Berita

Di Indonesia, Pongamia yang Kaya Minyak Menarik Perhatian karena Mudah Tumbuh

Para ilmuwan menemukan berbagai potensi pongamia yang dapat mengisi bahan bakar jet hingga meningkatkan kualitas kopi
Bagikan
0
Pohon pongamia berkanopi lebar menghasilkan biji kaya minyak yang sekarang digunakan untuk biofuel dan sumber daya lainnya. Foto oleh: Lauren Guttierez

Bacaan terkait

Kita mengetahui betapa sulitnya untuk menumbuhkan tanaman di lahan terdegradasi. Dipangkas dari tutupan hutan aslinya, dikeringkan dan sering terkontaminasi, diasamkan dan/atau terganggu oleh salinifikasi, lahan terdegradasi sering tetap kosong selama beberapa dekade, sehingga melepaskan karbon dioksida tingkat tinggi ke atmosfer untuk sementara.

Hal ini membuat Ilmuwan Center for International Forestry Research (CIFOR), Himlal Baral dan rekan-rekannya sangat senang ketika melihat spesies pohon asli Pongamia pinnata dapat tumbuh subur hanya dalam waktu 1,5 tahun setelah ditanam di petak percobaan di lahan gambut terdegradasi di Kalimantan Tengah, Indonesia. Mereka juga mengamati bahwa jenis pohon asli ini juga tumbuh dengan baik di lahan bekas pertambangan di sana dan di daerah terdegradasi di Jawa Tengah. “Ini adalah daerah berbatu dengan kondisi tanah yang sangat buruk – hampir tidak ada lapisan tanah atas – namun pongamia dapat tumbuh di mana-mana,” ujarnya.

Pongamia merupakan salah satu spesies tanaman yang tumbuh dengan cepat, dapat mengikat nitrogen, berkanopi lebar, yang merupakan tumbuhan asli di sebagian besar wilayah Asia dan Pasifik dan secara tradisional digunakan untuk kayu bakar, pakan ternak, naungan, perbaikan tanah dan tujuan pengobatan. Di kepulauan Indonesia, “Anda dapat menemukannya di sebagian besar tempat,” kata Baral, “Tetapi orang belum tentu tahu nilai atau kegunaannya.”

Sekarang, sebuah artikel baru di jurnal Forests, yang ditulis oleh sekelompok ilmuwan kehutanan Indonesia dan internasional, termasuk Baral, berupaya membagikan manfaat pongamia, pahlawan ekosistem tropis yang belum dikenal, dengan mendokumentasikan potensinya untuk memenuhi produksi energi, restorasi, dan tujuan mata pencaharian.

Terlihat jelas

   Katyono, CIFOR

Sebagai bagian dari kontribusi yang ditentukan secara nasional untuk Perjanjian Paris PBB tentang perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memulihkan 14 juta hektare lahan terdegradasi dan marjinal – termasuk sekitar dari 2 juta hektare lahan gambut yang terdegradasi – pada 2030. Menurut para peneliti, pongamia merupakan tumbuhan yang menarik yang dapat menjadi bagian upaya restorasi, karena sangat kuat dan dapat berkembang dalam berbagai kondisi lingkungan yang keras, termasuk panas dan kekeringan yang ekstrem, genangan air, salinitas, dan kontaminasi bahan kimia.

Namun, karakter yang disebutkan di atas bukan satu-satunya alasan mengapa pongamia merupakan tumbuhan yang menarik. “Pemerintah mungkin berfokus terhadap restorasi, tetapi masyarakat lokal memiliki ketertarikan pada pohon yang dapat memberi mereka nilai atau pendapatan,” kata Baral. Di sini pongamia dapat memenuhi kebutuhan ini, penelitian terbaru menemukan bahwa benih unggul menawarkan potensi yang signifikan sebagai sumber biofuel – termasuk sebagai bahan bakar jet terbarukan, non-korosif, dan tidak memiliki emisi belerang.

Karena pongamia dapat ditanam di lahan yang memiliki sedikit potensi pertanian, penggunaan pongamia dapat menghindari kritik terhadap tanaman bahan bakar nabati: bahwa mereka mengambil tempat berharga, tanah subur yang dapat digunakan untuk menanam makanan. Mengingat tujuan pemerintah untuk meningkatkan proporsi energinya yang berasal dari sumber terbarukan lokal, menanam pongamia untuk bahan bakar nabati bisa menjadi pilihan mata pencaharian yang bijaksana bagi penduduk lokal di lahap terdegradasi di seluruh Indonesia.

Penghargaan yang tertunda

   Buah polong dari pohon pongamia mengandung satu atau dua biji yang kaya minyak. Foto oleh: Cerlin Ng

Ada manfaat lain bagi petani kecil yang mengikutsertakan pongamia ke dalam sistem pertanian mereka. Pohon pongamia tumbuh subur di ketinggian dari permukaan laut hingga lebih dari 1.200 meter, dengan demikian menjadikan pongamia tanaman yang menjanjikan untuk agroforestri kopi. Spesies lain seperti Leucana leucocephala yang secara tradisional digunakan petani Indonesia untuk naungan kopi, “Sangat rentan terhadap hama invasif seperti Heteropsylla cubana, yang sekarang endemik di pulau-pulau itu,” kata Budi Leksono, Profesor di Badan Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan Indonesia.

Secara umum, penggunaan pestisida dan herbisida untuk mengendalikan hama berdampak negatif pada rasa kopi, dan kesehatan ekosistem. “Jadi petani kita sekarang membutuhkan spesies alternatif untuk naungan kopi,” katanya. Pongamia, dengan ketahanan hama alami dan kualitas tanah, adalah pilihan yang jelas: pada 2022, para ilmuwan berencana untuk mulai menguji coba pongamia untuk tujuan ini di dataran tinggi Bali.

Kredit karbon adalah hal lain yang menjanjikan untuk perkebunan pongamia. “Pada momen global khusus ini, Anda dapat membayangkan permintaan [penyerapan dan pengkreditan] karbon sangat besar – kami mendapatkan banyak pertanyaan tentang pongamia untuk tujuan ini,” kata Baral, ia juga membagikan beberapa keunggulan pongamia dibandingkan tanaman pohon lain seperti jati dan mahoni yang sulit dilestarikan karena nilainya yang tinggi sebagai kayu. “Karena bunga [pada pongamia] ada di bijinya, itu berarti pohon-pohon itu akan tetap berada di lanskap,” katanya.

Namun, Leksono juga mengatakan “kami masih harus mengumpulkan lebih banyak informasi tentang potensi penyerapan karbon untuk pongamia” sebelum akreditasi dapat dieksplorasi dengan baik.

Dan apakah kita bisa mengonsumsi biji pongamia berwarna cokelat kemerahan yang melimpah itu? “Itu pertanyaan yang menarik,” Leksono tertawa. Sementara, penduduk setempat tidak mengonsumsi bijinya karena rasa pahit dan tingkat toksisitasnya yang rendah, para ilmuwan di perusahaan teknologi pertanian California, TerViva, saat ini sedang bereksperimen untuk mengolahnya menjadi minyak dan tepung yang bergizi, lezat, dan kaya protein.

Sebagai bahan makanan atau lainnya, jelas bahwa menanam pongamia di lahan terdegradasi di Indonesia dapat “memenuhi banyak ambisi dan memenuhi kepentingan berbagai pemangku kepentingan – di tingkat pemerintah, masyarakat, dan internasional – semuanya sekaligus,” kata Baral.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Himlal Baral di h.baral@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org