BOGOR, Indonesia (2 November, 2012)_Mengakhiri deforestasi telah menjadi tujuan politis utama selama sekian dasawarsa, bahkan abad – sebuah ambisi yang belum terpenuhi serupa halnya dengan upaya mewujudkan perdamaian dunia dan memberantas kelaparan global. Tantangan ini telah menjadi perhatian sejak lima tahun terakhir karena terjadinya perubahan iklim dan adanya fakta bahwa hutan menyimpan sejumlah besar karbon dari atmosfer.
Skema yang didukung oleh PBB yang dikenal sebagai REDD+ (Mengurangi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, ditambah konservasi dan penguatan cadangan karbon hutan), melihat akan adanya pembayaran yang relatif besar untuk menjaga karbon dalam hutan. Sebagai akibatnya, suatu bagian yang signifikan dari upaya-upaya kehutanan internasional telah berfokus pada satu tujuan ini. Memanfaatkan hutan untuk timbal balik dari perubahan iklim yang dipicu oleh manusia merupakan tujuan yang patut dihargai, dan nampaknya tujuan-tujuan di luar kehutanan, seperti halnya melestarikan keanekaragaman hayati, juga dapat mengambil manfaat dari hal ini. Namun fokus ini hampir menjadi sempit. Kita tidak semestinya mengabaikan potensi kehutanan yang lebih besar yang berkontibusi bagi sejumlah pertanyaan ekonomi dan pembangunan manusia.
Kehutanan bukanlah sektor terisolasi yang tidak terhubung dengan dunia selain pepohonan. Bagi masyarakat setempat, hutan merupakan sumber energi terbarukan, makanan dan penghidupan. Hasil kajian selama enam tahun oleh yang dirilis tahun lalu oleh Center for International Forestry Research, menunjukkan bahwa pendapatan dari hutan, rata-rata, berkontribusi lebih dari seperlima dari total pendapatan rumah tangga masyarakat yang hidup di dalam atau di sekitar hutan. Termasuk di dalamnya adalah kayu untuk bahan bakar dan konstruksi, daging hutan, serta tumbuhan yang dapat dimakan dan berkhasiat obat.
Sejumlah hasil hutan juga memiliki kontribusi signifikan bagi bisnis dan perdagangan global; hasil hutan yang berupa kayu maupun non kayu berkontribusi 4% dari komoditas perdagangan global. Hutan juga menyediakan jasa lingkungan yang sangat penting untuk melestarikan hidup, seperti keanekaragaman hayati dan tentunya pengaturan iklim melalui simpanan karbon. Sementara REDD+ telah membantu menggalakkan kesadaran terkait jasa yang baru saja diuraikan di atas, secara mengejutkan hanya terdapat diskusi yang terbatas mengenai bagaimana kombinasi manfaat kehutanan dapat ditingkatkan untuk memberi kontribusi lebih terhadap solusi pembangunan global berkelanjutan.
Konservasi, pemanfaatan lahan dan pembangunan sangat erat keterkaitannya, dan dengan mengkombinasikannya, daripada mempertentangkan satu dengan yang lain, kita dapat menciptakan solusi-solusi yang menyeluruh ketimbang skenario ‘pilih salah satu diantara’
Konservasi hutan sering dipandang pada sisi yang berseberangan dengan pembangunan ekonomi. Namun demikian, konservasi, pemanfaatan lahan dan pembangunan sangat erat keterkaitannya, dan dengan mengkombinasikannya, daripada mempertentangkan satu dengan yang lain, kita dapat menciptakan solusi-solusi menyeluruh ketimbang skenario ‘pilih satu di antara’.
Ketahanan pangan merupakan sebuah bidang dimana agenda konservasi dengan pembangunan manusia telah dibingkai saling berlawanan. Jelas bahwa tanpa adanya ketahanan pangan, tidak ada keberhasilan dalam pembangunan berkelanjutan yang dapat kita akui. Kondisi satu miliar orang kekurangan gizi yang menyedihkan di seluruh dunia merupakan sebuah dilema moral dan pembangunan yang sangat besar yang harus ditindaklanjuti.
