Kita mungkin tidak percaya akan hal ini bila Anda merujuk kepada berita-berita, tapi industri sawit tidak lantas sinonim dengan kerusakan lingkungan.
Setidaknya, tidak di semua tempat.
Hal ini adalah kesimpulan dari laporan terbaru Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) yang ditulis Frederico Brandão dan George Schoneveld usai meneliti industri sawit di Brasil.
“Sektor sawit dikenal di seluruh dunia mempunyai dampak sangat negatif terhadap lingkungan, tetapi kasus Brasil menunjukkan bahwa kepala sawit tidak lantas berarti deforestasi,” kata Brandão.
Perkebunan sawit skala besar masih muncul di Brasil. Kelahiran industri ini berawal tahun 1970, walaupun saat itu hanya beberapa pemain kecil hingga investor nasional dan internasional mulai melirik industri ini satu dekade lalu. Kekuatan utama yang mendorong ekspansi sawit di Brasil adalah Undang-Undang Biodiesel 2005, yang mengharuskan penurunan ketergantungan terhadap bahan bakar impor. Selain itu, pertumbuhan terdongkrak ledakan pasar global minyak sayuran, khususnya di India dan China.
Produksi Brasil hanya bagian kecil pasar global – Indonesia dan Malaysia tetap mendominasi – namun memberi pelajaran penting bagi negara lain dalam pengelolaan sawit berkelanjutan.
HUKUM AGRARIA
Jika deforestasi belum mengikuti jejak ekspansi sawit di Brasil, hal ini lebih dikarenakan regulasi negara yang berisi perlindungan lingkungan dan sosial.
“Pemerintah Brasil berinvestasi banyak dalam tata kelola lingkungan, dan mencoba mengurangi deforestasi,” kata Schoneveld.
Misalnya, pada 2010, pemerintah menciptakan Program Produksi Sawit Lestari dan Zonasi Agro-Ekologis Sawit di Area Deforestasi Amazon, yang melarang budi daya sawit di area yang telah ditebang, dan membangun insentif kredit yang memungkinkan keluarga petani, atau petani kecil, berpartisipasi di sektor ini.
Regulasi didukung oleh mekanisme pemantauan dan penegakkan kebijakan. Kunci dalam melakukan hal tersebut menjamin hak kepemilikian individu secara formal diakui dan dicatat oleh negara, kata Schoneveld.
“Jika melalui penginderaan jarak jauh pemerintah mendeteksi terjadi deforestasi, mereka bisa memeriksa peta kepemilikan dan menyatakan ‘orang ini melakukan deforestasi’: Jadi lebih mudah untuk menunjuk siapa yang bertanggungjawab,” katanya.
Insentif publik juga membantu mendorong pertumbuhan yang bertanggungjawab.
“Saya ragu kita akan melihat model inklusif petani kecil di sektor sawit Brasil jika pemerintah tidak menyediakan mekanisme untuk menstimulasi para petani kecil,” kata Schoneveld.
“Ini soal akses ke keuangan: negara memfasilitasi akses keuangan petani kecil dan juga menjadi penjamin, yang menghapus risiko produsen dan membantu petani kecil.”
Hasilnya, petani yang memenuhi syarat skema finansial dapat menjadi lebih baik daripada tetangganya. Berdasarkan sebuah perhitungan, petani sawit memperoleh pendapatan 4,9 kali lebih besar daripada rata-rata rumah tangga di area tersebut dan 4,5 kali lebih besar daripada petani ubi kayu, yang paling banyak ditanam.
TANTANGAN SAAT INI
Pencapaian Brasil di sektor ini tidak lantas mengabaikan fakta bahwa hal ini seperti pelayaran yang mulus, dan bahwa budi daya sawit memberi dampak merugikan.
Kerusakan lingkungan di luar deforestasi tercatat, antara lain polusi di sungai kecil. Ada pula konflik lahan, kata Brandão, dan masuknya pekerja migran ke area perkebunan yang meningkatkan ketegangan sosial dan beban lebih besar terhadap layanan sosial.
Benarkah ini memberi manfaat bagi masyarakat termiskin – orang yang benar-benar perlu diangkat dari kemiskinan?
Pengerutan yang terjadi di sektor ini juga menciptakan risiko pengangguran menekan wilayah yang sudah terancam.
Brandão dan Schoneveld juga menemukan disparitas penghasilan antara partisipan skema sawit dan yang tidak dapat mengarah pada ketidaksetaraan, terutama karena peningkatan penghasilan dilaporkan tidak memberi efek langsung bagi masyarakat.
Dan ada masalah sejauh mana inklusivitas model. Untuk mendapat manfaat dari pinjaman, partisipan harus memenuhi beberapa kriteria kelayakan untuk meminimalkan risiko terhadap keamanan pangan dan gagal kredit.
“Ada masyarakat yang tidak memiliki cukup lahan, cukup pemasukan atau terlalu tua dan tidak cukup pekerja hingga secara teknis tidak bisa menjadi bagian skema ini,” kata Schoneveld. “Benarkah ini memberi manfaat bagi masyarakat termiskin – orang yang benar-bener perlu diangkat dari kemiskinan?
MASA DEPAN TAK SEMPURNA
Benturan kekuatan ekonomi menempatkan masa depan industri sawit Brasil berada di tumpuan rapuh.
Lebih tingginya biaya buruh – Brasil tertinggi di antara 44 negara pembudidaya sawit – dan biaya transportasi membuat Brasil sulit berkompetisi di pasar internasional, khususnya dengan anjloknya harga minyak sawit mentah.
Dan walaupun tujuan pengembangan biodiesel lokal membantu mendorong kebangkitan industri satu dekade lalu, sedikit sawit yang diarahkan untuk biodiesel sebagai biaya tetap lebih tinggi untuk minyak sawit daripada minyak lain, seperti kedelai.
Memang, dalam tahun-tahun terakhir, beberapa perusahaan besar sektor ini mencoba hengkang.
“Perusahaan besar menghadapi kesulitan, sementara perusahaan medium berkonsolidasi,” kata Brandão. “Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan meningkatkan inklusivitas perlu lebih berorientasi pada kepentingan perusahaan kecil dan medium daripada perusahaan besar.”
Jika perusahaan hengkang, yang lain bisa mengambil alih, tetapi tidak pasti apakah perusahaan tersebut akan mengikuti model yang sama, meskipun komitmen kuat federal pada sektor ini menunjukkan bahwa petani kecil yang terlibat dengan perusahaan tersebut tidak dibiarkan menghidupi diri sendiri.
Brasil tampaknya berada di persimpangan: tanda-tanda menunjukkan Brasil bisa memposisikan diri secara baik dalam pasar sawit berkelanjutan – tetapi hanya jika ekonomi sejalan dan konsumen menerima harga lebih tinggi demi kemanfaatan lingkungan dan sosial.
“Tidak cukup pasti bagaimana sektor ini berubah dan apakah ini solusi jangka panjang mengentaskan kemiskinan di area Amazon ini,” kata Schoneveld.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org