Manfaat hutan bambu untuk alam dan kesejahteraan masyarakat
Kiran Paudyal, ahli jasa lingkungan di Forest Action Nepal. Chun Bahadur Gurung, ahli komunikasi pembangunan dan kandidat Ph.D Universitas Tribhuvan di Nepal.
Bambu, salah satu anggota keluarga rumput merupakan salah satu spesies paling cepat tumbuh. