Semenjak Bob Repeto dan Malcolm Gillis menerbitkan bukunya yang berbau klasik ’Public Policies and The Misuse of Forest Resources’ pada tahun 1988, maka bekerja sebagai penasehat dalam bidang kebijakan kehutanan memerlukan sedikit bakat yang mengagumkan. Secara mudah dengan berulang-ulang menyebutkan mantra: ’menghentikan larangan ekspor kayu bulat, mendapatkan uang sewa dari sumber daya, memberikan jangka waktu pengusahaan yang lama, dan diperlukannya persyaratan membuat rencana pengelolaan’ maka seseorang dapat yakin bahwa mereka sudah memberikan yang nasehat terbaik bagaimana untuk membelanjakan uangnya. Tidak begitu dipermasalahkan bahwa tidak ada satupun negara tropis yang akan pernah mencapai pengelolaan hutannya secara lestari jika mengikuti nasehat tersebut. Beberapa orang meragukan hal tersebut bahwa dengan cara memperoleh harga yang sebenarnya, memberikan jaminan status kepemilikan, dan sedikit mengetatkan peraturan pada saat ini lalu Anda merasa dapat melakukannya semuanya dengan benar.
Hal itu terjadi sebelum Chriss Barr menulis ’Will HPH Reform Lead to Sustainable Forest Management? Questioning the Assumptions of the Sustainable Logging Paradigm in Indonesia’ untuk WWF-International’s Macroeconomic Program Office dan CIFOR. Kajian yang dilakukan Barr menggunakan contoh upaya pemerintah yang dilakukan saat ini dalam mereformasi kebijakan pengusahaan hutan di Indonesia. Kajian ini ditujukan untuk mengangkat sebuah pertanyaan yang mendasar tentang asumsi penting yang menjadi penyebab utama lahirnya pemikiran saat ini tentang reformasi kebijakan hutan.
Sampai saat ini, para analis secara umum menganggap bahwa menghentikan larangan ekspor dan meningkatkan royalti kayu untuk memperoleh uang sewa dapat meningkatkan biaya produksi kayu perusahaan logging dan pabrik pemrosesan serta menyebabkan mereka bekerja secara lebih efisien. Jika Anda menurunkan limbah hutan dan pabrik maka Anda memerlukan lebih sedikit kayu untuk memperoleh produk dalam jumlah yang sama, dan mereka mengatakan bahwa hal ini akan membantu menyelamatkan hutan. Meskipun demikian, Barr menunjukkan bahwa memproduksi kayu bulat jenis komersial dengan diameter lebih besar dengan biaya lebih mahal akan mendorong para pengusaha perkayuan dan pabrik pemrosesan untuk mengadopsi teknologi yang dapat memanfaatkan kayu bulat diameter kecil dan juga dari jenis non-komersial. Ini akan mengancam kawasan hutan yang cukup luas yang sebelumnya para pengusaha hanya menganggap bahwa hutan tersebut memberikan nilai marjinal. Barr mengangkat kasus yang terjadi di Indonesia dengan diterapkannya penggunaan mesin putar kumparan kecil oleh banyak perusahaan plywood. Dia menunjukkan bahwa menurunkan pajak ekspor juga menguntungkan perusahaan untuk memanen kayu lebih banyak lagi dari hutan – hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh mereka.
Menyangkut isu jangka waktu pengusahaan dan rencana pengelolaan, Barr menunjukkan bukti bahwa satu-satunya cara perusahaan untuk memperoleh keuntungan saat memanen hutan pada rotasi ke dua adalah jika mereka melakukannya secara ilegal dan/atau dengan cara yang tidak lestari. Hal ini juga terjadi pada beberapa kawasan hutan yang belum ditebang dengan nilai kayu yang rendah. Pengelolaan hutan lestari untuk produksi kayu komersial seringkali tidak menarik secara ekonomis. Itulah sebabnya mengapa praktek penebangan secara ilegal dan tidak lestari masih dilakukan di mana-mana. Dengan kondisi tersebut tidak ada perubahan terhadap jangka waktu pengusahaan maupun peraturan kehutanan yang dapat meyakinkan perusahaan untuk mengelola hutannya secara lestari. Untuk melakukan pengelolaan secara lestari maka mereka harus menjalankan operasi dengan tanpa mendapatkan keuntungan atau merugi.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Bacaan lebih lanjut
Untuk mengirimkan tanggapan kepada penulis, silahkan hubungi Chriss Barr di : cbarr@cgiar.orag