Berita

Masa hidup pohon cepat tumbuh yang lebih singkat dapat menurunkan kapasitas tujuan perubahan iklim

Pohon cepat tumbuh berlawanan dengan panjangnya umur pohon
Bagikan
0
Potret persemaian Fabaceae yang merupakan jenis pohon cepat tumbuh. Foto oleh: Ahtziri Gonzalez/CIFOR

Bacaan terkait

Pohon-pohon yang tumbuh cepat memiliki masa hidup lebih singkat, dan berkonsekuensi negatif terhadap kemampuannya membantu melindungi bumi dari perubahan iklim, demikian menurut sebuah penelitian terbaru dalam Nature Communications.

Pepohonan menyerap karbon dioksida saat bertumbuh. Namun, penelitian terbaru yang dipimpin Universitas Leeds menunjukkan bahwa pohon yang cepat tumbuh akan mati lebih cepat, dan akibatnya tidak lagi yang dapat berperan sebagai penyerap karbon, terlepas dari spesies atau jenis ekosistem tempat pohon ditanam.

Pada kondisi iklim yang lebih hangat, pohon dapat tumbuh lebih cepat dan mencapai tinggi maksimalnya, yang cenderung meningkatkan peluang untuk mati, kata Roel Brieen kepada koran Guardian Inggris.

Penelitian menunjukkan, meski pohon bisa tumbuh lebih cepat seiring dengan peningkatan temperatur akibat perubahan iklim, mereka juga menyimpan karbon lebih sedikit karena mati lebih cepat.

Penelitian menyatakan, banyak model perubahan iklim yang ada memberikan nilai lebih pada pemanfaatan hutan sebagai simpanan karbon untuk menyerap karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil, bisa berlebihan dalam proyeksi manfaatnya. Para ilmuwan mengamati bahwa pohon yang tumbuh lebih lambat memiliki sifat yang lebih memungkinkan mereka bertahan.

“Penelitian ini lebih mendukung argumen, bahwa daripada fokus pada restorasi hutan dan bentang alam semata, kita seharusnya juga berupaya dan mengelola hutan yang kita miliki secara lebih berkelanjutan dengan secara hati-hati merencanakan apa, bagaimana dan di mana melakukan penanaman kembali,” kata Terry Sunderland, ilmuwan senior mitra Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan guru besar di Fakultas Kehutanan di Universitas British Columbia Kanada.

“Ini sebuah titik perdebatan, ketika banyak negara membuat deklarasi besar-besaran mengenai seberapa banyak hutan atau pohon yang akan mereka tanami kembali, dalam kondisi laju deforestasinya sangat tinggi,” tambah Sunderland, yang tidak terlibat dalam penelitian, namun telah melakukan penelitian lain mengenai kapasitas penyimpanan karbon hutan.

“Pada dasarnya, ini adalah semacam upaya sistematis mengganti sistem alami dengan sistem buatan manusia, yang tidak dapat mengganti kerusakan akibat emisi bahan bakar fosil.”

The Guardian melaporkan, para ilmuwan meneliti data dari lebih 200.000 sampel lingkar pohon yang mewakili 110 spesies pohon di seluruh benua kecuali Afrika dan Antartika.

Menanam pepohonan dan menjaga tegakkan hutan dipandang sebagai cara krusial dalam kotak amunisi untuk melawan perubahan iklim.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Terry Sunderland di t.sunderland@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org