Bentang alam kelapa sawit: Permainan sawit Indonesia
Artikel ini adalah bagian kedua dari empat artikel penelitian global mengenai Bentang Alam Kelapa Sawit Adaptif.
Kalimantan Timur merupakan salah satu dari lima provinsi di Indonesia yang berada di pulau Kalimantan. Di sana hutan menghadapi meningginya tekanan percepatan ekspansi perkebunan kelapa sawit. Provinsi ini menjadi fokus penelitian Bentang Alam Kelapa Sawit Adaptif, yang dilakukan paralel dari Kalimantan hingga Kolumbia.
Kelapa sawit memiliki sejarah panjang di Indonesia. Berawal pada akhir 1960-an, hanya kurang dari 120 ribu hektare yang dibudidayakan oleh pemerintah dan perusahaan swasta. Belum ada petani kecil terlibat. Pada akhir 1990-an, ekspansi mengalami percepatan, dan pada 2015, 11,5 juta hektar telah ditanami kelapa sawit – 40 persennya oleh petani skala kecil.
Kelapa Sawit di Indonesia seperti demam emas bagi investor besar, perusahan kelas menengah maupun petani kecil. Dipicu oleh meningkatnya permintaan global untuk cairan emas ini, petani lokal beralih dari tanaman pertanian tradisional dan perikanan pada kelapa sawit. Ketika ini terjadi, masyarakat menjadi sangat tergantung pada kelapa sawit untuk penghidupan mereka.
Pesatnya pertumbuhan budi daya kelapa sawit mengarah pada konversi hutan. Bagaimanapun bisnis ini tetap menjadi sumber signifikan bagi pendapatan negara, dengan menjadi limpahan ekonomi penting di tingkat lokal. Isu utama yang menjadi perhatian kemudian adalah bagaimana membangun keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup.
BELOK ARAH
Dalam mendukung praktik lebih berkelanjutan, dipayungi proyek OPAL, para peneliti CIFOR, Pusat Penelitian Kehutanan Internasional, bekerja sama dengan WWF Indonesia dan mahasiswa Doktoral dari ETH Zurich dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
OPAL menggunakan pendekatan Companion Modeling (ComMod) — sebuah permainan peran yang digunakan untuk mengeksplorasi strategi peningkatan praktik lebih berkelanjutan dalam industri kelapa sawit.
“Melalui permainan interaktif ini, kami ingin memahami bagaimana dampak perkebunan kelapa sawit, tidak hanya pada ekologi area perkebunan, tetapi juga kehidupan petani lokal, serta strategi pemanfaatan lahan dan sumber daya alam untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka secara optimal,” kata peneliti CIFOR, Heru Komarudin.
“Dengan cara ini, para petani dapat melihat gambaran besar dan menyesuaikan strategi untuk meningkatkan pemanfaatan aset mereka, agar mampu meningkatkan penghidupan,” tambahnya.
Salah satu cara meningkatkan hasil minyak sawit mentah (CPO) tanpa melakukan ekspansi ke dalam hutan alam adalah dengan meningkatkan pola budi daya kelawa sawit. Secara rata-rata, perkebunan kecil menghasilkan dua ton CPO per tahun. Dengan pembibitan lebih baik, produksi mereka bisa meningkat lebih dari dua kali lipat.
“Petani perlu tahu bagaimana mengoptimalkan lahan mereka,” kata Nur Hasanah, mahasiswa Doktoral di ETH Zurich.
Nur Hasanah merupakan anggota tim yang memanfaatkan permainan ComMod untuk petani di empat desa di kabupaten Kutai Kartanegara.
“Meski para petani memandang kelapa sawit sebagai masa depan, mereka belum melihat bahwa jika mereka berinvestasi dalam praktik pertanian yang baik, seperti menggunakan pupuk, mereka akan mendapat panen lebih besar,” katanya.
“Melalui pendekatan ComMod, para petani dapat melihat sendiri bagaimana perencanaan lebih baik dapat membangun masa depan yang lebih stabil,” tambahnya.