Luas hutan mangrove mungkin hanya 0,5 persen dari keseluruhan area tepi pantai di seluruh dunia, namun amat keliru untuk mengecilkan peran andil hutan mangrove dalam mitigasi perubahan iklim.
Temuan terbaru dari Vietnam, hutan mangrove di negara ini yang telah direstorasi memperkuat kebenaran akan peran mangrove.
Riset yang melakukan penilaian penyimpanan karbon di lokasi-lokasi restorasi mangrove di Vietnam merupakan penelitian bersama antara Universitas Nong Lam (Vien Ngoc Nam) sebagai tuan rumah, Pusat Penelitian Kehutanan Internasional atau CIFOR (Daniel Murdiyarso, Joko Purbopuspito, dan Sigit Sasmito), dan US Forest Service (Richard MacKenzie).
“Vietnam adalah pilihan alami untuk studi ini: Vietnam merupakan rumah dari kawasan mangrove terbesar di Delta Mekong, dan banyak hutan mangrove di kawasan ini telah ditanam-ulang akibat kerusakan rusak berat perang Vietnam,” ujar Sigit Sasmito, seorang peneliti di CIFOR.
Plot-plot riset berlokasi di total sembilan plot di Can Gio Mangrove Biosphere Reserve (CGMBR) dan Kien Vang Protection Forest (Hutan LIndung Kien Vang/KVPF).
Dalam riset ini para peneliti membandingkan struktur vegetasi, biodiversitas dan penyimpanan karbon di dua lokasi pemulihan: mangrove yang ditanam di Can Gio Mangrove Biosphere Reserve dan yang teregenerasi secara alamiah di Hutan Lindung Kien Vang.
Terletak dekat Ho Chi Minh City, Can Gio Mangrove Biosphere Reserve terdiri atas 31.000 hektar mangrove yang ditanam. Selama Perang Vietnam (1964–1970), cagar alam tersebut disemprot dengan bahan kimia toksik, mengakibatkan 57% hutan mangrove rusak parah.
Di tahun 1978, pemerintah Vietnam meluncurkan program reforestasi di area tersebut. Sedikitnya 20.000 hektar hutan mangrove ditanami dengan 35 spesies mangrove antara tahun 1978 dan 1998.
Hutan Lindung Kien Vang yang terletak di provinsi Ca Mau, membentang seluas 11.274 hektar, 8.404 hektar di antaranya telah ditetapkan sebagai area perlindungan mangrove. Kawasan ini juga mengalami degradasi masif selama perang. Hutan-hutannya mengalami regenerasi alami, tanpa intervensi manusia.
POTENSI SETARA
“Temuan kami menyiratkan bahwa perbedaan pendekatan restorasi, baik buatan atau regenerasi alami , tidak mempengaruhi kapasitas bakau untuk menyerap karbon,” kata Sigit Sasmito.
Temuan kami menyiratkan bahwa perbedaan pendekatan restorasi, baik buatan atau regenerasi alami , tidak mempengaruhi kapasitas bakau untuk menyerap karbon.
Menurut studi ini, mangrove yang ditanam di cagar alam Can Gio memiliki 889 ±111 ton karbon per hektar, sangat mendekati hutan mangrove teregenerasi di KVPF, yang memiliki total 844 ±58 hektar karbon per hektar.
” Temuan ini mengejutkan karena kami berhipotesis bahwa pendekatan restorasi mangrove yang berbeda akan menghasilkan kapasitas penyerapan karbon yang berbeda, ” kata Sigit Sasmito.
Berbagai proyeksi masa depan penelitian ini sampai pada kesimpulan yang sama: Setelah 35 tahun, hutan mangrove baik yang ditanam atau mengalami regenerasi alami akan memiliki tingkatan karbon yang sama.
Menurut Sigit Sasmito, penelitian ini mendukung himbauan kuat bagi pemulihan mangrove di seluruh dunia, dengan memberi bukti bahwa restorasi mangrove dapat meningkatkan mitigasi perubahan iklim melalui penyimpanan karbon.
Riset CIFOR terbaru menemukan bahwa 2,9 juta hektar hutan mangrove Indonesia menyimpan sekitar 3,14 miliar ton karbon – suatu kontribusi besar bagi pengurangan emisi, bila hutan-hutan mangrove tetap dipertahankan.
“Penelitian kami mendukung temuan-temuan sebelumnya bahwa ekosistem mangrove menyimpan jumlah karbon signifikan – sampai dengan 5 kali lebih banyak dari hutan tropika,” ujar Sigit Sasmito.
“Hal ini signifikan untuk berbagai strategi mitigasi perubahan iklim global,” tambahnya.
“Mangrove dengan dua atau lebih ekosistem lahan basah lainnya, misalnya rumput laut dan rawa garam, dirujuk sebagai ‘karbon biru’,” jelas Sasmito.
Dalam pengertian keanekaragaman hayati, studi tersebut menemukan bahwa restorasi plot-plot mangrove memiliki jauh lebih banyak keanekaragaman spesies mangrove, dengan 15 spesies mangrove sejati dibandingkan dengan hanya 12 spesies di area yang mengalami regenerasi alami.
“Hal ini karena lokasi mangrove yang diregenerasi secara artifisial lebih sering mendapat introduksi spesies baru dibandingkan dengan lokasi yang teregenerasi secara alamiah, di mana introduksi spesies merupakan bagian dari pengelolaan dan pemantauan intervensi mangrove,” Sasmito menerangkan.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org