Namun demikian, agar dapat berhasil, kita harus meninjau kembali persepsi utama yang menyatakan bahwa ketahanan pangan menuntut produksi pangan yang lebih banyak lagi. Justru sebaliknya, kita harus memahami bahwa sebagian besar ancaman terhadap ketahanan pangan hadir karena kemiskinan, kurangnya akses terhadap makanan dan kurang tercukupinya nutrisi. Oleh karena itu ketahanan pangan tidak hanya dicapai melalui produksi lebih banyak kalori dari lahan.
Ketahanan pangan merupakan hal penting karena terkait dengan peran kehutanan dalam beberapa hal. Pertama, kebijakan yang memicu perluasan pertanian (dengan kata lain: deforestasi) yang tidak seharusnya dilakukan terlebih jika mengatasnamakan ketahanan pangan. Kedua, kehutanan, termasuk, wanatani, menyediakan peluang bagi lebih banyak keragaman pangan dan juga nutrisi yang lebih baik. Ketiga, pendapatan dari produk-produk dan jasa dari sektor kehutanan dapat mengurangi kemiskinan (kemiskinan sebagai salah satu faktor yang mendasari ancaman terhadap ketahanan pangan). Dan kita perlu lebih lagi mengakui peran yang dilakukan oleh hutan sebagai penyedia energi untuk memasak bagi ratusan juta orang, sebuah dimensi yang sering tidak terlihat dalam ketahanan pangan.
Apabila kita menghindari dikotomi yang salah antara kehutanan dengan ketahanan pangan, kita akan mendapatkan bahwa dua tujuan berkelanjutan yang berbeda tersebut sebenarnya saling mendukung satu sama lain. Sama halnya dengan melangkah maju menuju lanskap yang sehat dan tangguh, berkurangnya dampak lingkungan dari pertanian, dan meningkatnya peluang pemasaran untuk hasil-hasil berbasis lahan, semua hal itu adalah bagian dari persamaan berkelanjutan yang sama.
Kontribusi kehutanan dapat diperluas melalui peningkatan pelatihan. Sementara solusi tersebut perlu dibuat lebih detail untuk kondisi setempat, saya mengamati adanya tiga kebutuhan pokok pada tingkat umum:
- Dibutuhkan pendanaan swasta yang adil, terjangkau dan dapat diakses yang mendukung pemanfaatan lahan secara berkelanjutan, khususnya untuk petani kecil pedsesaan. Kita berharap agar skema-skema seperti REDD+ dapat meningkatkan atau memicu investasi dalam pemanfaatan lahan berkelanjutan, namun pendanaan pedesaan juga perlu disikapi secara lebih luas.
- Kebijakan pangan seharusnya mengakui nilai yang dibawa oleh kehutanan ke meja. Ketahanan pangan dan nutrisi bergantung pada berbagai faktor, dan kehutanan merupakan kuncinya, — baik untuk nutrisi, energi terbarukan dan untuk keamanan lanskap.
- Harus diketahui bahwa berbagai inisiatif terkait hutan yang ambisius dan memiliki target seperti halnya REDD+ dapat menghantarkan manfaat yang lebih luas, dan oleh karena itu seharusnya dipandang sebagai bagian tidak terpisahkan dari usaha-usaha pembangunan pedesaan, dan bukan sekedar sebagai proyek konservasi.
Kehutanan terlalu sering didefinisikan dalam konteks hal apa yang bisa dihentikannya daripada hal apa yang bisa dihasilkannya. Selama kita terus menilai kontribusi hutan semata-mata sebagai tolok ukur untuk mengakhiri deforestasi dan membatasi perubahan iklim, maka kita akan buta oleh manfaat yang jauh lebih luas yang bisa disediakan oleh kehutanan bagi pembangunan berkelanjutan. Inilah saatnya bagi kehutanan untuk keluar dari hutan.
Peter Holmgren adalah direktur jenderal Center for International Forestry Research. Cerita ini pertama kali dipublikasikan dalam Guardian.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org