Berita

Indonesia Menjuarai Upaya Kemitraan Publik-Swasta di COP27

Upaya mencapai emisi nol bersih tidak bisa dikerjakan oleh pemerintah saja, kata pembicara
Bagikan
0
Para pembicara berpose di akhir sesi “Achieving Net Zero Emissions: A High Call for Urgency from a Business Perspective”. Dari kiri ke kanan: Dr. Efransja, Haruni Krisnawati, Daniel Murdiyarso, Elim Sritaba dan Silverius Oscar Unggul.

Bacaan terkait

Dua acara di Paviliun Indonesia COP27 mengajak dunia usaha untuk lebih berperan aktif dalam memenuhi Nationally Determined Contributions (NDC). Pada kesempatan tersebut, para pembicara secara khusus berdiskusi mengenai pengurangan emisi dari Hutan dan Sektor Penggunaan Lahan Lainnya (Forest and other Land-use, FoLU), yang menyumbang hampir 60 persen dari emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia.

“Upaya untuk mencapai target penurunan emisi Indonesia – yang berdasarkan NDC – tidak dapat dilakukan pemerintah saja,” ujar Haruni Krisnawati, Profesor Riset di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. “Untuk mencapai tujuan bersama mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, kami perlu belajar dari sektor swasta, ilmuwan, LSM, dan komunitas lokal.”

SIMAK SESINYA:

Target baru, rencana baru

Diskusi yang bertempat di Paviliun Indonesia berlangsung pada saat pembaruan target NDC-2030 negara (2022), yang memiliki komitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 33,89 persen dibandingkan dengan keadaan normal (target tanpa syarat) dan sebesar 43,2 persen apabila mendapat dukungan internasional (target bersyarat). Indonesia juga telah berkomitmen untuk memperbarui NDC yang selaras dengan Strategi Ketahanan Iklim dan Rendah Karbon Jangka Panjang 2050 (Long-Term Low Carbon and Climate Resilience Strategy, LTS-LCCR 2050) dan memiliki tujuan untuk mencapai emisi net-zero pada 2060 atau lebih awal.

Karena sebagian besar emisi GRK Indonesia berasal dari kegiatan kehutanan dan penggunaan lahan, transisi ke pengelolaan lahan berkelanjutan merupakan kunci untuk mencapai target NDC. Untuk transisi ini, pemerintah juga telah menetapkan pedoman teknis Forest and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030 Operational Plan. Pedoman kerja ini dibuat untuk mewujudkan penyerapan GRK yang lebih tinggi dibandingkan tingkat emisi di seluruh wilayah daratan Indonesia (yaitu net sink pada 2030).

Perlu diperhatikan bahwa FoLU tidak memasukan pedoman untuk emisi pertanian, kata Daniel Murdiyarso, Ilmuwan Utama Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF). Menyadari hal ini, Murdiyarso menyarankan agar baik FoLU maupun emisi berbasis pertanian harus diintegrasikan dalam strategi iklim Indonesia, karena keduanya terjadi di bentang alam yang sama. Integrasi ini akan membantu menghindari kebocoran.

“Sejauh ini, hal-hal yang kita capai sangat menjanjikan, tapi 2050 kurang dari 30 tahun lagi,” jelas Mudiyarso. “… Saya pikir dana dari publik saja tidak cukup untuk menyelesaikan krisis iklim. Isu ini adalah masalah global, dan sektor swasta [termasuk agribisnis] juga harus memainkan peranan di sini.”

   Paviliun Indonesia di COP27
   Paviliun Indonesia di COP27

Mengajak bisnis besar untuk bergabung

Ketika pemerintah dan ilmuwan melakukan perannya dalam memperkuat kebijakan (seperti yang disebutkan di atas), dan meningkatkan transparasi data, sektor bisnis dapat memulai gerakan bioekonomi sirkular dengan meningkatkan efisiensi produk mereka dan beralih ke teknologi rendah karbon. Insentif (seperti kredit pajak, izin, investasi hijau, dan kredit karbon) adalah salah satu cara pemerintah untuk mengajak bisnis bergabung dalam rencana ini, menurut Krisnawati.

