Berita

Dunia baru yang berani: kecenderungan global mengubah masa depan deforestasi

Selama 20 tahun ke depan tidak akan menjadi seperti 20 tahun terakhir. Kita akan melihat tekanan yang lebih besar terhadap hutan.
Bagikan
0
Dunia sedang dilanda perubahan besar yang akan mengubah tekanan terhadap hutan. s gendera

Bacaan terkait

DOHA, Qatar (30 November 2012)_Kecenderungan global akan mengintensifkan penyebab deforestasi selama dekade mendatang – kecuali semua negara mengambil tanggung jawab untuk mengatasinya, ungkap para ahli di sela-sela konferensi iklim PBB di Doha, Qatar.

Dunia sedang dilanda perubahan besar yang akan mengubah tekanan terhadap hutan: urbanisasi, semakin meningkatnya makanan berbasis daging, pertumbuhan penduduk, dan meningkatnya permintaan untuk kayu dan produk pertanian.

“Semua kekuatan ini bersekongkol bersama-sama untuk memengaruhi pembukaan hutan,” ujar Gabrielle Kissinger dari Lexeme Consulting, pada acara COP 18 yang diadakan untuk menyajikan laporan di Doha.

Kissinger adalah salah seorang penulis sintesis laporan baru pada pemicu deforestasi dan degradasi hutan yang bertujuan untuk memberikan saran kepada pembuat kebijakan dan negosiator pada konferensi Doha yang membahas REDD+ – skema global yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dengan mencegah hilangnya hutan.

Meski pertanian, penebangan kayu, kayu bakar, dan produksi arang, dan pertambangan adalah beberapa penyebab langsung utama deforestasi dan degradasi hutan di daerah tropis, para ilmuwan juga telah mengidentifikasi pemicu yang mendasari atau tidak langsung dari deforestasi.

Ini didorong oleh interaksi yang kompleks dari proses sosial, ekonomi, politik, demografi, budaya, dan teknologi fundamental yang mendorong pembukaan hutan – sering terjadi di sisi lain dunia.

Selama 20 tahun ke depan tidak akan menjadi seperti 20 tahun terakhir… kita akan melihat tekanan yang lebih besar dari perdagangan komoditas internasional, khususnya produk pertanian yang ditujukan untuk pasar perkotaan.

Kissinger mengatakan ini berarti bahwa pola-pola historis dari pemicu deforestasi belum tentu terulang di masa depan.

“20 tahun ke depan tidak akan menjadi seperti 20 tahun terakhir,” ujarnya.

Selama 20 tahun ke depan tidak akan menjadi seperti 20 tahun terakhir… kita akan melihat tekanan yang lebih besar dari perdagangan komoditas internasional, khususnya produk pertanian yang ditujukan untuk pasar perkotaan.

“Meski pola historis deforestasi memberi kita satu gambaran kecenderungan pemicu, di sebagian besar dunia, gambaran tersebut akan berubah di masa depan.

“Kita akan melihat tekanan yang lebih besar dari perdagangan komoditas internasional, khususnya produk pertanian yang ditujukan untuk pasar perkotaan, yang semakin meningkat di negara berkembang.”

Negara-negara berkembang akan melihat pertumbuhan ekonomi terbesar di masa depan, sementara pertumbuhan di negara maju cenderung datar.

“Ini berarti permintaan untuk sumber daya alam – produk pertanian, kayu, mineral, biofuel – akan terjadi pada skala yang berbeda dibandingkan yang kita lihat di masa lalu, dengan permintaan datang dari pasar yang berbeda dengan yang dominan di masa lalu,” ujar Kissinger.

Sebagai bagian dari laporan, Kissinger dan koleganya melakukan survey program REDD+ di 31 negara.

Sekitar setengah pertumbuhan penduduk dianggap sebagai pemicu utama yang mendasari deforestasi.

