Indonesia adalah salah satu produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia, mengolah kurang lebih 33 juta ton sawit di tahun 2016. Tanpa perlu diragukan lagi, industri kelapa sawit adalah salah satu industri yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia. Diperkirakan di tahun 2011 perkebunan kelapa sawit menyokong perekonomian 1,46 juta rumah tangga, berkontribusi terhadap dampak mata pencaharian jutaan rakyat Indonesia.
Kebijakan pemerintahan saat ini bertujuan merevitalisasi perkebunan kelapa sawit skala kecil dengan meningkatkan efisiensi produsen kecil, mengurangi kesenjangan produktivitas antara produsen skala kecil dan produsen skala besar termasuk perkebunan, termasuk meningkatkan pendapatan petani. Target ini sejalan dengan agenda lebih luas yaitu pengurangan kemiskinan di pedesaan dan meningkatkan kesetaraan.
Perhatian para ilmuwan saat ini tengah terfokus pada efek sosial pertanian perkebunan. Sedangkan isu jender di perkebunan sawit berkelanjutan kerap kali dikesampingkan, termasuk peran penting perempuan sebagai pekerja perkebunan, petani-petani kecil dan anggota integral masyarakat setempat.
Untuk menjelaskan masalah ini, para ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), Universitas Brighton, Universitas Indonesia, dan Rights and Resources Initiative (RRI) melakukan penelitian di kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dan kabupaten Silat Hilir di Kalimantan Barat. Metode yang digunakan meliputi survei rumah tangga dan wawancara dengan para pemangku kepentingan (para perempuan yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, sektor korporasi, auditor sosial terakreditasi dan lembaga sertifikasi, termasuk LSM untuk bersama-sama menyuarakan peningkatan hak dan pemberian layanan bagi masyarakat setempat).
Hasil penelitian dirangkum di publikasi Infobrief terbaru menawarkan rekomendasi bagi organisasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk mengembangkan sejumlah mekanisme guna mengatasi ketidaksetaraan jender dalam industri kelapa sawit dan menawarkan pembelajaran standar sertifikasi lain-lain seperti dari Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Menurut para ilmuwan, prinsip dan kriteria (P&C), pedoman dan mekanisme audit standar RSPO belum spesifik terkait jender. Isu jender sering dikelompokkan sebagai bentuk diskriminasi, atau dalam kata lain, dipandang sebagai masalah rumah tangga atau masalah komunal, sehingga telah melampaui batas-batas standar sertifikasi.
Terkait dengan isu tersebut, CIFOR mengadakan sebuah dialog kebijakan antar pemangku kepentingan bertema “ Tata aturan industri kelapa sawit bagi kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan”, di Jakarta, 3 Maret 2017 untuk memulai inisiasi tindakan terhadap kesenjangan jender di industri kelapa sawit.
“Kami tidak ingin riset ini hanya menjadi laporan yang hanya tersimpan di koleksi rak buku,” ungkap Dr. Bimbika Sijapati-Basnett, Ilmuwan dan Koordinator Jender CIFOR. “Harapan kami hal ini dapat meningkatkan kesadaran isu jender dalam industri kelapa sawit berkelanjutan termasuk memastikan perlindungan hak-hak perempuan.”
*CIFOR akan merilis penelitian berdasarkan riset terbaru yang didanai RRI-USAID di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org