BOGOR, Indonesia — Deklarasi Hutan New York 2014 menetapkan target ambisius: memotong separuh deforestasi pada 2020 dan membatasi sepenuhnya tahun 2030.
Namun seberapa mungkin deklarasi ini diterapkan? Siapa yang akan memikul beban terberat guna menjamin efektivitas — dan siapa yang akan menderita jika sebagian besar tidak berhasil?
Menjelang Konferensi Lahan dan Kemiskinan Bank Dunia, akan di hadiri oleh banyak penandatangan deklarasi, dua pakar Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) berdiskusi mengenai pelaksanaan deklarasi, khususnya mempertimbangkan industri minyak sawit di Indonesia.
- Saksikan video diskusi yang telah disunting di atas; seluruh video dapat disaksikan di akhir artikel. Di bawah ini transkrip diskusi.
Pertanyaan: Deklarasi Hutan New York tampak seperti rencana sangat ambisius menghentikan deforestasi. Apa aspek realistis deklarasi tersebut?
Steven Lawry, Direktur Penelitian Hutan dan Tata Kelola: Ya, tentu saja, deklarasi ditandatangani pemerintah, perusahaan swasta, LSM. Dan banyak beban atau tanggungjawab implementasi jatuh pada sektor swasta karena mereka adalah perusahaan besar yang memproduksi komoditas kunci, ekonomi global —seperti sawit, gula, daging sapi, dan lainnya. Dan sektor swasta yang paling terpapar dampak langsung dari bentang alam hutan. Dan jadi pertanyaan implementasi yang muncul benar-benar jatuh sebagian besar pada sektor swasta. Jadi, apa yang signifikan mengenai deklarasi adalah bahwa sejumlah besar perusahaan penting produsen komoditas di dunia menandatangangani.
Apa yang paling nyata tentang deklarasi ini yaitu sejumlah besar perusahaan penting produsen komoditas di dunia ikut menandatanganinya
Terdapat ambisi besar tujuan-tujuan yang ingin dicapai serta banyak masalah implementasi muncul. Kini, telah ada pengalaman lebih dari 10 atau 15 tahun di pihak perusahaan untuk mengurangi dampak pada hutan dalam praktik produksi pertanian mereka. Satu hal yang harus saya sebut adalah Memorandum Kedelai, ikrar nol-deforestasi di Brasil yang ditandatangani sejumlah perusahaan pada 2006 yang menghapus tambahan kehilangan hutan akibat produksi kedelai di perusahaan yang menandatangani perjanjian tersebut. Dan, tentu saja, insentif untuk perusahaan di sini adalah, dengan mendatangani perjanjian, mereka mendapat akses ke pasar kedelai global. Jika mereka tidak menandatangani, mereka bisa kehilangan akses.
Krystof Obidzinski, ilmuwan senior CIFOR: Kami berdiskusi tentang perjanjian yang tidak akan berlaku dengan segera, ini memberi kami waktu untuk penyesuaian pelaksanaan dan menempatkan kesesuaian tindakan. Aspek penting lain adalah para perusahaan yang membuat perjanjian ini, jika kami satukan, mewakili 60 hingga 70 persen rantai suplai global perdagangan sawit. Jadi kami berbicara tentang bagian signifikan sawit yang diperdagangkan secara global. Dan perusahaan-perusahaan ini berikrar nol deforestasi dalam, boleh dibilang, 15 tahun mendatang.
Perusahaan pembuat perjanjian ini mewakili kurang lebih 60 hingga 79 persen rantai suplai global perdagangan sawit.
… [Tetapi] apa implikasi bagi pemain lain di luar percepatan, sejumlah besar, pemain global pembuat komitmen? Dan inilah wilayahnya … yang kami rasa belum benar-benar dilihat atau diperiksa secara layak. Para perusahaan membuat ikrar; LSM menyukainya [tetapi] pemerintah tampak masih mencoba menemukan posisinya. Pertanyaan [mengenai] implikasi justru tertuju bagi pemain lain — pemain kecil – menengah, perusahaan lebih kecil, petani kecil.
