Para pembuat kebijakan di Brasil meminta bantuan para ilmuwan untuk mengidentifikasi tren deforestasi di wilayah Amazon selama dekade terakhir yang telah menyebabkan emisi gas rumah kaca, menurunnya jasa ekosistem, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Pada 4 Mei 2023, sebuah forum virtual yang disponsori bersama oleh Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan dan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) mempertemukan para pakar sains dan kebijakan untuk memberikan masukan bagi fase baru Rencana Aksi untuk Pencegahan dan Pengendalian Deforestasi di Legal Amazon (PPCDAm) yang baru, yang diluncurkan pada Juni 2023 di bawah pemerintahan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva.
Penyusunan fase kelima rencana tersebut – yang akan mencakup periode 2023 hingga 2027 – telah melibatkan 13 kementerian pemerintah, serta lembaga lain, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil. Fase-fase awal rencana tersebut memandu aksi pemerintah dari tahun 2004 hingga 2020.
Brasil – yang punya area hutan terluas di Amerika Latin dan merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di kawasan tersebut – berhasil mengurangi hilangnya hutan hingga 83 persen dari tahun 2004 hingga 2012 setelah puluhan tahun mengalami peningkatan deforestasi. Namun, tren ini telah berbalik dalam dekade terakhir di bawah berbagai pemerintahan federal.
Pada 2020, deforestasi di Brasil melonjak ke titik tertinggi dalam 12 tahun, yang secara luas dikaitkan dengan melemahnya penegakan hukum lingkungan oleh pemerintah federal dan meningkatnya permintaan pembangunan di Amazon.
“Deforestasi meningkat dua kali lipat sejak 2012,” kata Raoni Rajão, yang mempresentasikan PPCDAm atas nama Departemen Kebijakan Pengendalian Deforestasi dan Kebakaran Kementerian Lingkungan Hidup Brasil. “Kita perlu memahami apa yang terjadi antara 2012 dan 2020.”
Para peneliti telah mempelajari upaya apa saja yang berhasil dan tidak berhasil di Brasil dan negara-negara kaya hutan lainnya selama beberapa dekade. Yang jelas adalah bahwa aksi melawan deforestasi harus dilakukan di berbagai tingkatan, dari global, nasional, subnasional, hingga kotamadya.
Hasilnya, mendasarkan keputusan kebijakan pada penelitian ilmiah telah menjadi prioritas bagi para sekretaris lingkungan negara bagian, kata Carlos Aragon, direktur negara Brasil untuk Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan, yang merupakan kolaborasi subnasional dari 43 negara bagian dan provinsi yang bekerja untuk melindungi hutan tropis, mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan mendorong jalan realistis menuju pembangunan pedesaan yang tetap menjaga hutan.
Sebagai bagian dari Studi Komparatif Global tentang REDD+ selama satu dekade yang melibatkan 22 negara, CIFOR-ICRAF telah menargetkan intervensi deforestasi di tingkat subnasional, seperti di tingkat negara bagian dan distrik di Brasil.
“Tujuan dialog pada acara hari ini adalah untuk membantu mengidentifikasi berbagai intervensi kebijakan untuk mengatasi dinamika deforestasi di Brasil,” kata Richard Van der Hoff, koordinator negara Brasil untuk studi tersebut.
Analisis pemerintah Brasil yang dilakukan sebagai bagian penyusunan PPCDAm menunjukkan beberapa perubahan besar dalam dinamika deforestasi yang harus dipertimbangkan oleh para perencana, menurut Rajão.
Hampir dua dekade lalu, ketika fase pertama rencana tersebut dilaksanakan, deforestasi banyak terjadi di wilayah Amazon selatan, di mana hutan ditebang untuk pertanian industri. Dengan adanya kebijakan untuk membantu melestarikan hutan di lahan pertanian, deforestasi dalam beberapa tahun terakhir telah dikaitkan dengan infrastruktur, dengan titik-titik panas terjadi di sekitar bendungan hidroelektrik dan di sekitar jalan raya.
Rencana tahun 2004 juga menargetkan intervensi pada deforestasi skala besar, dan berhasil menguranginya secara signifikan pada tahun-tahun berikutnya. Namun, sejak 2019, deforestasi di wilayah yang luas kembali terjadi tanpa hukuman, kata Rajão.
Deforestasi juga telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir di kawasan lindung, wilayah masyarakat adat dan permukiman, lebih besar daripada yang terjadi selama periode pengendalian deforetasi skala besar, katanya.
Selain penebangan hutan, telah terjadi peningkatan degradasi terhadap hutan yang masih berdiri karena kebakaran yang terjadi di lahan pertanian menjalar ke semak belukar.
“Kebakaran punya pengaruh yang makin besar lagi dalam proses deforestasi,” kata Rajão. “Orang-orang menggunakan api secara intensif dan dalam jangka waktu lama sehingga merusak struktur hutan.”
Analisis pemerintah Brasil tentang pergeseran pola deforestasi, serupa dengan metodologi yang sedang disusun para peneliti CIFOR-ICRAF untuk mengklasifikasikan pola deforestasi menurut serangkaian pola dasar, guna menentukan kebijakan mana yang berhasil atau tidak berhasil dalam situasi-situasi yang berbeda, kata peneliti CIFOR-ICRAF Julia Naime.
Pola-pola dasar tersebut berkisar dari area deforestasi di masa lalu – yang diklasifikasikan sebagai tidak aktif, terkonsolidasi, atau terfragmentasi – hingga titik-titik panas atau area perbatasan yang “tak terkendali”, dan area perbatasan yang “menakutkan”, di mana terdapat risiko deforestasi di masa mendatang.
Pola-pola dasar ini dimaksudkan untuk membantu para perencana berpikir secara strategis tentang pola deforestasi di suatu lanskap, katanya.
“Kita perlu menyelaraskan infrastruktur dengan tujuan lingkungan dan iklim,” tambah Rajão. “Jika tidak, kegiatan-kegiatan kita tidak akan selaras sama sekali.”
Tujuannya adalah menghentikan deforestasi ilegal dengan menghukum pelanggaran, dan mengurangi penebangan hutan legal dengan mendorong pemanfaatan berkelanjutan, katanya. Denda penegakan hukum dan penyitaan barang ilegal meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, tambahnya.
Dialog sains dan kebijakan pada Mei 2023 ini merupakan yang ketiga dalam rangkaian dialog yang disponsori oleh CIFOR-ICRAF dan Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan. Sesi-sesi yang dijadwalkan akhir tahun 2023 akan difokuskan pada skenario deforestasi di masa mendatang dan hasil akhir Studi Komparatif Global.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai topik ini:
Pham Thu Thuy at t.pham@cifor-icraf.org
Richard Van der Hoff at richard.vanderhoff@inteligenciaterritorial.org
Pekerjaan ini dilakukan sebagai bagian dari Studi Komparatif Global tentang REDD+ yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (www.cifor.org/gcs). Mitra pendanaan yang telah mendukung penelitian ini meliputi Badan Kerja Sama Pembangunan Norwegia (Norad, Hibah No. QZA-21/0124), Inisiatif Iklim Internasional (IKI) dari Kementerian Federal Jerman untuk Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, dan Keselamatan Nuklir (BMU, Hibah No. 20_III_108), dan Program Penelitian tentang Hutan, Pohon, dan Agroforestri CGIAR (CRP-FTA) dengan dukungan finansial dari Donor Dana CGIAR.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org