Hutan dan pepohonan berkontribusi penting bagi ketersediaan pangan di daerah pedesaan di banyak negara berkembang. Selain sebagai penyedia nutrisi penting dari sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan daging satwa liar, hutan dan pepohonan meningkatkan variasi makanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya anak-anak.
Namun, setidaknya terdapat 2 miliar orang – atau lebih dari 30 persen dari populasi dunia – menderita kekurangan vitamin dan mineral, yang juga dikenal sebagai “kelaparan tersembunyi”.
Bagi negara-negara yang miskin akan sumber daya, kekurangan zat besi secara khusus merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menyebabkan anemia, diikuti dengan kurangnya asupan vitamin B12, seng, folat, dan vitamin A dalam konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi pangan olahan tinggi garam, lemak jenuh, dan gula hanya memperburuk kondisi kekurangan gizi dan obesitas di seluruh dunia, menyebabkan penyakit kronis atau kematian yang seharusnya dapat dicegah.
Untuk mengatasi masalah ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa menargetkan untuk mengakhiri malnutrisi di seluruh dunia pada tahun 2030, sebagaimana yang diuraikan dalam target Nol Kelaparan dalam program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Pendekatan kebijakan yang ada saat ini terfokus pada pertanian, peternakan, dan perikanan dengan penekanan pada peningkatan hasil tanaman pokok bagi pemenuhan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Sebuah makalah terbaru dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Badan Pembangunan Internasional AS menunjukkan bagaimana pola diet dan nutrisi dapat memperoleh manfaat dari perspektif bentang alam yang lebih luas. Perspektif ini tidak hanya membahas tentang pertanian saja, tetapi juga mengintegrasikan prinsip konservasi dan restorasi hutan di dalamnya.
Integrasi ini dapat dicapai dengan memanfaatkan pedoman gizi dan pola diet yang tersedia sebagai dasar pengembangan strategi bentang alam terpadu.
Menurut para peneliti studi ini, pemahaman hubungan antara pola diet dan bentang alam dapat lebih ditingkatkan melalui penelitian multidisiplin dengan fokus pada pemenuhan tujuan ketahanan pangan dan gizi secara berkelanjutan.
Riset ini merupakan hasil kolaborasi 14 ilmuwan dari berbagai universitas dan pusat penelitian di seluruh dunia dalam kelompok kerja tentang “Keragaman Pangan dan Bentang Alam” yang didanai oleh Pusat Sintesis Sosial-Lingkungan Nasional AS (SESYNC).
“Memberi konsumen kesempatan untuk mengonsumsi makanan yang beragam dan sehat menuntut kami untuk melihat lebih dari sekedar potensi dari sektor pertanian,” kata Sarah Gergel, seorang profesor ekologi bentang alam dan konservasi di universitas British Columbia Kanada dan penulis utama laporan tersebut. “Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menjawab tantangan ini. Kita harus melakukan lebih dari sekadar melatih ilmuwan di bidang pertanian atau pengelolaan hutan, dan harus lebih banyak melatih para sarjana untuk lebih memahami titik temu dari disiplin ilmu ini.”
Tutupan pohon di daerah tropis memiliki keterkaitan dengan kualitas dan keanekaragaman pangan dalam berbagai penelitian.
Anak-anak pada khususnya, yang memperoleh nutrisi dari kawasan hutan di sekitar tempat mereka tinggal akan memiliki akses ke sumber makanan yang lebih sedikit ketika hutan di sekitar mereka hilang atau terdegradasi. Menurut penulis, tipe bentang alam ini berkontribusi pada keanekaragaman nutrisi melalui empat cara: jalur langsung (daging satwa liar dan makanan yang bersumber dari hutan); jalur agroekologi (kesuburan tanah, penyerbukan, pengendalian hama, dan jasa ekosistem lainnya yang mendukung produksi pertanian); jalur energi (kayu bakar untuk memasak); dan jalur pendapatan (hasil hutan menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat pedesaan).