Kami memiliki kekhawatiran awal bahwa pelaksanaan ikrar ini pada praktiknya bisa mengeluarkan atau mengesampingkan sebagian aktor skala kecil-menengah di sektor sawit. Dan hal ini terkait pembersihan rantai suplai, menjamin rantai suplai sawit bebas-deforestasi. Dan belajar dari pengalaman yang kami miliki di sektor kehutanan, melihat bagaimana mereka dikeluarkan di sektor kayu, kami lihat banyak kesejajaran kejadian mengesampingkan dan mengeluarkan pemain skala kecil-menengah. Jadi, saya pikir, perhatian kami adalah bagaimana menjamin bahwa minimalnya, hal ini tidak terjadi.
Pertanyaan: Mengingat ini deklarasi sukarela, apakah ada peran pemerintah yang telah menandatangani deklarasi untuk menjadi bagian proses memeriksa dan mengontrol?
Lawry: Hampir pasti semacam pertanyaan sosial-ekonomi muncul. Misalnya, jika sejumlah besar produsen kecil — apakah penanam sawit atau perusahaan pemasaran — dikeluarkan dari pasar ini, maka pertanyaan di mana mereka memasarkan produk mereka, apa kerugian harga yang mungkin dihadapi, apa konsekuensi bagi penghidupan dan pemasukan, bisa cukup signifikan. Dan kemudian muncul pertanyaan seputar pengaman, yaitu, bagaimana menjamin petani kecil dan lainnya yang sudah menggantungkan penghidupan dari kehutanan, bentang alam hutan atau pertanian dirugikan ketika berpartisipasi dalam pasar ini.
Jika sejumlah besar petani kecil dikeluarkan dari pasar ini, maka pertanyaannya … konsekuensinya bagi penghidupan dan pemasukan bisa cukup signifikan
Hal ini, sesungguhnya, semacam sertifikasi. Ini adalah proses yang belum terbuka dalam 30 tahun terakhir ketika produsen komoditas harus memenuhi persyaratan tertentu dengan alasan keberlanjutan, penggunaan lahan dan sumber daya, selain juga keberlanjutan sosial dan nilai. Hal tersebut telah diperkenalkan di tahap lanjut pengembangan sertifikasi. Di sinilah pertimbangan dampak sosial akan menjadi satu. … Konsumen akan memperhatikan hal ini karena penyebab perjanjian semacam ini telah ada di pasar.
Obidzinski: Konsumen yang membuat hal ini terjadi. Tetapi, tentu saja mereka tidak mau mendengar, Oh, sebagai hasil tekanan kami dan ikrar, kini petani kecil atau masyarakat desa, siapa pun, akan menderita akibat ekslusi. Jadi hampir pasti kelompok sosial dan LSM akan mendorong pemerintah, seperti di Indonesia saya yakin, memastikan ada pengaman untuk membantu petani kecil mempercepat adopsi tindakan sertifikasi di antara petani kecil.
Masih perlu dilihat bagaimana ini terjadi dalam konteks sawit. Kami bisa nantikan akan terdapat banyak tekanan pada pemerintah untuk memastikan tidak ada dampak besar yang merugikan petani kecil.
Pertanyaan: Penelitian seperti apa yang diperlukan untuk memastikan aspek deklarasi yang melibatkan deforestasi bisa bekerja?
Obidzinski: Dalam pendapat saya, satu bentuk dasar utama penelitian yang perlu diselesaikan—adalah bentuk penelitian yang sangat ingin kami lakukan — yaitu memahami lebih baik sektor skala kecil. … Kami berbicara mengenai perusahaan di mana pun mulai dari dua hektar hingga 150 hektar. Telah terjadi ledakan virtual perusahaan seperti itu di Indonesia dalam lima tahun terakhir.
Ketika kami berbicara mengenai sawit, orang membayangkan perkebunan monokultur skala besar, ribuan hektar, tetapi akhir-akhir ini terjadi pertumbuhan luar biasa dalam apa yang kami sebut sektor skala kecil. Terdapat beragam estimasi seberapa besar atau seberapa luas, seberapa banyak orang terlibat — beberapa statistik resmi menunjukkan kisaran 3 juta hingga 4 juta orang terlibat dalam sektor ini [di Indonesia]. Mungkin malah dua kali lipat.
