Berita

Restorasi bentang alam hutan: Pembelajaran dari Amerika Latin

Wawancara dengan Manuel Guariguata, CIFOR Principal Scientist dan Team Leader program Pengelolaan Hutan dan Restorasi
Bagikan
0
Foto udara menunjukkan kontras antara bentang alam hutan dan pertanian di dekat Rio Branco, Brasil. Kate Evans/CIFOR

Bacaan terkait

Wawancara ni adalah adalah bagian II dari seri restorasi bentang alam hutan bertepatan dengan IUCN World Conservation Congress, yang diselenggarakan 1-10 September lalu di Hawaii, Amerika Serikat.

Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) tampil dalam berbagai panel dan sesi di kongress tersebut. Partisipasi CIFOR merupakan bagian dari kemitraan KNOWFOR dengan Program Bank Dunia tentang Hutan (PROFOR) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN), yang didanai oleh Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID).

Manuel Guariguata, CIFOR Principal Scientist dan Team Leader, berbagi informasi dengan Kabar Hutan mengenai topik restorasi bentang alam hutan:

Apa yang diteliti oleh CIFOR tentang restorasi bentang alam hutan di Amerika Latin?

Tahun 2014 kami melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi dengan restorasi bentang alam hutan selama sepuluh tahun terakhir di Kolumbia. Mengapa kami memilih Kolumbia? Kolumbia cukup maju dalam praktik restorasi ekologi, dan sudah mempunyai banyak akumulasi pengalaman yang belum dipelajari bersama-sama. Sejak tahun 1980-an, Kolumbia menerapkan serangkaian proyek restorasi ekologis, termasuk mempunyai komitmen untuk merestorasi satu juta hektare pada 2020 di bawah Inisiatif 20×20 dari World Resources Institute.

Komitmen pemantauan restorasi ekologi sebenarnya dapat dilakukan campuran berdasarkan bukti “atas-bawah” dan “bawah-atas,” dan tidak selalu mengandalkan satelit penginderaan jarak jauh

Manuel Guariguata

Kami mengumpulkan bahan dari lebih 100 proyek pemerintah, LSM dan akademisi, serta mengkaji secara seksama perubahan dan tantangan praktik tersebut. Apa aspek dan tujuan utama restorasi ekologis? Di mana restorasi itu dilakukan? Apa yang hilang dalam hal akses informasi publik? Siapa penyandang dana utama? Bagaimana proyek tersebut dipantau?

Pada saat itu pemerintah tengah menyusun rencana restorasi nasional, jadi pada saat yang tepat, pemerintah memasukkan beberapa temuan kami ke dalam strategi restorasi. Penetapan Keragaman Hayati Kolombia 2015 juga sangat banyak mengambil  hasil asesmen kami pada tahun 2014,  termasuk pula bagian mengenai kebutuhan dan peluang restorasi.

Kini kami mereplikasi upaya tersebut di Meksiko. Meksiko adalah negara yang secara sosial dan ekologi sangat besar dan beragam, jadi ini cukup menantang. Sejauh ini Meksiko belum memiliki rencana restorasi nasional, tetapi dalam konteks komitmen restorasi global –  Tantangan Bonn, Inisiatif 20×20 WRI – Meksiko telah berjanji merestorasi 8,2 juta hektare lahan terdegradasi pada tahun 2020.

Ikrar itu merupakan yang terbesar di Amerika Latin – apakah Meksiko dapat mencapainya, itu lain soal  – tetapi ini merupakan komitmen besar, jadi penting untuk melakukannya secara benar, dan dilaksanakan berdasar pada bukti.

Temuan dari kajian pemetaan kami di Meksiko akan mengisi celah besar perbedaan pengetahuan dan teknis yang dapat digunakan lembaga pemerintah dalam menyusun rencana.

Pelajaran apa yang dapat dipetik negara lain dari pengalaman Kolombia?

Kekurangan utama yang kami temukan di Kolombia adalah lemahnya pelaksanaan pemantauan proyek, atau pemantauan hanya dirancang untuk jangka pendek – padahal restorasi ekologis adalah upaya jangka panjang. Perlu diketahui bahwa pemantauan itu penting untuk dapat mengukur keberhasilan; dan ketika gagal, perlu dilakukan penyesuaian.

Misalkan sebuah perusahaan berkomitmen merestorasi daerah aliran sungai untuk meningkatkan kualitas air bagi pengguna di hilir. Apa yang kami temukan adalah ketidaksesuaian antara tujuan restorasi dan variabel pemantauan yang diperlukan untuk menilai apakah segala sesuatunya berjalan baik atau tidak.

Budaya pemantauan masih sangat perlu didorong dan ditingkatkan, tidak hanya di Kolombia, tetapi seluruh wilayah tersebut.

Kini kami melakukan lebih banyak penelitian restorasi di Kolombia berdasar pada hukum offset keragamanan hayati negara itu. Hukum itu mewajibkan sektor swasta dan pemerintah memberi kompensasi atas kerusakan akibat pembangunan infrastruktur melalui restorasi hutan di tempat lain.

Kami menilai sejauh mana restorasi dirancang dengan baik, dari segi efektivitas dan efisiensinya. Misalnya, sebuah perusahaan berpotensi memilih lahan terdegradasi, menanam pohon, dan kemudian pergi –apa yang terjadi jika setelah tiga tahun pepohonan mati? Apakah mereka tetap dinilai telah melakukan restorasi? Apakah indikator keberhasilan telah ditentukan? Berapa periode waktu untuk klaim area tertentu telah direstorasi?

Dengan kata lain, standar yang jelas dan akuntabel diperlukan. Saat ini, kami melakukan investigasi terhadap masalah ini.

Bagaimana menyempurnakan pemantauan?

Memantau ikrar restorasi ekologis tidak lantas harus bergantung sepenuhnya pada penginderaan satelit jarak jauh – ini dapat dilakukan dengan menggabungkan bukti “atas-bawah” dan “bawah-atas”. Restorasi lebih dari sekadar jumlah pohon ditanam.

Jika sebuah negara berjanji merestorasi beberapa juta hektar pada 2020, bagaimana mengukurnya? Apakah hanya dari luar angkasa, menggunakan satelit untuk melihat peningkatan tutupan hutan? Atau jika ada proyek di tingkat lokal, bagaimana melibatkan masyarakat dan membangun rasa memiliki terhadap proses tersebut?

Inilah alasan kami mengalokasikan sebagian dana dari DFID untuk kajian global “apa yang berhasil dan apa yang tidak” dalam pemantauan partisipatoris restorasi bentang alam hutan.

Meski kami berharap kajian ini kuat secara ilmiah, kajian ini tidak akan menjadi publikasi akademis – kami ingin memanfaatkannya untuk mendiseminasi pesan pada praktisi dan pengembang proyek. Kajian ini bekerjasama dengan International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan akan siap pada awal tahun 2017.

Selama ini, IUCN menjadi pendorong utama agenda restorasi global. Tahun ini, mereka menerima hibah Global Environmental Facility (GEF) untuk mengimplementasikan proyek baru bertema Inisiatif Restorasi. Inisiatif ini diresmikan pada Kongres Konservasi Dunia di Hawai’i. CIFOR akan memimpin implementasi salah satu proyek yang menjadi bagian dari inisiatif tersebut di Tanzania.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Restorasi Bentang alam

Lebih lanjut Restorasi or Bentang alam

Lihat semua