Keragaman bentang alam – dengan ladang pertanian dan tutupan hutan – dapat menawarkan berbagai fungsi pemenuhan nutrisi. Hutan sekunder kerap kali menyediakan makanan yang tidak tersedia di hutan primer. Habitat tepi hutan mungkin memiliki lebih banyak spesies hewan dan tumbuhan, termasuk buah-buahan seperti jambu biji, sekaligus menjadi pintu bagi kegiatan berburu hewan. Petak pertanian dengan keanekaragaman hayati dapat menghasilkan lebih banyak produk yang kaya nutrisi dan merupakan sumber bagi sebagian besar produksi pangan di sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Cina. Laporan mencatat, menghargai peran penting bentang alam dapat membantu dalam mengintegrasikan berbagai aspek terkait ekosistem hutan, pepohonan, dan pertanian serta mendukung beragam pola diet.
“Bentang alam yang beragam dengan pepohonan dan hutan menyediakan habitat bagi berbagai spesies satwa liar, termasuk spesies penyerbuk yang membantu kegiatan pertanian,” kata Gergel. “Hutan yang berada di dekat sungai juga membantu dalam mencegah polutan masuk ke sungai dan saluran perairan. Oleh karena itu, hutan memiliki peran penting dalam penyediaan pangan yang selanjutnya mendukung kesehatan dan nutrisi manusia.”
Rumitnya hubungan antara hutan dan pola diet membutuhkan pemahaman yang lebih tentang sumber makanan dan variasi musim. Buah, sayur, dan daging yang dibeli di pasar misalnya, seringkali berasal dari lokasi yang kurang jelas, apakah berasal dari hutan, ladang pertanian, atau berasal dari negara lain. Kurangnya informasi ini menghalangi upaya mengidentifikasi kontribusi bentang alam terhadap nutrisi. Demikian pula, variasi musim memengaruhi ketersediaan dan konsumsi makanan dari hutan, dan menghadirkan kesenjangan pengetahuan untuk penilaian asupan makanan. Dengan demikian, peningkatan metrik keragaman diet juga diperlukan untuk menilai kontribusi nutrisi dari bentang alam yang ada, menurut makalah tersebut.
Dari perspektif teknologi, penulis merekomendasikan penggunaan citra spasial beresolusi tinggi dari satelit untuk meningkatkan pemantauan serta pemetaan hutan dan pepohonan untuk lebih mengkarakterisasi keanekaragaman bentang alam yang ada. Penelusuran mendetail seperti petak kecil pohon penghasil buah misalnya, dapat membantu proses perencanaan nutrisi. Melacak sisa-sisa tutupan hutan juga sangat membantu mendorong inisiatif konservasi dan restorasi, yang dapat terjadi pada tipe bentang alam yang sama di mana keamanan pangan menjadi perhatian.
“Kemajuan luar biasa dalam pengembangan citra satelit beresolusi tinggi akan merubah pemahaman kita tentang hutan dan perannya bagi pemenuhan nutrisi,” kata Gergel. “Pohon buah-buahan yang merupakan sumber penting vitamin A misalnya, dapat dipetakan dari luar angkasa. Pemanfaatan citra satelit juga dapat membantu dalam memprediksi dan melacak ketepatan waktu puncak kesuburan vegetasi dan kondisi kekeringan dengan tingkat detail tinggi. Hal ini dapat membantu kami dalam memahami perubahan musiman pada sumber makanan hutan yang kemungkinan besar tersedia di lapangan.”
Bentang alam berhutan dapat memainkan peran penting dalam memerangi “kelaparan tersembunyi” jika diintegrasikan ke dalam strategi pengentasan kemiskinan dan nutrisi. Konservasi keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan tata guna lahan, pertanian, kesehatan manusia, dan nutrisi dipengaruhi oleh keanekaragaman bentang alam. “Dengan mengenali kebutuhan yang mendesak ini, para pemangku kebijakan dapat mengadopsi sistem pendekatan ketahanan pangan dan gizi yang memiliki dampak lebih besar di negara berkembang,” tutup Gergel.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org