Berita

Mengubah ladang berpindah menjadi agroforestri ? Mengapa tidak

Dengan mengubah sistim lahan berpindah menjadi pertanian agroforestri, petani dapat meraup manfaat besar secara lingkungan, ekonomi dan sosial.
Bagikan
0
Pandangan udara bentang alam sekeliling Taman Nasional Halimun Salak di Jawa Barat, Kate Evans/CIFOR

Bacaan terkait

Menanam pohon dan tanaman pertanian dapat menjadi solusi menang-menang bagi petani desa di Jawa Barat, menurut penelitian terbaru – akan meningkatkan pendapatan, keamanan tenurial lahan dan penguranan deforestasi dan degradasi hutan.

Petani di lereng Gunung Salak di Jawa Barat, secara tradisional mempraktikkan perladangan berpindah, menanam padi, jagung dan ketela di tanah subur gunung api.

Perladangan berpindah adalah sistem pertanian saat lahan digunduli, khususnya dibakar untuk pertanian. Sistem rotasi digunakan, area dibudidaya selama beberapa tahun kemudian ditinggalkan kosong untuk regenerasi; sementara kegiatan pertanian yang lain, lahan dapat dibudidaya terus menerus.

Kedua jenis ini berlangsung di area Gunung Salak, dan ladang berpindah berakar dalam budaya masyarakat. Namun, teknik pertanian berkontribusi dalam menjawab masalah lingkungan terkait deforestasi, kata Syed Ajijur Rahman, ilmuwan utama penelitian dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), Universitas Bangor di Inggris dan Universitas Kopenhagen.

“Longsor kecil di lereng ladang adalah masalah besar di Indonesia,” katanya. “Hilangnya tutupan hutan dan degradasi sisa hutan dapat meningkatkan erosi tanah di lereng terjal tersebut.”

Namun, perladangan berpindah lantas berarti tidak lestari, cepatnya pertumbuhan populasi di kawasan ini berarti lebih dan lebih banyak orang bertani di area lebih kecil sehingga meningkatkan tekanan pada lahan, kata Rahman.

Dalam penelitian ini, Rahman dan peneliti mitra dari Universitas Bangor dan Universitas Kopenhagen menilai potensi praktik pertanian alternatif – yaitu agroforestri –sangat menjanjikan untuk area Gunung Salak.

Tiga keunggulan

Agroforestri berarti memadupadankan pohon – pohon kayu keras ke dalam bentang alam pertanian. Di Gunung Salak, sistem agroforestry yang terkenal adalah perkebunan jati atau durian, dengan tanaman pangan lain – jagung, ubi jalar, ketela – yang ditanam di bawah pohon.

Penelitian menemukan bahwa dalam masyarakat di kawasan ini, dua sistem agroforestri yang ada lebih menguntungkan daripada perladangan berpindah. Jati, khususnya sangat menarik – petani mempraktikkan agroforestri berbasis jati menghasilkan uang tiga kali lipat daripada peladang berpindah.

Dan manfaatnya tidak hanya ekonomi.

“Ketika kita berbicara pada petani, mereka menyatakan penduduk yang memiliki sistem berbasis jati memiliki nilai keuangan lebih stabil, dan oleh karena itu memiliki status sosial sedikit lebih tinggi dibanding petani lain,” kata Rahman.

Menanam pohon juga memberikan petani hak tenurial lebih kuat. Para petani di Gunung Salak seringkali tidak memiliki sertifikat hak milik lahan, kata Rahman, dan hal itu membuat mereka rentan terhadap penguasaan lahan oleh aktor-aktor yang berkuasa.

“Dalam sistem perladangan berpindah petani dapat meninggalkan lahan kosong selama beberapa bulan hingga beberapa tahun – dan selama masa ini, penduduk lain dapat mengambil lahan mereka. Tetapi jika mereka melakukan agroforestri, pohon menjadi lebih permanen, dan ini memberi mereka hak permanen atas pertanian mereka,” katanya.

Lingkungan hidup – khususnya di sekitar hutan – juga memberikan keuntungan.

Pohon membantu mengamankan tanah dan mencegah longsor. Mengurangi kebutuhan membakar dan meminimalkan kebakaran hutan. Dan suatu elemen kunci degradasi hutan – pengumpulan kayu bakar – juga berkurang ketika petani menggabungkan penanaman pohon dengan pertanian.

“Banyak petani di area ini tidak mempunyai uang untuk membeli tabung gas, jadi mereka bergantung pada kayu bakar untuk memasak,” kata Rahman. “Jadi cara termudah adalah pergi ke hutan dan mengumpulkannya. Seringkali mereka menebang pohon muda dari hutan, menyebabkan degradasi hutan.”

Petani dengan petak agroforesti, di sisi lain, perlu memangkas pohon secara teratur, memberi mereka suplai kayu bakar. “Mungkin tidak sampai 100 persen kebutuhan kayu bakar, tetapi jika mengurangi sampai 50 persen kebutuhan ke hutan, ini ada dampak positifnya,” kata Rahman.

Mengatasi hambatan

Walaupun memberi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan, pada saat penelitian dilakukan di tahun 2013, jumlah petani agroforestri masih sedikit.

Mengapa? Di beberapa kasus, alasannya kultural. Petani mempraktikkan peladangan berpindah selama beberapa generasi, dan tidak melihat perlunya mencoba hal baru.

Banyak yang tertarik bertransisi, dan para petani ini memerlukan pertolongan.

“Petani yang tertarik perlu dukungan dari pemerintah atau kebijakan kredit lunak dari bank agar mereka memiliki modal awal untuk memulai agroforestri, sebagai modal awal di tahun pertama,” kata Rahman.

Dan petani juga memerlukan dukungan teknis.

“Banyak petani tidak punya pengetahuan – mereka perlu tahu pohon mana yang cocok untuk jenis lahan tertentu, bagaimana memasarkan produk agroforestri, dan bagaimana mengelola pohon di lahan mereka sendiri.”

Jika kita ingin menjaga sistem pertanian dalam skala bentang alam, maka kita perlu mendorong lebih banyak petani mempraktikkan agroforestri. Petani lokal akan memiliki pendapatan lebih serta mendorong penghidupan lebih baik.

Syed Ajijur Rahman

Intervensi yang diperlukan tergolong kecil, kata Rahman – artinya terbuka peluang bagi pemerintah dan LSM untuk membuat perbedaan besar dengan investasi relatif kecil.

“Jika kita ingin menjaga sistem pertanian dalam skala bentang alam, maka kita perlu mendorong petani mempraktikkan agroforestri,” kata Rahman.

“Petani lokal akan memiliki pendapatan lebih dan mendorong penghidupan lebih baik. Akan lebih banyak tutupan pohon dalam bentang alam pertanian, mengurangi erosi. Dan petani tidak perlu lagi berpindah ke hutan untuk menggunduli lebih banyak lahan, mereka akan tinggal di satu tempat.”

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Syed Ajijur Rahman di sumonsociology@hotmail.com.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Deforestasi Pertanian ramah hutan Bentang alam

Lebih lanjut Deforestasi or Pertanian ramah hutan or Bentang alam

Lihat semua