Bagikan
0

Bacaan terkait

Menarik perhatian ratu lebah hutan untuk pergi dari sarangnya ke tempat yang lebih menarik dapat menjadi potensi peningkatan ekonomi bagi penduduk di Provinsi Riau. Koloni lebah madu tidak dapat berkembang tanpa ratu, dan banyak penduduk desa sekarang bertekad untuk menarik kawanan lebah untuk dibudidayakan untuk mencari nafkah.

Ketika pemerintah Indonesia mempercepat upaya pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan Pertanian di lahan gambut, masyarakat lokal perlu mendapatkan alternatif penghasilan lain-lain yang berkelanjutan. Satu tim peneliti Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia saat ini tengah bekerja bersama masyarakat di sembilan desa dari tiga kabupaten di provinsi Riau. Proyek ini dikenal sebagai “Penghidupan Berkelanjutan Bebas Polusi Asap,’’ bertujuan untuk mengali potensi mata pencaharian yang ada di desa-desa dan memberikan peningkatan kapasitas bagi penduduk. Bukti-bukti yang dikumpulkan dari proyek tersebut akan mendukung Proyek Pengelolaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan di Indonesia, yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Menurut studi dasar antara tahun 2016 dan 2018 di Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir, madu sudah lama menjadi komoditas penting di desa-desa. Banyak penduduk mengumpulkan madu liar dari pohon Sialang (Koompassia excelsa) setiap tiga bulan.

“Kita bisa mendapatkan 1,2 ton madu dari seratus sarang di satu pohon yang kemudian dapat kita jual seharga Rp 75.000 ($6) per kilogram,” kata Fahrudin, kepala Desa Teluk Kabung di kabupaten Indragiri Hilir. Dengan demikian, pemburu madu bisa mendapatkan Rp. 90 juta per musim hampir tanpa biaya. Sebagian besar madu tersebut kemudian diekspor ke Malaysia. Masalahnya adalah hanya sedikit penduduk yang berpengalaman yang mampu — dan bersedia — untuk mengambil risiko menaiki pohon sialang setinggi 50 meter untuk memanen madu secara tradisional.

Untuk meningkatkan komoditas ini, para ahli dari proyek Penghidupan Berkelanjutan Bebas Polusi Asap menyediakan pelatihan tentang metode yang aman dan berkelanjutan untuk memanen madu. Mereka juga melatih penduduk untuk mengembangkan peternakan lebah madu, membudidayakan spesies lebah tanpa sengat — Trigona — yang secara alami menghuni lahan gambut di Riau.

“Banyak orang dapat mengambil manfaat karena mereka dapat mengembangkan peternakan lebah madu di halaman belakang rumah,” kata Dede Rohadi, pemimpin proyek dan ilmuwan yang berafiliasi dengan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK (FOERDIA) dan CIFOR.

Penduduk di daerah setempat dilatih untuk menggunakan asap dari batang kelapa untuk mengumpan ratu lebah. Setelah ratu ditangkap, koloni biasanya mengikuti. Dengan pohon yang melimpah untuk digunakan sebagai sumber daya nektar, ketiga kabupaten ini ideal untuk peternakan madu. “Ini keputusan terbaik,” kata Rohadi. “Peternakan madu bisa menjadi insentif menanam lebih banyak pohon dan memberi makan lebah. Hal itu bagus untuk konservasi lahan gambut.” Proyek Penghidupan Berkelanjutan Bebas Polusi Asap juga mengidentifikasi beberapa alternatif mata pencaharian lain di daerah tersebut. Beberapa desa seperti Teluk Meranti di Kabupaten Pelalawan memiliki peluang dalam sektor perikanan dan pariwisata.

Bono — arus pasang surut di Sungai Kampar yang biasanya mencapai ketinggian 6 meter dan memiliki kecepatan arus 40 kilometer per jam menarik peselancar dari seluruh dunia. Air pasang juga membawa banyak ikan ke saluran air di desa-desa sekitarnya. Pada musim ikan, saat persediaan ikan melimpah, namun masyarakat sering membiarkannya. Proyek ini melihat peluang tersebut dan menawarkan pelatihan pengolahan ikan.

“Agar berhasil, kami juga perlu menyalurkan produk ke konsumen,” kata Rohadi.

Selain proyek Penghidupan Berkelanjutan Bebas Polusi Asap, CIFOR saat ini sedang melakukan riset tentang Restorasi Gambut dan Pencegahan Kebakaran Berbasis Masyarakat di Riau bersama Universitas Riau, pemerintah daerah, masyarakat dan sektor swasta. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan tentang perlunya menerapkan pendekatan partisipatif tentang upaya pencegahan dan pemulihan kebakaran.

“Para penduduk bersedia mengganti kebiasaan jika ada pilihan yang lebih baik untuk mendukung penghidupan mereka,” kata Herry Purnomo, ilmuwan CIFOR dan ketua tim proyek.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org