Ketika kami berbicara mengenai sawit, orang membayangkan perkebunan skala besar, tetapi akhir-akhir ini terjadi pertumbuhan besar apa yang kami sebut sektor skala kecil
Terdapat beberapa bagian informasi dasar yang kami tidak miliki soal ini. … Bagaimana sebaran spasialnya? Bagaimana dinamika kerja sektor ini? Pendanaan di balik ini? Ekonomi politiknya? Praktik tata kelola dan kaitan ke rantai nilai, rantai suplai … semua ini perlu dipahami lebih baik untuk memahami bagaimana kami dapat melindungi petani dan penanam sawit skala kecil agar mereka tidak mendapat dampak buruk nol-deforestasi.
Pertanyaan: Dari perspektif pemerintah, apakah perlindungan petani kecil ini sangat penting?
Lawry: Setiap pemerintah pasti memperhatikan. Tetapi pemerintah memiliki kepentingan lain dalam perjanjian ini. Apa konsekuensinya bagi ketersegeraan pertumbuhan ekonomi, jika adopsi perjanjian berarti menurunnya produksi keseluruhan sawit di negara untuk diekspor? Pendapatan pemerintah lebih rendah dikaitkan dengan sektor ini, hasilnya mungkin lapangan kerja bersih makin berkurang.
Obidzinski: Terdapat beberapa kontradiksi serius. … Perasaan saya bahwa pemerintah Indonesia seperti terjebak di tengah. Di satu sisi, ya, mereka akan mendukung keberlanjutan agenda deforestasi nol. Di sisi lain, tentu saja mereka produsen dan penanam sawit teratas.
Jika kami lihat hukum Indonesia saat ini, tampaknya nol-deforestasi tidak mungkin diwujudkan
Dan juga terdapat kontradiksi jika kami melihat hukum Indonesia, seperti yang ada saat ini, tampaknya nol deforestasi tidak mungkin diwujudkan. Karena perusahaan secara legal didorong mengembangkan seluruh area konsesi menjadi area perkebunan. Dan mereka tidak diharapkan mengesampingkan wilayah tertentu. Hal itu merujuk pada kalimat peraturannya. Jadi sebagian kerangka kerja legal perlu diubah juga jika nol deforestasi hendak diimplementasikan seluruhnya secara efektif.
Pertanyaan: Kami mulai pembicaraan mendiskusikan seberapa realistis deklarasi ini, dan aspek-aspek yang lebih realistis dibanding yang lain. Bagaimana menilai deklarasi ini dianggap berhasil?
Obidzinski: Saya pikir satu ukuran lebih sederhana keberhasilan persis seperti apa yang dikatakan Steve sebelumnya — memantau kecepatan deforestasi di Indonesia. Saya maksud, tidak peduli bagaimana cara melihatnya, sawit adalah penyebab besar deforestasi. Terdapat penyebab lain, komoditas lain, tetapi sejauh ini sawit tertinggi. Jadi, jika terdapat kemajuan di wilayah ini, kami seharusnya melihat penurunan di keseluruhan kecepatan.
Lawry: Saya ingin mengatakan secara potensi betapa penting ikrar ini: Mereka mewakili kekurangan semacam karakterisasi elemen baru dalam arsitektur tata kelola hutan global. Secara tradisional, tata kelola hutan telah menjadi tanggungjawab negara. Tetapi dalam 20 atau 25 tahun terakhir — dan deforestasi nol sebagai ekspresi terbaru — kami melihat konsumer bersuara, dengan cara yang memiliki implikasi bagaimana hutan dimanfaatkan dan bagaimana produsen hutan diperlakukan dalam banyak, banyak cara.
Untuk informasi lebih mengenai penelitian CIFOR mengenai ikrar nol-deforestasi, silahkan hubungi Steven Lawry di s.lawry@cgiar.org atau Krystof Obidzinski di k.obidzinski@cgiar.org.
Penelitian CIFOR mengenai deforestasi merupakan bagian dari Program Penelitian CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Bacaan lebih lanjut
Promises to keep: Can private sector ensure success of zero-deforestation pledges?
The New York Declaration on Forests
New York Declaration on Forests elicits praise, concerns
Video: The New York Declaration on Forests: 5 top forestry experts respond
FACT FILE – Indonesia world leader in palm oil production
Brazil’s Soy Moratorium: Supply-chain governance is needed to avoid deforestation