Dialog Kebijakan mengenai Restorasi Bentang Alam Hutan Berbasis Agroforestri berlangsung di Dili, ibu kota Timor-Leste, pada 5 November 2024. Acara ini diadakan sebagai bagian dari Proyek Pengembangan Model Agroforestri untuk Mendukung Reforestasi di Berbagai Zona Agroekologis Timor-Leste.
Inisiatif ini didanai oleh Asian Forest Cooperation Organization (AFoCO), dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kehutanan (DGF) di bawah Kementerian Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan (MALFF) bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF).
Dialog ini bertujuan untuk berbagi pembelajaran dari proyek dan mengidentifikasi hambatan dan peluang dalam penerapan agroforestri.
Rekomendasi diberikan untuk mempromosikan penerapan praktik agroforestri yang baik dan berkelanjutan di berbagai bentang alam Timor-Leste.
“Kami juga bertujuan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, LSM, kelompok masyarakat, dan sektor swasta,” kata Yustina Artati, peneliti senior CIFOR-ICRAF dan pimpinan proyek bersama.
Komitmen pemerintah dan bukti ilmiah
Acara dibuka dengan sambutan dari Marcos da Cruz, Menteri MALFF, dan Fernandino Vieira da Costa, Sekretaris Negara Kehutanan.
Para pembicara diantaranya Himlal Baral, peneliti restorasi senior CIFOR-ICRAF; Tendy Gunawan, staff pengembangan perdesaan dan pendidikan teknis serta pelatihan vokasi di Organisasi Perburuhan Internasional (ILO); Mario Godinho, manajer proyek; dan Carlos Correia, manajer kemitraan dan sertifikasi di Yayasan Rai Matak.
Timor-Leste menghadapi tantangan signifikan terkait deforestasi, degradasi lahan, dan perubahan iklim. Merespon hal ini, pemerintah Timor-Leste telah memprioritaskan agroforestri sebagai landasan kebijakan dan strategi pembangunan berkelanjutan. Pendekatan ini mengintegrasikan pohon dan semak ke dalam bentang alam pertanian, menawarkan solusi nyata untuk mengatasi perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan kemiskinan di pedesaan.
“Agroforestri telah dipraktikkan secara tradisional selama beberapa generasi di Timor-Leste, yang dikenal secara lokal sebagai kuda kahur,” kata da Costa dalam sambutannya. “Namun, praktik tradisional sering kali kurang dilengkapi dengan peningkatan modern, seperti rotasi tanaman dan jarak pohon yang dioptimalkan, yang secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi.”
Kolaborasi multi-pemangku kepentingan untuk restorasi ekosistem
Meskipun upaya pemerintah dan organisasi, reforestasi dan restorasi lahan belum dapat mengikuti laju deforestasi dan degradasi lahan. Himlal Baral mendukung pandangan ini, dengan menyoroti penelitian CIFOR-ICRAF: “Puluhan tahun studi menunjukkan bahwa agroforestri mendukung berbagai macam barang dan jasa ekosistem, menawarkan win-win solution untuk merestorasi lahan terdegradasi bersamaan dengan mencapai berbagai tujuan perubahan iklim dan pembangunan.”
Mario Godinho menjelaskan bahwa proyek ini dirancang untuk memperkuat upaya reforestasi dan pengelolaan hutan berkelanjutan di Timor-Leste. Hal ini dicapai melalui pengembangan dan penyebaran model reforestasi berbasis agroforestri, pembangunan kapasitas institusional, promosi pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat, kolaborasi dengan direktorat jenderal lainnya di dalam MALFF, dan memperkuat hubungan dengan acara-acara pertukaran pengetahuan di tingkat regional.