Populasi global akan mencapai 8,2 milyar orang pada tahun 2030, dengan 235 juta orang tambahan di Afrika di tahun itu. Hal tersebut, dikombinasikan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, berarti bahwa permintaan global untuk produk makanan diperkirakan akan meningkat sebesar 70 persen pada tahun 2050.

“Hampir semua makanan tambahan akan dikonsumsi oleh negara-negara berkembang, berdasarkan populasi dan peningkatan standar hidup, dan negara-negara berkembang akan menanggung beban tekanan untuk melayani pasar yang baru muncul tersebut,” ujar Kissinger.

Produksi daging terutama – bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca yang signifikan dan polusi air serta deforestasi – diperkirakan akan melambung, dengan meningkatnya permintaan sebesar 85 persen selama 30 tahun ke depan.

Produksi kelapa sawit akan naik sebesar 45 persen selama dekade mendatang, dan biji minyak sebesar 23 persen. Negara-negara berkembang, khususnya di Asia, mendorong sebagian besar peningkatan permintaan minyak nabati.

Lantas, apa yang bisa dilakukan?

“Negara-negara harus melihat ke luar sektor kehutanan dalam merancang intervensi untuk mengubah tekanan pemicu,” ujar Kissinger.

Sejauh ini, penelitian menunjukkan, sebagian besar negara telah mengalami kesulitan melakukan hal ini – tapi sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kissinger, menangani pemicu yang terkait dengan permintaan internasional tidak mudah dicapai oleh satu negara saja.

“Agar REDD+ berhasil, insentif, disinsentif, dan langkah-langkah yang memungkinkan harus mencapai aktor-aktor yang bertanggung jawab untuk mengatasi pemicu deforestasi. REDD+ menawarkan pengungkit kepada negara-negara untuk mempersiapkan sekarang untuk tekanan pemicu masa depan ini, dan untuk bergerak ke arah koordinasi lintas sektoral yang bermakna.”

“Selain itu, meningkatnya urbanisasi di masa depan memperkuat kecenderungan deforestasi yang semakin didorong oleh pasar komoditas global, dan bukan oleh penduduk setempat.

“Maka ini berarti negara-negara REDD+ harus menemukan cara untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan deforestasi,” ujarnya.

Pertanyaan yang tak diajukan

Berbicara di acara COP 18 lain, Megan Dickie dari Environmental Investigation Agency mengatakan semua negara perlu mengambil tanggung jawab atas peran mereka dalam membantu pemicu tidak langsung dari deforestasi.

“Kebutuhan konsumsi negara maju dan negara berkembang pesat semakin mendorong deforestasi – dan skalanya sangat besar,” ujarnya.

“Misalnya, pasar kayu saja bernilai lebih dari US$220 miliar per tahun, dan permintaan ekspor produk pertanian kian melonjak.”

“Terlalu sering, permintaan berasal dari pasar internasional yang tidak ‘dipertanyakan lagi.’ Dampak nyata dari produk ini, dan keberlanjutannya atau ilegalitasnya diabaikan.”

Dia mengatakan ini berarti bahwa tindakan untuk mengurangi deforestasi seharusnya tidak terbatas pada negara-negara berhutan tropis.

SBSTA [lembaga teknis dan ilmiah yang memberikan nasihat kepada Para Pihak Konferensi UNFCCC] harus mengeksplorasi cara yang dapat diandalkan oleh semua negara dan bertindak untuk mengatasi peran khusus mereka dalam mengendalikan deforestasi dan degradasi hutan.

“Kita perlu mendorong kepemimpinan pemerintah yang lebih aktif dan kolaborasi dengan sektor swasta untuk membantu memandu pasar menuju keberlanjutan rantai pasokan yang lebih baik,” ujar Dickie.

Untuk kabar lain dari pertemuan iklim PBB di Doha, klik di sini. 

Untuk melihat presentasi lainnya tentang pemicu deforestasi, klik di sini.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Deforestasi Pertanian ramah hutan

Lebih lanjut Deforestasi or Pertanian ramah hutan

Lihat semua