PIHAK DALAM DAN PIHAK LUAR
Penelitian mengenai migrasi di wilayah tropis seringkali terjebak pada sesuatu yang klise: penyederhanaan gagasan bahwa ‘migran menyebabkan deforestasi dan kerusakan lingkungan’, kata Paul Thung, seorang peneliti Pusat Penelitian Kehutanan Internasional. Salah satu penelitian menyodorkan hitungan, satu hektare hutan akan hilang untuk setiap delapan migran yang memasuki kawasan.
Contoh dari Apo Kayan menunjukkan “betapa abstraknya pernyataan seperti itu, ketika kita melihat besarnya variabilitas situasi di lapangan,” kata Thung – dan betapa rumitnya kisah migrasi sebenarnya.
“Ada masalah dengan migran sirkular, mereka berada di antara pihak lokal dan pihak luar; ada juga yang menikahi penduduk desa; dan jelas ada pihak luar.
“Kita perlu mengakui bahwa seorang migran bukan sekadar orang yang datang, tetapi bahwa migrasi juga didorong oleh sejumlah faktor penyebab – politik, ekonomi dan sosial.
“Seperti fakta bahwa migrasi tidak terlalu banyak terkait mengenai dampak pada hutan, jika kita tidak melihat konteks ekonomi dan sosialnya.”
Thung dan peneliti CIFOR lain, Kartika Sari Juniwaty, telah menyisir penelitian yang ada mengenai migrasi di Indonesia untuk sebuah CIFOR Occasional Paper. Laporan ini bersumber dari survei dan sensus, catatan administratif, hingga studi kasus individual seperti kisah gaharu.
Menurut Thung, data masih minim dengan kesenjangan yang signifikan. Pemerintah Indonesia tidak menyimpan catatan komprehensif mengenai remitansi yang dikirim dari luar negeri atau dari dalam negeri, selain itu sangat sedikit data kuantitatif yang mengaitkan migrasi dengan pemanfaatan lahan.
“Masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai migrasi di Indonesia,” kata Thung.
Laporan ini mengangkat beragam perbedaan pola dan tren migrasi di Indonesia, dan menyeru para peneliti untuk menganalisis kaitan antara migrasi dan hutan secara lebih holistik.
“Isu migrasi lebih luas daripada sekadar orang yang pindah ke dalam hutan,” kata Thung.
“Orang pindah dari hutan di luar negeri, mereka pindah ke kota; atau pindah sementara, dan menggantungkan hidupnya di berbagai tempat pada saat yang sama, atau dalam kehidupan tunggal.
Migrasi Indonesia dalam Angka
- 1,9% penduduk Indonesia bermigrasi antarprovinsi antara 2010 dan 2015(1)
- 53% di antaranya berasal dari provinsi di Jawa(1)
- 30% penduduk yang tinggal Kalimantan Utara lahir di tempat lain (1)
- 3.876.739 Orang Indonesia tinggal di luar negeri pada 2015(2)
- Mereka mengirim sekitar 9,66 miliar dolar AS dalam bentuk remitansi(3)
- 61% di antaranya tinggal di Arab Saudi atau Malaysia(2)
- 92% migran di Arab Saudi pada 2005 adalah perempuan(4)
“Kita tidak bisa hanya berpikir mengenai dampak pada lokasi tujuan, tetapi juga bagaimana migrasi mempengaruhi tempat dari mana orang datang, dalam bentuk remitansi yang mereka kirim, atau sumber daya yang terbawa bersama mereka – misalnya potensi tenaga kerja mereka.”
Ilmuwan CIFOR Bimbika Sijapati Basnett, yang mengelola investigasi lebih luas mengenai hutan dan migrasi di CIFOR mengatakan, penelitian diperlukan untuk melihat lebih dekat ‘faktor mitigasi’ yang membentuk relasi antara migrasi dan perubahan pemanfaatan lahan.
“Kebijakan pemerintah, lembaga adat, lingkungan pertanian lokal – semua itu dapat memperkuat perilaku tertentu para migran, dan jenis perubahan lahan tertentu pula. Kita perlu bertanya, apa kondisi yang mendasarinya? Dari mana orang datang? Seperti apa jejaring sosial mereka? Apa visi jangka panjang mereka?
“Inilah faktor asal yang berada di tengah dan menjelaskan hasil kita. Jika kita kehilangan bagian tengah ini, kita tidak akan mendapat banyak hal, selain generalisasi besar seperti ‘orang datang dan merusak hutan,” katanya.