biaya besar.

Pertumbuhan hutan alam sangat lambat, kenaikan harga kayu hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi, dan di kebanyakan negara-negara tropis tingginya bungan pinjaman merupakan disinsentif bagi investasi jangka panjang. Dengan demikian, secara ekonomis perusahaan tidak merasa diuntungkan jika menanamkan modalnya pada kegiatan hutan dalam jangka panjang. Penulis mengakui bahwa praktek penebangan berdampak rendah (Reduced Impact Logging – RIL) pada kenyataannya bisa meningkatkan keuntungan perusahaan karena praktek perencanaan jalan traktor dan arah rebah yang dilakukan secara hati-hati membuat operasi kegiatan penebangan lebih efisien. Meskipun demikian, tetap saja mereka menganggap bahwa praktek RIL itu sendiri cenderung tidak akan membuat penebangan komersial berjalan secara lestari.

Menurut Rice dan kawan-kawan, banyak kebijakan yang ditujukan untuk membuat kegiatan penebangan berjalan lestari cenderung mendorong ke arah penebangan yang lebih tradisional. Termasuk di dalamnya kebijakan yang dirancang untuk mengefisienkan penebangan dan pengolahan kayu, menciptakan pasar baru bagi jenis-jenis kayu kurang dikenal, menyediakan jaminan/kepastian lahan yang lebih besar bagi HPH, dan mempromosikan pengolahan secara lokal. Di satu sisi penulis juga menyebutkan bahwa sertifikasi kayu pada dasarnya dapat memberikan insentif bagi pengelolaan yang lestari. Mereka mengatakan bahwa pada prakteknya persentase kayu-kayu tropis yang dijual pada pasar yang mempersyaratkan produk-produk bersertifikat hanya sedikit sekali.

Bahkan jika perusahaan merasa tertarik secara finansial untuk mempraktekkan metoda penebangan secara lestari, Rice dan kawan-kawan tidak yakin bahwa hal ini merupakan solusi yang terbaik. Menurut mereka, penebangan selalu berdampak negatif terhadap lingkungan. Pada beberapa kasus, dampak tersebut bahkan bisa lebih besar jika perusahaan benar-benar menerapkan praktek-praktek tertentu seperti apa yang dianjurkan pada sistem produksi kayu lestari. Pembukaan lahan yang lebih besar, contohnya, bisa memfasilitasi produksi kayu secara lebih cepat, dan berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati.

Dibalik argumentasi mereka, apa sebenarnya usulan Rice dan perusahaan? Mereka menganggap bahwa pemerintah, negara donor, dan LSM harus lebih banyak menanamkan modalnya pada kawasan perlindungan baik yang dimiliki oleh umum maupun perseorangan, termasuk kawasan-kawasan bekas praktek tebang pilih sebelumnya. Alasan mengapa pemerintah ataupun masyarakat bersedia mendukung upaya/pendekatan tersebut masih belum pasti. Hal ini kemungkinan akan diungkapkan oleh Rice pada laporan yang berikutnya.

 

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org

Bacaan lebih lanjut

Salinan artikel dapat diperoleh secara cuma-cuma (dalam Adobe Acrobat format) melalui Terri Lam di mailto:t.lam@conservation.org

Artikel dapat diperoleh dalam bahasa Spanyol, Perancis , atau Indonesia melalui Ambar Liano di mailto:a.liano@cgiar.org