Politik Gambut dan Kebakaran
Saat melawat ke Provinsi Riau baru-baru ini, Presiden Indonesia, Joko Widodo meninjau kerusakan akibat kebakaran gambut dan hutan, serta memicu kabut asap yang menyelimuti sebagian Asia Tenggara tahun ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, terbakarnya gambut menimbulkan ancaman kesehatan dan ketegangan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia.
Kebakaran tahun ini, yang terutama terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, menegaskan perlunya upaya pencegahan, khususnya di tingkat daerah. Dalam lawatannya ke Riau tersebut, Presiden Jokowi meminta pemimpin dan pemerintah daerah bekerja sama dengan masyarakat di wilayah terdampak untuk memantau dan mencegah kebakaran. Tindakan lebih baik dalam pemantauan dan reaksi cepat akan membantu memitigasi dampak kebakaran, yang mungkin dipicu oleh pembersihan lahan dan berbagai tujuan lainnya.
Mengingat “besarnya skala” kebakaran, menurut Jokowi, kelompok atau individu tertentu mungkin melakukan atau memulainya secara sengaja, seraya menambahkan bahwa ia telah meminta polisi untuk melakukan penyelidikan. Seringkali kebakaran terjadi akibat kejahatan terorganisir yang menguntungkan invididu tertentu saja meski merugikan banyak pihak lain, kata Ilmuwan CIFOR Herry Purnomo, mengutip penelitian yang dipublikasikan pada 2017. Penelitian tersebut menginvestigasi peran kejahatan terorganisir dalam kebakaran lahan gambut dan hutan.
Penekanan Presiden Jokowi pada pencegahan kebakaran, yang telah terasah sejak kebakaran besar 2015, saat 43 juta orang menjadi korban polusi udara, sejalan dengan praktik terbaik yang digarisbawahi para peneliti ekonomi politik kebakaran di lahan gambut dan hutan. Kerja sama dengan pemerintah daerah dalam mengawal praktik terbaik manajemen kebakaran, memanfaatkan analisis seperti peta Borneo dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan mengembangkan rencana penanaman kembali lahan gambut, merupakan pilihan solusi dalam mengatasi kebakaran di lahan gambut yang diidentifikasi oleh peneliti untuk meredam api.
“Berinvestasi dalam tindakan pencegahan merupakan faktor tunggal terpenting dalam mengendalikan kebakaran,” kata Purnomo. Pemerintah daerah menjadi lembaga paling mampu dalam mengurangi kebakaran di perkebunan kelapa sawit. Namun, lanjut Purnomo, hal ini seharusnya dilakukan pada tahap awal perkembangannya.
“Dana politik untuk pemilihan kepala daerah, atau bupati memiliki korelasi yang signifikan dengan kejadian kebakaran 2001-2017,” kata Purnomo. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal International Forestry Review. Politik lahan, tambahnya, memperlemah hukum terkait dengan kepentingan suara pemilih, ditambah lagi hutang budi antar pemimpin politik yang seringkali menjadi bagian pemilihan umum daerah.