Berau, Kalimantan Timur memulai inisiatif pembangunan hijau dan menjadi subyek penelitian Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). Wilayah ini merupakan tempat populasi orangutan terbesar di dunia, selain owa, bekantan, beruang berkalung dan lebih dari 80 tanaman langka. Foto James Maiden/CIFOR
Uang sejumlah 100 juta dolar AS di rekening bank membuatnya bebas.
Tidak ada alasan kuat mengapa Labora Sitorus, seorang polisi di Sorong, provinsi Papua Barat Indonesia, bisa menjadi kaya raya.
Setelah diselidiki, Sitorus memiliki pendapatan sampingan – hasil penebangan ilegal.
Pada 2013, polisi menangkap 115 kontainer merbau, kayu tropis yang dilindungi dan langka – ditebang secara ilegal, dikapalkan dari Sorong menuju Tiongkok – diperkirakan harga jualnya 20 juta dolar AS.
Polisi juga menemukan 400.000 liter bahan bakar selundupan dalam perahu atas nama Sitorus.
Dan kemudian, investigasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK) Indonesia mengungkap bahwa Labora telah membayar hingga 1 juta dolar AS untuk menyuap pejabat polisi lokal, regional dan nasional hanya dalam tiga bulan – dan lebih dari 127 juta dolar transaksi mencurigakan melewati rekening bank-nya dalam lima tahun terakhir.
Sitorus awalnya divonis 2 tahun penjara dan denda 4.000 dolar AS. Tetapi sidang Mahkamah Agung tahun lalu menyatakan dia bersalah atas penebangan ilegal, penyelundupan BBM dan pencucian uang, serta mengirimnya ke penjara selama 15 tahun.
Kasus ini adalah contoh peran integral bank dan penyedia layanan keuangan dalam memfasilitasi kejahatan lingkungan – dan menunjukkan bagaimana pemantauan kelayakan dapat membantu menghentikannya, demikian menurut penelitian baru.
PENDANAAN, ORGANISASI DAN KORUPSI
“Ada masalah mengakar di sektor kehutanan: kejahatan terburuk seringkali melibatkan pelaku yang dengan mudah melepaskan diri,” kata Jacob Phelps, ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan salah seorang penulis laporan penelitian ini.
Hukum cenderung tajam menghadapi kalangan kecil yang ditemukan dengan kapak atau korek api di tangan …tetapi bukan bosnya, bukan orang yang menaruh uang atau politisi yang mengangkangi kayu atau konsesi pertanian ilegal
“Hukum cenderung tajam menghadapi kalangan kecil yang ditemukan dengan kapak atau korek api di tangan, tetapi tidak pada mereka yang mengeruk keuntungan terbesar dari ilegalitas – bukan bosnya, bukan orang yang menaruh uang atau politisi yang melindungi kayu atau konsesi pertanian ilegal.”
Para ‘aktor intelektual’ – yang bertanggungjawab dalam pendanaan, organisasi atau korupsi yang memungkinkan adanya aktivitas lingkungan ilegal – bergantung pada layanan sektor finansial saat menyimpan keuntungan, mengeluarkan dan menerima pembayaran, serta mencuci uang.
“Berlangsungnya penggundulan hutan, penebangan ilegal dan perdagangan satwa liar yang kita saksikan hari ini tidak akan terjadi tanpa sektor finansial,” kata Phelps.
Ada peningkatan momentum dalam sektor perbankan global menuju komitmen keberlanjutan sukarela – seperti terlihat pada konferensi London yang diselenggarakan CIFOR, kata Sophia Gnych, peneliti CIFOR yang juga menulis penelitian ini.
BACA PENELITIANNYA:
Tetapi pendekatan sukarela kurang berdampak jika bank mengijinkan masuknya mereka yang melakukan kejahatan lingkungan untuk terus menggunakan layanannya.
“Struktur legal membuat kebijakan sukarela lebih berdasar dan memberi investor keberlanjutan kerangka solid untuk diikuti,” kata Gnych.
“Umumnya inisiatif sukarela harus berjuang keras untuk bertahan dan berkembang tanpa dukungan legal – Anda perlu wortel dan kayu sekaligus.”
PELAJARAN DARI PENGEDAR NARKOBA DAN TERORIS
Jadi apa yang bank – dan pemerintah sebagai regulator – dapat lakukan untuk menangkap “ikan besar” yang memetik keuntungan dari penebangan ilegal dan kejahatan hutan lain?
