Pemangku kepentingan dari sektor kelapa sawit meminta informasi yang lebih detail mengenai penerapan dan implikasi legislasi baru yang diusulkan oleh Uni Eropa (EU) terhadap produksi minyak sawit – terutama, dampak dan insentif untuk produsen kecil, jelas mereka dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Center for International Forestry Research-World Agroforestry (CIFOR-ICRAF).
Spesifikasi mengenai regulasi yang diusulkan oleh Uni Eropa tentang produk bebas deforestasi (EUDR) harus dijelaskan dengan lebih baik, karena “orang tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan atau konsekuensi dari legislasi ini,” kata Agus Purnomo, Senior Advisor untuk Sustainability dari Sinar Mas Agribisnis dan Pangan (PT SMART Tbk), dalam diskusi yang diselenggarakan di Jakarta dan secara daring pada 8 Desember 2022.
Acara yang berfokus pada EUDR, regulasi yang menetapkan bahwa komoditas yang diperdagangkan di pasar Eropa tidak boleh menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di Uni Eropa maupun wilayah lain di dunia, dihadiri 79 peserta, termasuk produsen, perwakilan NGO, pejabat pemerintah dan kedutaan, swasta, ilmuwan, peneliti, dan masyarakat. Ketika regulasi ini diterapkan, perusahaan yang ingin memasarkan atau mengekspor komoditas yang berkaitan dengan deforestasi global, termasuk minyak sawit, daging sapi, kedelai, kopi, kakao, kayu, dan karet serta produk-produk turunannya (seperti daging sapi, mebel, atau cokelat), harus melakukan peninjauan ketat.
Minyak sawit memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan ekonomi Indonesia, sekitar 60 persen dari produksi minyak sawit negara ini diekspor pada 2019. Pada 2020, nilai ekspor minyak sawit mencapai 17,4 miliar dolar AS. Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan, termasuk melalui Rencana Aksi Nasional untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan (National Action Plan for Sustainable Oil Palm) 2019-2024.
Uni Eropa merupakan importir minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia. Regulasi EUDR yang diusulkan akan berpengaruh terhadap komoditas, oleh karena itu diskusi tersebut menyediakan forum bagi pemangku kepentingan utama – terutama dari sektor minyak kelapa sawit dan lingkungan – untuk membahas dampak yang mungkin terjadi akibat legislasi tersebut.
Pembicara menyampaikan bahwa inisiatif perdagangan berkelanjutan seperti ini memiliki peran penting dalam mempromosikan lingkungan keberlanjutan, namun mekanisme insentif sangat penting untuk mengimbangi kerugian ekonomi yang mungkin harus ditanggung para produsen. Sebagai contoh, insentif tersebut dapat mencakup penetapan harga premium dan akses pasar eksklusif di bawah EUDR.
Persyaratan EUDR untuk produk bebas deforestasi seharusnya sejalan dengan langkah-langkah sertifikasi yang sudah ada untuk menghindari tumpang tindih, upaya yang terbuang sia-sia, dan kebingungan – terutama di kalangan petani kecil, Agus Purnomo menyampaikan. Banyak pembicara juga menekankan perlunya peningkatan dukungan teknis bagi para produsen guna memenuhi persyaratan EUDR mengenai pelacakan jejak. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menunjukkan asal-usul dan membuktikan bahwa komoditas tersebut dihasilkan tanpa menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan.
Diumumkan pada November 2021, EUDR mendapatkan persetujuan politik dari Parlemen Uni Eropa, Komisi Uni Eropa, dan Dewan Uni Eropa pada 5 Desember 2022, dan diharapkan akan diadopsi secara resmi pada Mei 2023, ujar oleh Henriette Faergemann, Penasihat Utama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.
Henriette Faergemann mengatakan bahwa EUDR akan efektif diberlakukan sekitar 18 bulan setelah tanggal tersebut. Beliau menambahkan bahwa Uni Eropa tidak ingin menghalangi negara-negara untuk melakukan ekspor komoditas, melainkan ingin mengeliminasi produk-produk yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan, sambil meningkatkan permintaan Uni Eropa terhadap komoditas bebas deforestasi.
Menurut Uni Eropa, ekspansi lahan yang berkaitan dengan produksi komoditas-komoditas utama dalam EUDR merupakan pemicu utama deforestasi dan degradasi hutan.
Ke depannya, para pemangku kepentingan di setiap tingkatan akan memerlukan informasi mendalam mengenai praktik yang sesuai dengan implementasi EUDR, termasuk bagaimana penerapan regulasi baru ini, dan para pemain yang lebih kecil membutuhkan dukungan khusus “agar mereka dapat menjadi bagian dari rantai nilai minyak sawit global yang lebih besar untuk mendapatkan manfaat dari ekonomi minyak sawit,” kata Herry Purnomo, Ilmuwan Senior CIFOR-ICRAF dan Wakil Direktur CIFOR-ICRAF di Indonesia.
Tanpa dukungan yang memadai, usulan Regulasi Uni Eropa dapat memberikan beban berat dan mengancam keberlanjutan beberapa produsen, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) memberikan peringatan. Dampak negatif yang mungkin dihasilkan termasuk beban administratif yang akan menaikkan harga dan membuat minyak kelapa sawit kurang kompetitif dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, kata perwakilan dewan. Hal tersebut akan menyebabkan hambatan perdagangan non-tarif, lanjutnya.
Selain implikasi EUDR, peserta diskusi juga membahas apakah kebijakan global berkelanjutan terkait minyak sawit, seperti EUDR, dapat memperkuat inisiatif krisis iklim nasional di Indonesia. Mereka juga mengeksplorasi potensi sinergi antara EUDR dan strategi mitigasi perubahan iklim nasional, terutama dalam program “Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030”, yang bertujuan untuk mengurangi 60 persen emisi nasional pada 2030. Hal tersebut akan membawa Indonesia menuju pencapaian target emisi net-zero pada 2060.
Pada 2023, langkah-langkah selanjutnya untuk produksi bebas deforestasi harus mencakup diskusi berlanjut antara Uni Eropa dan negara-negara penghasil komoditas, penyelarasan kebijakan dan regulasi, serta peningkatan pendekatan yang sudah berhasil dilakukan. Mathieu Lamolle, Senior Advisor dari International Trade Centre (ITC) di Jenewa, menekankan pentingnya kebijakan inklusif dan dukungan untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah dalam rantai nilai kelapa sawit.
Diskusi pada Desember 2022 ini merupakan kelanjutan dari Dialog Kebijakan Tingkat Tinggi pada Agustus 2022, yang mengeksplorasi keselarasan kebijakan dengan program “Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030” di Indonesia.
CIFOR-ICRAF telah melakukan penelitian tentang perdagangan minyak sawit berkelanjutan di Indonesia dalam kerangka Trade, Development and the Environment Hub (TRADE Hub) – sebuah konsorsium penelitian global yang dipimpin oleh UN Environment Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP WCMC) dan didukung oleh UK Research and Innovation Global Challenges Research Fund (UKRI GCRF).
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Herry Purnomo di h.purnomo@cifor-icraf.org
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org