Kisah-kisah penyelamatan orangutan
Dalam perayaan Hari Satwa Liar Dunia PBB dengan tema ‘Dengarkan Suara Generasi Muda’, Forum Bentang Alam Global mengadakan LIVE Twitter Q & A , 3 Maret 2017. Mari bergabung dengan hashtag #ThinkLandscape dan ikuti perbincangan di akun @CIFOR_Hutan dan @GlobalLF.
Di lahan basah Kalimantan, para peneliti mengungkap persekutuan tak terduga dalam upaya penyelamatan orangutan: cerita rakyat.
Sebuah studi kasus di lahan basah Danau Sentarum, Kalimantan Barat menemukan bahwa cerita yang beredar di masyarakat berperan penting dalam konservasi orangutan, dan hutan tempat mereka hidup.
Penelitian menunjukkan bahwa jumlah orangutan tertinggi ditemukan di wilayah yang tidak hanya di wilayah yang memiliki kondisi habitat baik, tetapi juga tempat di mana kelembagaan informal memegang peranan besar.
“Ada kaitan erat antara sistem pengetahuan tradisional dan kondisi ekosistem,” kata ketua peneliti, Linda Yuliani. “Dan hal ini berimplikasi pada konservasi satwa liar.”
Di beberapa wilayah, institusi informal, seperti aturan adat, bisa lebih berdampak daripada legislasi formal. Menurut Yuliani, sangat sedikit responden penelitian mengetahui aturan dan sanksi terkait konservasi orangutan, namun sebagian besar responden malah mengetahui dan menghormati kepercayaan tradisional dan pantangan.
Sejalan dengan langkah pemerintah Indonesia melimpahkan hak atas hutan adat kepada masyarakat adat, temuan seperti ini akan menjadi bagian esensial dalam mendesain kebijakan yang efektif, dengan memasukkan pengetahuan tradisi.
SALING MENYALAHKAN
Dalam cerita umum, masyarakat seringkali disalahkan karena memburu, mencuri dan membunuh orangutan, bersama dengan terhalangnya akses mereka pada sumber daya di wilayah hutan lindung.
Selama dekade terakhir, status orangutan Borneo berubah dari ‘terancam’ menjadi ‘terancam punah’ dalam Daftar Merah Spesies Terancam IUCN. Di Taman Nasional Danau Sentarum dan sekitarnya, penelitian tahun 2010 menemukan jumlah sarang orangutan turun 55%, dari 264 sarang pada 2001 menjadi hanya 147 pada 2010 dalam kurang dari satu dekade.
Di Taman Nasional Danau Sentarum dan sekitarnya, penelitian 2010 menemukan jumlah sarang orangutan Borneo (Pongo spp.) itu turun 55%, dalam kurang dari atu dekade, dari 264 sarang pada 2001 menjadi hanya 147 sarang pada 2010. Kini, orangutan termasuk kategori ‘terancam punah’ dalam Daftar Merah Spesies Terancam IUCN.
Di Indonesia, orangutan dilindungi oleh undang-undang, namun dalam banyak kasus, habitatnya tidak. Peraturan perencanaan pemanfaatan lahan yang lebih mendukung proyek pembangunan skala besar memicu deforestasi dan konversi lahan untuk pertambangan, perkebunan kayu dan sawit.
Kebakaran, pembalakan ilegal, dan dampak perubahan iklim turut merusak habitat orangutan yang ada. Sementara pencurian, perburuan dan perdagangan ilegal diuntungkan oleh lemahnya penegakkan hukum.
Penelitian Yuliani dan timnya menunjukkan bahwa orangutan lebih terlindung di wilayah yang mempraktikkan kepercayaan dan pantangan tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal adalah sekutu dalam upaya konservasi. Temuan ini mendorong kolaborasi, pemahaman dan saling menghormati di antara institusi formal dan informal.