Struktur legal membuat kebijakan sukarela lebih bergigi dan memberi investor berkelanjutan kerangka kokoh untuk diikuti
Jacob Phelps menyatakan bahwa sejumlah alat berguna seperti protokol ‘uji kelayakan pelanggan’ yang dirancang untuk mengatasi pencucian uang sebagai bagian regulasi ‘ketahui pelanggan anda’ sudah ada di banyak negara.
Hal ini mendorong penyedia jasa finansial secara independen memverifikasi identitas pelanggan dalam mengincar pendanaan terorisme dan perdagangan obat terlarang.
Regulasi serupa diperlukan, kata Phelps, untuk mendeteksi pencucian uang terkait aktivitas ilegal hutan.
“Jika bank bisa tidak membantu pendanaan terorisme, mengapa bank membantu penebang liar untuk menebang secara ilegal atau membantu investor sawit menggunduli lahan untuk perkebunan secara ilegal, atau membayar suap untuk konsesi ilegal?” katanya bertanya.
“Tidak perlu membuat alat baru – ini soal mengembangkan cakupan ke masalah lingkungan.”
Indonesia sudah melakukan pengaturan kelembagaan untuk ini, katanya, dan ada beberapa contoh terpisah ini sudah digunakan.
Negara ini juga telah memiliki regulator independen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menempatkan keberlanjutan secara serius.
Tetapi tantangannya banyak.
MAU DAN BISA. TAPI MAMPUKAH?
Untuk memenuhi persyaratan protokol uji kelayakan, penyedia jasa finansial perlu informasi terbaru mengenai izin, batas konsesi, dan kepemilikan lahan – informasi yang tidak selalu tersedia dari badan pemerintah Indonesia atau otoritas regional terdesentralisasi di wilayah pinggir kepulauan.
Dan menginvestigasi penyimpangan di sektor kehutanan membutuhkan pengetahuan khusus – mulai dari sistem perizinan, pemantauan pencucian uang hingga teknologi GIS untuk menjejak deforestasi ilegal.
“Satu hambatan terbesar implementasi alat ini bukanlah kemauan melakukan, atau mengakui persyaratan legal – tetapi sebenarnya adalah kapasitas bank, dalam hal ini pelatihan sumber daya manusia untuk memahami alat ini, dan mengumpulkan data yang diperlukan,” kata Gnych.
Kita meminta pada elit berkuasa untuk membuat pilihan yang berdampak pada elit berkuasa – jadi ini tidak akan mudah
“Kapasitas adalah batu sandungan besar.”
Dan ada hambatan politik juga.
“Kita meminta pada elit berkuasa untuk membuat pilihan yang berdampak pada elit berkuasa – jadi ini tidak akan mudah,” kata Phelps.
Tetapi ia yakin di Indonesia, setidaknya publik masih memiliki selera besar untuk melawan segala bentuk korupsi.
Dan ini titik awal yang kuat dalam upaya menghentikan penjahat hutan seperti Labora Sitorus dan mitranya mencuri miliaran dari penebangan ilegal.
“Pesannya adalah kita tidak bisa hanya bergantung pada standar sukarela industri jasa finansial,” kata Phelps.
“Pada akhirnya kecil sekali minat bank mengadopsi panduan ketat mengenai siapa yang bisa berbisnis. Bank cenderung bukan regulator yang baik untuk dirinya – dan ini benar-benar menjadi sorotan bagi peran regulator perbankan.”
“Kita bisa mendukung bank dengan komitmen lingkungan sukarela – tetapi kita juga perlu menjaga kaki mereka dari api jika kita ingin mereka mengadopsi standar bermakna.”
“Kita perlu menggunakan semua alat di kotak alat bukan hanya satu atau dua saja.”
Untuk informasi lebih mengenai keterlibatan sektor perbankan dalam perang melawan korupsi silahkan hubungi Jacob Phelps di J.Phelps@cgiar.org atau Sophia Gnych di S.Gnych@cgiar.org
Penelitian ini dilakukan CIFOR sebagai bagian Program Penelitian CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Bacaan lebih lanjut
Deteksi pencucian uang dari perdagangan kayu ilegal sepatutnya menjadi kewajiban perbankan nasional. Sayangnya, peraturan yang mewajibkan sektor perbankan untuk mengadopsi panduan bisnis nasabah masih belum dijalankan sempurna.