Proyek ini berlangsung dari Januari 2021 hingga Desember 2024, dengan target enam lokasi di empat kabupaten — Ermera, Liquica, Bobonaro, dan Covalima — yang mewakili lima zona agroekologis. Kegiatan yang dilakukan meliputi perencanaan penggunaan lahan secara partisipatif, pendirian plot demonstrasi, dan penerapan peraturan adat (tarabandu) untuk memandu praktik berkelanjutan.
“Kami melakukan perencanaan penggunaan lahan secara partisipatif di semua lokasi,” kata Godinho, “dan mendirikan plot demonstrasi agroforestri di kelima zona agroekologis. Kami juga melaksanakan beberapa tarabandu, sebuah mekanisme peraturan adat Timor-Leste yang telah lama ada yang mengatur interaksi masyarakat satu sama lain dan dengan lingkungan. Pemantauan pertumbuhan pohon adalah kegiatan penting untuk memastikan kami dapat mengukur hasilnya. Kami juga mengembangkan manual pelatihan agroforestri.
Tim proyek juga melakukan penilaian kebutuhan pengembangan kapasitas dengan Direktorat Jenderal Kehutanan dan membangun kapasitas, serta menghasilkan sebuah situs web, video “Pembelajaran”, dan berbagi pengetahuan mereka dalam acara-acara bersama pemangku kepentingan Timor-Leste dan acara internasional.
Dengan 80% populasi Timor-Leste yang sebagian besar terlibat dalam pertanian subsisten, sektor agroforestri memiliki potensi yang belum tergali. Tendy Gunawan dari ILO menekankan pentingnya mengembangkan rantai nilai untuk produk-produk spesifik dan premium, memanfaatkan status Timor-Leste sebagai negara dengan tingkat pembangunan rendah untuk memperoleh kesepakatan perdagangan preferensial.
“Kami fokus untuk bekerja pada rantai nilai ‘best-bet’ yang dapat memberikan keuntungan terbesar,” kata Gunawan. “Untuk memproduksi produk spesifik dan premium sambil memanfaatkan status negara dengan tingkat pembangunan rendah untuk mencapai pengaturan perdagangan preferensial di pasar sasaran.”
Carlos Correia dari Yayasan Rai Matak menjelaskan bahwa Rai Matak adalah program nasional yang melibatkan petani skala kecil dalam konservasi hutan, dipimpin oleh komunitas, yang meningkatkan pendapatan mereka melalui penjualan kredit karbon. Mereka telah berjalan selama lebih dari satu dekade melalui proyek Ho Musan Ida (Dengan Satu Benih) dan menerima dukungan ekspansi dari Uni Eropa, memberikan insentif tahunan kepada petani sebagai imbalan atas perawatan hutan. Petani menerima USD 0,50 per pohon yang bertahan setiap tahun, dan dana amanah yang telah terbentuk dimiliki dan dikelola oleh komunitas, yang dapat digunakan untuk proyek-proyek komunal.
“Rai Matak berkolaborasi, mendidik, berkomunikasi, menyebarkan, dan menanam pohon bersama tanaman pertanian. Kami mencapai kepatuhan pada tahun 2016 dengan Gold Standard untuk penjualan kredit karbon, menciptakan pekerjaan hutan dan memberdayakan petani, mendukung kegiatan ekonomi berbasis komunitas pedesaan melalui pendanaan sumber daya berbasis masyarakat,” kata Correia.
Yayasan ini juga mengembangkan aplikasi pemantauan pertumbuhan pohon, TreeO2, dengan dasbor yang menyertainya, daftar berbagai pembibitan yang sudah ada, dan rencana untuk melaksanakan program pelatihan yang luas. Rencana ke depan mencakup perluasan inisiatif ini ke seluruh negara.
“Untuk merestorasi hutan dan lahan terdegradasi di Timor-Leste, kami memerlukan kolaborasi multistakeholder untuk melaksanakan agroforestri yang memberikan peluang mata pencaharian bagi masyarakat sambil meningkatkan layanan ekosistem.” kata Menteri da Cruz dalam sambutan penutup acara.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org