Dampak menonjol dari kuasa dan pengaruh ‘tersembunyi’ – seringkali diterapkan oleh aktor sektor swasta atau pemimpin tradisional melalui keputusan langsung atau lewat perantara – menunjukkan perlunya pemahaman siapa pemegang kuasa dalam suatu komunitas dalam mengatasi kehilangan keanekaragaman hayati dan pembangunan desa.
Pengetahuan ini dapat membantu upaya rekonsiliasi berbagai tuntutan sumber daya atau kendali bentang alam, selain pengambilan keputusan. Demikian menurut riset terbaru di Zambia Selatan. Upaya rekonsiliasi konflik tuntutan untuk konservasi dan pembangunan antar aktor dengan beragam kuasa, otoritas dan pengaruh biasanya terjal, kata kandidat Doktor Freddie Sayi Siangulube, ketua penulisan “Menavigasi ketidakseimbangan kuasa dalam tata kelola bentang alam: analisis jaringan dan pengaruh di Zambia Selatan”, yang baru dipublikasikan dalam Regional Environmental Change.
Ketidakseimbangan kuasa seringkali merupakan produk dari rasa memiliki dari para aktor sosial, lokasi, dan sejarah pemukiman, kata Siangulube. “Semua aktor melakukan sebentuk kuasa yang nyata, tersembunyi, atau samar dalam ruang sosial berbeda untuk memengaruhi pengambilan keputusan atau menegosiasi tatanan sosial,” tambahnya.
Mengakui bentuk dan penggunaan kuasa, serta interaksi aktor dalam proses pengambilan keputusan menjadi satu langkah penting dalam mengatasi keberadaan ketidakseimbangan kuasa, terutama transisi menuju tata kelola bentang alam inklusif dan berkeadilan.
Hal tersebut menjadi isu krusial di Kabupaten Kalomo Zambia Selatan, lokasi Hutan Lindung Lokal Bukit Kalomo seluas 16.200 hektare yang dikelilingi pertanian dan peternakan, area tangkapan air Nazhila, Kawasan Kelola Buru Sichifulo, selain sejumlah desa di Chikanta Chiefdom.
Studi ini berbasis tiga tipe kuasa – nyata, tersembunyi, samar – beroperasi dalam tiga jenis “ruang” kuasa – tertutup, terundang, dan samar – di tingkat lokal, nasional dan global. Kuasa nyata dapat dipantau saat diterapkan dalam pengambilan keputusan berbasis aturan dan struktur.
Kuasa tersembunyi dapat diterapkan oleh pemimpin tradisional, aktor sektor-swasta, dan badan pemerintah. Misalnya, seorang penduduk desa dikutip dalam laporan mengeluhkan bahwa dewan tetua dan kepala desa “manipulatif” dalam pengambilan keputusan karena isu kunci besar dikerdilkan atau dikeluarkan dari diskusi publik. Dalam contoh lain, topik lahan gembala dan lahan adat dikutip penduduk desa lain yang mengeluh bawa tetua menuntut “penghormatan pada norma tradisi” untuk menutupi pengambilan keputusan pribadi. Komentar tersebut muncul dalam survei yang menjadi bagian dari Insiatif COLANDS pada Juli 2019 hingga Oktober 2020. Kolaborasi Operasionalisasi Pendekatan Bentang Alam untuk Alam, Pembangunan dan Keberlanjutan (COLANDS) dipimpin oleh Pusat Penelitian Kehutanan dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF).
Aktor sektor swasta menyamarkan kuasanya dengan banyak cara. Satu contoh nyata adalah “memecah dan menguasai” atau mendorong konflik di kawasan melalui donasi, korupsi, isolasi, atau lobi dukungan.
Seorang responden mengatakan beberapa perusahaan agribisnis menghindari partisipasi saat pertemuan publik agar tidak terikat pada keputusan bersama, sembari sembunyi-sembunyi memanfaatkan tokoh masyarakat sebagai perantara. Pedagang besar kayu ilegal dan arang memetik manfaat ketidaksepakatan tata kelola antara masyarakat lokal dan pemerintahan level lebih tinggi, kata responden pemerintahan.
Ketegangan yang sering terjadi dalam tata kelola sumber daya menjadi masalah signifikan menempatkan aktor dengan kuasa nyata (tokoh dan badan pemerintah) dan kuasa tersembunyi (forum tingkat lokal dan pemilik tanah) melawan pengguna lahan lokal (seringkali melawan kuasa).
Ketegangan ini dapat menghambat upaya implementasi pendekatan bentang alam terintegrasi (ILA) yang bertujuan menciptakan momentum untuk memecah silo untuk membangun wahana multi-pihak serta forum negosiasi lain alam mengatasi timbal-balik berbagai kepentingan atau beragam pengguna lahan.
“Pendekatan bentang alam terintegrasi jadi berharga dalam kondisi seperti itu karena bermaksud menyatukan para pemangku kepentingan dalam ruang sosial baru yang terbentuk di atas ‘kepemilikan’ individual – afiliasi etnik, gender, usia, kekayaan – untuk mewujudkan hasil ‘menang bertambah – kalah berkurang’,” kata Siangulube.
“Ini tidak mudah dicapai, tetapi visi dialog ILA, secara prinsip menawarkan keleluasaan bagi para aktor untuk mendapatkan kejelasan hak dan tanggung jawab,” katanya.
Hal ini sangat relevan terutama bagi perempuan dan generasi muda, yang sering bergantung pada aksi samar agar opininya dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. “ILA menawarkan peluang untuk menyeimbangkan posisi kuasa berbeda, menjaga partisipasi berkeadilan bagi perempuan, pemuda, dan pemangku kepentingan kurang berpengaruh lain dalam dialog berfokus proses.
Temuan berbasis riset yang mencakup survei dan wawancara ini, memiliki relevansi luas di luar Zambia, mengingat pendekatan untuk memahami dinamika kuasa dalam perebutan bentang alam terjadi di wilayah tropis lain, di tengah ketidakjelasan status dan pengaturan tata kelola adat berlangsung.
Ketidakseimbangan kuasa dalam tata kelola sumber daya alam tetap menjadi batu sandungan pada tata kelola bentang alam berkeadilan dan inklusif. Akan tetapi hal tersebut dapat dihadapi melalui ILA, termasuk mengembangkan perangkat pemantau ketidakseimbangan kuasa dan dampaknya.
COLANDS merupakan bagian dari Inisiatif Iklim Internasional (IKI) dan didanai oleh Kementerian Lingkungan, Konservasi Alam dan Keamanan Nuklir Pemerintah Federal Jerman (BMU).
Riset PhD yang menjadi bagian dari COLANDS difasilitasi oleh Institut Penelitian Sosial Universitas Amsterdam dan Universitas British Columbia.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org