Di kesempatan yang sama, perwakilan dari Grup Sinar Mas dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) berbagi mengenai tindakan yang mereka ambil untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Inisiatif Net Zero Hub KADIN menyatukan lebih dari 100 perusahaan Indonesia yang menjanjikan transisi Net Zero. Hub tersebut akan mendukung bisnis dengan perangkat, pedoman, dan sumber daya. Inisiatif ini juga menjadi wadah yang memfasilitasi dialog antara industri, ilmuwan, dan pembuat kebijakan di tingkat nasional dan internasional.

Perwakilan Sinar Mas menjelaskan mengenai Science Based Target Initiatives (SBTis) perusahaan, yang sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris dan diverifikasi oleh pihak ketiga. Pada sesi pertama, misalnya, Elim Sritaba, Chief Sustainability Officer Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas, memproyeksikan penurunan 80 persen emisi karbon perusahaan pada 2050 jika grup Sinar Mas mengadopsi praktik-praktik tertentu. Kemudian, pada sesi kedua, Agus Purnomo, Penasihat Keberlanjutan Senior di Sinar Mas Agribusiness and Food, menjelaskan inisiatif perusahaan untuk melestarikan 79.900 hektare hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCV) di dalam konsesi kelapa sawit.

“Jika [bisnis di Indonesia] tidak menjalankan perubahan ini, kita akan tertinggal,” kata Silverius Oscar Unggul, Wakil Ketua KADIN Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Sebagai komitmen kami dalam mendukung pemerintah, kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk menjadikan emisi nol bersih sebagai target bersama.”

Petani kecil dan keberlanjutan

Mencapai NDC tidak hanya sekadar bekerja sama dengan bisnis besar. Untuk mencapai tujuan ini, peran industri kecil juga penting.

COVID-19 menyebabkan peningkatan pesat dalam jumlah petani kecil, kata Musdhalifah Mahmud, Wakil Menteri Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia. Ketika banyak pekerjaan di kota yang harus berhenti sementara, orang-orang kembali ke desa mereka untuk bertani atau terlibat dalam industri kecil lainnya. Hasilnya adalah peningkatan emisi dari aktivitas penggunaan lahan dan pemahaman bahwa Indonesia tidak dapat mencapai NDC-nya tanpa berkolaborasi dengan petani kecil.

Salah satu cara pemerintah dapat mendukung petani adalah dengan membantu mereka meningkatkan efisiensi hasil, ujar Mahmud. Bisnis besar seperti Sinar Mas menghasilkan minyak sawit tiga sampai lima kali lebih banyak per hektare daripada petani kecil, yang berarti mereka lebih sedikit mengganggu lahan untuk mencapai hasil yang sama. Untuk menjembatani kesenjangan produksi, pemerintah dapat mempermudah petani kecil dalam membeli benih berkualitas tinggi dan memberikan akses pendanaan berbunga rendah.

“Akan baik sekali, kalau petani kecil bisa meningkatkan hasil tanpa harus terus menebangi hutan,” ujarnya.

Pemerintah pusat juga telah menghimbau bisnis besar untuk menjalankan kegiatan  Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dengan bekerja sama dengan desa dan masyarakat setempat untuk mengelola lahan secara berkelanjutan.

Sebagai contoh, program CSR Sinar Mas sudah melakukan pemetaan rantai pasok partisipatif dengan petani kecil di 171 desa. Purnomo menambahkan bahwa pihak Sinar Mas juga berupaya melestarikan 43.000 hektare hutan melalui Kemitraan Produksi-Perlindungan dengan 100 komunitas lokal, sebagai salah satu inisiatif keberlanjutan mereka.

Ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang kuat adalah dasar kesuksesan kemitraan bisnis, pemerintah, dan masyarakat, tegas Haruni dan Murdiyarso. Secara khusus, sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) akan membantu menjaga rencana Indonesia tetap pada jalurnya dalam beberapa dekade mendatang. Namun, MRV masih sulit diterapkan karena kurangnya konsistensi data dan lokakarya pelatihan tentang konservasi spesifik kawasan.

Dengan dukungan berkelanjutan dari kemitraan publik-swasta, kedua sesi tersebut meminta para ilmuwan dan mitra pendukung – termasuk CIFOR-ICRAF – untuk terus bertindak sebagai pilar pendukung bagi pembuat kebijakan di Indonesia.

“Sebagai ilmuwan, kami membantu menjawab pertanyaan, ‘bagaimana alam bisa menjadi bagian dari solusi ekonomi?’” ujar Murdiyarso.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org