Meski ada antusiasme REDD+, deforestasi di Peru berlanjut

Pertumbuhan ekonomi tengah terjadi – dan tampaknya terus akan terjadi – dengan pengorbanan Amazon Peru.
Bagikan
0
Peru mengalami pertumbuhan ekonomi dan terus bertumbuh yang terus akan berlangsung – dengan pengorbanan Amazon Peru, kata Mary Menton dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

Bacaan terkait

LIMA, Peru (20 Januari 2014) — Kondisi ekonomi dan politik di Peru mendorong meningkatnya deforestasi, walaupun negara tersebut menetapkan target nol deforestasi bersih pada 2021, demikian ditunjukkan sebuah penelitian baru.

“Peru mengalami pertumbuhan ekonomi,” kata Mary Menton dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), salah seorang penulis utama “Konteks REDD+ di Peru: Pendorong, agen dan institusi” (dipublikasikan dalam bahasa Spanyol), terbaru dalam sebuah rangkaian laporan tak berkala yang mengumpulkan dan menganalisa informasi ekstensif mengenai kondisi politik dan ekonomi negara kaya hutan.

“Pertumbuhan ini tengah terjadi – dan tampaknya terus akan terjadi – dengan pengorbanan Amazon Peru.”

Kerangka REDD+, yang menjadi bagian negosiasi perubahan iklim sejak 2007, mengusulkan agar negara berkembang mengurangi gas rumah kaca dengan menurunkan deforestasi dan degradasi hutan, menjaga hutan, meningkatkan jumlah pohon, dan mendorong manajemen dan pemanfaatan hutan berkelanjutan.

Data resmi menempatkan tutupan hutan Peru sekitar 73 juta hektar, setara dengan 60 persen wilayah tanah mereka. Kecepatan deforestasi 0,15 persen relatif rendah, walaupun deforestasi terjadi menyebabkan separuh emisi gas rumah kaca Peru.

“Kecepatan deforestasi historis tidak merefleksikan dampak terbaru dan masa depan jalur antar-samudera, tidak juga ekspansi agroindustri yang berlangsung saat ini di Amazon,” kata Hugo Che Piu, penulis utama dan presiden Derecho Ambient Recursos Naturales (DAR).

Meskipun Kementerian Lingkungan Peru telah mengumumkan dalam forum internasional mengenai komitmen mencapai nol deforestasi bersih dengan rencana menjaga 54 juta hektar hutan, tujuan tersebut tidak mencerminkan dampak aktivitas sekarang dan yang direncanakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti projek jalan utama dan infrastruktur energi.

“Jika pemerintah benar-benar ingin mencapai nol deforestasi bersih dan mereduksi emisi dari perubahan penggunaan lahan, pemerintah harus menyeimbangkan tuntutan konservasi hutan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Menton.

Jalan menuju kaya

Pertumbuhan ekonomi menjadi tekanan politik utama di Peru, di mana kemiskinan tersebar, khususnya masyarakat desa, dan terutama di pegunungan dimana 60,3 persen diklasifikasikan miskin dan 21,1 persen sangat miskin.

Penyebab utama – dan mungkin tertua – deforestasi adalah aktivitas pemerintah mendorong pemukiman di Amazon, sebagian besar melalui imigrasi dari pegunungan. Di tengah membesarnya tuntutan produksi pertanian, pemerintah mengenalkan serangkaian kebijakan untuk mendorong pertanian bagi pasar nasional atau, dalam kasus minyak sawit, untuk pasar internasional.

Di antara insentif yang diberikan adalah memberi legalitas lahan yang telah dikonversi menjadi pertanian. Pemerintah melewati hukum yang melarang konversi lahan negara dengan menggunakan regulasi lain yang memungkinkan perubahan ketika orang memberi nilai ekonomi bagi lahan – yang hampir selalu berarti konversi lahan menjadi pertanian.

“Masyarakat asli dan penduduk desa yang menjaga dan mengelola hutan secara lestari tidak bisa mendapat hak atas hutan tersebut, menciptakan kontradiksi yang perlu diselesaikan untuk menciptakan investasi riil melawan deforestasi,” kata Che Piu.

Konstruksi infrastruktur jalan, yang dikaitkan dengan meningkatnya deforestasi sudah terbukti, telah menghubungkan populasi lokal dengan seluruh bagian Peru dan membawa mingran baru dari Andes dan wilayah lain. Kebijakan lain mendorong investasi infrastruktur energi dan eksploitasi minyak dan gas, untuk menciptakan pendapatan pajak besar.

“Semua investasi ini berjalan tanpa pertimbangan penuh dampak sosial dan lingkungan,” tambah Menton. “Dan itu tidak cukup kebijakan dan kelembagaan yang berfungsi melanai perlindungan hutan.”

