Dari Singapura ke Sumatra: Menghimpun pelajaran untuk restorasi mangrove berbasis masyarakat

CIFOR-ICRAF membagikan perkembangan penanaman dan usaha ramah lingkungan kepada mitra dari Temasek Foundation selama kunjungan lapangan
Bagikan
0
Pemantauan mangrove di Desa Sungsang IV, Banyuasin, Sumatra Selatan. Foto oleh Ricky Martin/CIFOR-ICRAF

Bacaan terkait

Indonesia punya kawasan hutan mangrove terluas di dunia—sekitar seperlima dari luas kawasan mangrove di planet ini. Sumatra, pulau dengan luas kawasan mangrove terbesar kedua di Indonesia, memiliki 892.835 hektare hutan mangrove.

Separuh dari area mangrove yang tersisa di Sumatra Selatan terkonsentrasi di Kabupaten Banyuasin, dengan gugusan mangrove yang signifikan ditemukan di kawasan Sungsang, terutama untuk kawasan mangrove yang berada di luar taman nasional. Sayangnya, mangrove Sungsang sedang menghadapi ancaman terutama oleh ekspansi perkebunan. Isu utama lainnya di kawasan ini adalah kondisi kemiskinan masyarakat pesisir yang rentan oleh dampak penipisan mangrove.

Berkolaborasi dengan Universitas Sriwijaya dan Forum Daerah Aliran Sungai Sumatra Selatan (Forum DAS Sumsel), Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF)— didukung oleh Temasek Foundation, ogranisasi filantropi asal Singapura—telah meluncurkan proyek Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART). Berlangsung selama empat tahun, proyek ini bertujuan untuk merestorasi hutan mangrove di Sungsang sekaligus memberdayakan perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan proyek ini meliputi pengembangan kebun pembibitan, restorasi hutan mangrove, dan pembinaan usaha kecil ramah lingkungan melalui perumusan model bisnis.

Melalui keterlibatan para pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat, proyek ini berupaya meningkatkan kapasitas lokal dan mendorong praktik restorasi hutan mangrove yang berkelanjutan. Proyek ini juga mengadvokasi kebijakan lokal untuk melindungi kawasan hutan mangrove Sungsang.

Delegasi Temasek Foundation mengunjungi pembibitan mangrove di Desa Sungsang IV, Banyuasin, Sumatra Selatan. Foto oleh Aris Sanjaya/CIFOR-ICRAF

Pada 4 Juli 2024, para mitra dari Temasek Foundation mengunjungi Sungsang untuk memantau perkembangan proyek. Board Director Temasek Foundation, Koo Tsai Kee, menekankan peran penting hutan mangrove dalam penyerapan emisi karbon global.

“Mangrove merupakan salah satu pohon terpenting untuk mengurangi emisi karbon dunia, dan tumbuh subur di wilayah ini,” katanya. “Sayangnya, kita belum memberikan apresiasi yang layak untuk mangrove, dan lebih banyak upaya restorasi mangrove bisa dilakukan. Proyek ini–suatu kemitraan 3 pihak yang melibatkan sektor filantropi, publik, dan swasta–merupakan sebuah langkah kecil ke arah yang benar, yang dapat menunjukkan kepada kita semua manfaat dari upaya tersebut.”

Dalam kunjungan ini, para perwakilan Temasek menyambangi kebun pembibitan mangrove di Desa Sungsang IV, tempat berbagai spesies mangrove, termasuk Kandelia candel yang langka, dibudidayakan. Area ini juga berfungsi sebagai tempat eduekowisata, yang menarik para mahasiswa dan peneliti dari Universitas Sriwijaya serta para pengunjung umum yang hendak berekreasi.

Delegasi Temasek Foundation di Desa Sungsang IV, Banyuasin, Sumatra Selatan. Foto oleh Aris Sanjaya/CIFOR-ICRAF

Sebuah kelompok masyarakat lokal mengelola kebun pembibitan ini dan memperoleh pendapatan dengan menjual bibit mangrove ke perusahaan-perusahaan yang melakukan gerakan penanaman mangrove. Program adopsi pohon dari proyek SMART juga telah menarik minat perusahaan lainnya yang mau berkomitmen untuk menanam dan memelihara bibit mangrove.

Sonya Dyah Kusumadewi, seorang peneliti CIFOR-ICRAF yang mengawasi proyek SMART, menegaskan bahwa model-model bisnis proyek tersebut masih dalam tahap awal. “Kami berharap ini dapat ditingkatkan lebih jauh dan—tentu saja—dilanjutkan,” katanya. “Jika masyarakat merasakan manfaatnya dan punya rasa kepemilikan terhadap kegiatan-kegiatan ini, maka diharapkan mereka dapat melanjutkannnya dan memperoleh manfaat yang lebih banyak lagi di masa mendatang.”

“Kami berharap proyek ini bisa menjadi model yang dapat dikembangkan dan menginspirasi inisiatif serupa di luar Sumatra Selatan,” pungkasnya, seraya menekankan potensi proyek ini untuk memberi informasi kepada para pembuat kebijakan mengenai contoh gerakan berbasis masyarakat yang berdampak.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org