Cagar Alam Satwa Coringa terletak di pertemuan Sungai Godavari, sungai terpanjang di India Selatan, dan Teluk Benggala. Dengan luas 235 kilometer persegi di pantai barat Andhra Pradesh, cagar alam ini mencakup 40 persen dari tutupan mangrove negara bagian tersebut.
Didirikan sebagai cagar alam pada tahun 1978, tempat ini menawarkan lokasi yang tepat untuk mempelajari variabel ekologi dan memahami respons ekologi sistemik terhadap perubahan iklim, kenaikan permukaan laut, dinamika sedimen, serta fluktuasi pasang surut dan salinitas. Sekelompok kolaborator lokal, nasional, dan internasional saat ini sedang bekerja untuk membangun lokasi pemantauan jangka panjang di daerah tersebut.
Lebih dari 245 spesies burung telah tercatat di cagar alam ini, termasuk burung hering punggung putih yang terancam punah (Gyps africanus) dan burung hering berparuh panjang (Gyps indicus). Selain itu, sebanyak 382 spesies ikan dari 98 famili dan 25 ordo telah didokumentasikan di Ekosistem Estuari Sungai Godavari Timur. di mana Coringa merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Cagar alam mangrove memiliki peran penting dalam mendukung mata pencaharian komunitas lokal, terutama sebagai pembibitan perikanan. Secara keseluruhan, sekitar 80.000 masyarakat dari lebih dari 40 desa bergantung pada sumber daya yang diambil dari cagar alam ini. Cagar alam ini juga mampu menarik ratusan wisatawan setiap hari, termasuk siswa sekolah yang datang untuk kunjungan pembelajaran, memanfaatkan trek papan kayu mangrove sepanjang 2,3 km dan fasilitas perahu untuk merasakan ekosistem unik ini secara langsung. Selain itu, mangrove juga menyediakan layanan ekosistem lainnya seperti perlindungan dari siklon dan banjir, pemurnian air dan udara, serta penyerapan karbon.
Cagar Alam Coringa adalah mozaik menarik dari mangrove alami dan yang telah direstorasi. Departemen Kehutanan Andhra Pradesh telah sukses memulihkan beberapa area yang sebelumnya diubah menjadi kolam akuakultur. Namun, seperti banyak hutan mangrove lainnya di seluruh dunia, ekosistem Coringa tetap terancam oleh perubahan iklim dan berabagai permasalahan antropogenik lainnya.
Ujung barat Coringa memanjang ke utara hingga Pelabuhan Kakinada, yang berbatasan dengan Pantai Kakinada. Pusat perdagangan dan area publik ini seringkali menyumbang polusi plastik dan kimia yang merusak ekologis cagar alam, sementara pantai alami dan garis pantai juga menghadapi ancaman erosi dan kenaikan permukaan laut.
Sementara itu, keberadaan pabrik semen dan pabrik pembuatan perahu di sekitar beberapa anak sungai yang menyuplai air ke Sungai Godavari menyumbang polusi dan mengancam keseimbangan ekologi muara tersebut. Cagar alam ini juga terpengaruh oleh kehadiran tanaman eksotik Prosopis, yang tergolong invasif dan dapat mengubah kondisi lingkungan yang penting untuk pertumbuhan spesies asli.
Beberapa faktor ini, ditambah dengan perubahan jumlah dan kualitas aliran air dari cagar alam berdampak negatif terhadap lingkungan alami serta flora dan fauna di dalamnya. Tanda-tanda stres dan ketidakseimbangan yang meningkat terlihat di beberapa bagian cagar alam, dengan laporan mengenai degradasi dan kematian mangrove yang signifikan—terutama di pantai timur.
Meskipun penting, hutan mangrove di seluruh dunia menghadapi ancaman dari berbagai dampak—seperti polusi dan peningkatan tingkat kenaikan permukaan laut. Informasi tentang bagaimana hutan-hutan ini merespons stresor yang disebabkan manusia dan alami dalam jangka pendek dan jangka panjang masih sangat terbatas.
Dalam upaya mengatasi kekurangan informasi ini, sebuah program pemantauan baru telah dimulai untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang indikator ekologi kesehatan mangrove dalam jangka waktu yang panjang, guna membantu para pengelola dalam membuat keputusan yang tepat dan merencanakan intervensi yang diperlukan. Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) bersama mitra seperti US Forest Service (USFS), M S Swaminathan Research Foundation (MSSRF), National Centre for Coastal Research (NCCR), dan Departemen Kehutanan Andhra Pradesh- telah mulai mengumpulkan data langsung di daerah tersebut. Upaya ini merupakan bagian dari program Pemantauan Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim di India, di mana studi mengenai vegetasi mangrove dan struktur hutan, estimasi stok karbon dari mangrove alami dan yang dipulihkan, tingkat sedimentasi, serta fluktuasi pasang surut dan salinitas diukur di lokasi-lokasi terpilih.
Informasi ini dikumpulkan dengan menggunakan Rod Surface Elevation Tables (rSETs), sensor salinitas dan kedalaman air otomatis, serta menggunakan protokol Sustainable Wetland Adaptation and Mitigation Program (SWAMP). Lokasi pemantauan jangka panjang di seluruh cagar alam ini didirikan pada bulan Desember 2023. Data ini akan sangat berguna dalam mengembangkan strategi pengelolaan yang efektif untuk memastikan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Lokasi pemantauan ini merupakan bagian (subset) dari 47 rSETs yang didirikan di sepanjang pantai timur India, dari Sundarbans ke Benggala Barat dan Kepulauan Andaman. Pemantauan serupa juga akan dimulai di Taman Nasional Bhitarkanika di Odisha dalam beberapa bulan mendatang. Lokasi–lokasi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang laju sedimentasi dan akibatnya pada ketahanan patch mangrove terhadap kenaikan permukaan laut. Informasi ini akan membantu departemen kehutanan lokal dan peneliti dalam mengembangkan strategi berbasis lokasi spesifik untuk mencegah degradasi mangrove yang disebabkan oleh perubahan lingkungan. Karena mangrove menawarkan banyak layanan ekosistem dan melindungi terhadap siklon dan banjir, pekerjaan ini akan berkontribusi pada pengembangan ketahanan pesisir di berbagai wilayah.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org