HILANG SAAT BERTUGAS

Kebijakan lain yang berkontribusi terhadap kondisi pro-deforestasi terjadi akibat ketidakhadiran mereka, kata indikasi laporan.

“Kami menemukan bahwa di sana tidak ada visi terintegrasi, lintas sektor dalam perencanaan penggunaan lahan dalam jangka pendek, medium atau panjang,” kata Menton.

“Hali ini setidaknya turut bertanggungjawab bagi kontradiksi dalam kerangka legal dan institusional antara tujuan pemerintah nasional dengan regional dan lokal.”

Yang juga hilang adalah mekanisme untuk mencapai koordinasi dan komunikasi mengenai manajemen hutan antar lembaga – walaupun dalam rencana terakhir, setidaknya empat badan akan bertanggungjawab terhadap manajemen hutan masa depan, yang harus mampu mengkoordinasikan fungsi dan tingkatnya jika mereka membantu mengerem deforestasi.

“Semua tingkat pemerintahan memiliki banyak strategi dan rencana, tetapi apa yang direncanakan tidak terjadi,” kata Menton.

“Kami memandang dengan strategi penebangan ilegal, yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa tindakan, dan rencana anti-korupsi juga mengarah pada cara yang sama.”

“Dalam kondisi ini, tantangan utama yang harus dijawab REDD+ di Peru adalah menunjukkan bahwa hal ini dapat diterapkan dengan cara efektif dalam hutan, dan tidak hanya menjadi strategi belaka,” kata Che Piu menambahkan.

MENGEJAR “NILAI TAMBAH”

Mengatasi deforestasi adalah dengan berpegang pada agenda nasional.

Pemerintah Peru terlibat dalam beberapa skema REDD+, termasuk proses Fasilitas Kemitraan Hutan Karbon Bank Dunia dan UN-REDD.

Lebih dari 40 projek hutan karbon berlangsung pada tingkat subnasional. Baru-baru ini Rencana Investasi Hutan (FIP) InterAmerican Development Bank milik Bank Dunia sepakan dan bersiap mengucurkan 50 juta dolar AS untuk program REDD nasional.

Asosiasi Antar-etnis untuk Pembangunan Amazon Peru (AIDESEP) secara terus menerus berada di depan diskusi nasional, mendorong kesetaraan REDD dengan menjamin konsultasi dan partisipasi masyarakat asli dan memprioritaskan mengamankan kepemilikan lahan bagi masyarakat asli sejalan dengan syarat awal REDD di Peru. Tuntutan mereka telah menjadi bagian program FIP.

“Inkorporasi proposal masyarakat asli adalah salah satu kemajuan paling penting dalam fase persiapan REDD dalam bidang tata kelola,” kata Che Piu.

Walaupun analisis media CIFOR mengindikasikan bahwa aktor internasional – terutama LSM lingkungan – mendominasi di Peru, dengan suara dan posisi pemerintah seringkali tidak ada dalam koran nasional. Hal ini melemahkan kebijakan terkait REDD, yang membutuhkan pengakuan nasional untuk bisa berhasil.

Bagi Peru, daya tarik utama REDD+ terletak pada potensi saling menguntungkan – nilai tambah – bagi peningkatan penghidupan, memperkuat tata kelola hutan dan konservasi keragaman hayati.

Sebuah fokus pada saling-menguntungkan juga berkontribusi pada target deforestasi negara: Pengalaman menunjukkan bahwa memiliki kebijakan atas hak dan partisipasi masyarakat asli, konservasi keragaman hayati dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya hutan membantu menjaga banyak hutan, bahkan ketika kebijakan tidak sepenuhnya dijalankan.

“Aliran pendanaan yang diusulkan dalam RPP pemantauan karbon 20 kali lebih banyak daripada dana yang diusulkan untuk memantau dampak sosial dan lingkungan,” kata ChePiu menunjukkan.

“Sejak awal, pemerintah telah berkata bahwa hal ini menarik karena saling-menguntungkan,” kata Menton.

“Tetapi bahkan jika memilih mengejar hal itu dibanding deforestasi secara langsung, hal ini membutuhan kapasitas dan koordinasi untuk mewujudkannya.”

Untuk informasi lebih mengenai isu yang didiskusikan dalam artikel ini, silahkan hubungi Mary Menton di m.menton@cgiar.org.

Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari Kajian Komparatif Global mengenai REDD+ di bawah Program Riset CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri dan didukung oleh AusAid, Departemen Pembangunan Internasional UK dan Biro Kerjasama Pembangunan Norwegia (NORAD).

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Deforestasi

Lebih lanjut Deforestasi

Lihat semua