Partisipasi masyarakat sebagai bentuk perlindungan REDD+: Apa yang penting untuk dipertimbangkan?
Melibatkan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan soal pemanfaatan lahan, akan membantu menjamin hasil lebih adil bagi semua pihak dan keberlanjutan proyek setelah periode proyek berakhir.
Hal ini menjadi satu gagasan kunci di balik upaya mendorong partisipasi masyarakat sebagai salah satu bentuk perlindungan dalam implementasi REDD+: skema reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta memperkuat konservasi, tata kelola hutan berkelanjutan dan peningkatan stok karbon hutan.
Di Indonesia, perlindungan REDD+ yang diartikulasikan dalam Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) diterapkan melalui skema nasional PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Perlindungan Indonesia) untuk menjaga keadilan distribusi manfaat.
Sejauh ini, PRISAI telah diuji di empat provinsi, termasuk provinsi padat hutan Jambi, pulau Sumatera. Ilmuwan dari CIFOR bersama jaringan LSM KKI WARSI (Komunitas Konservasi Indonesia WARSI) mengunjungi wilayah Bukit Panjang Rantau Bayur – disingkat Bujang Raba – untuk melihat bagaimana masyarakat Jambi dilibatkan dan mendapat manfaat dari intervensi yang dirancang untuk melindungi hutan lokal.
Mereka menggelar tiga diskusi kelompok terfokus dengan masyarakat lokal, masing-masing dengan lelaki, perempuan dan pemuda. Tiap kelompok menyuarakan kekhawatiran yang hampir mirip mengenai kesetaraan akses manfaat dari intervensi perlindungan hutan.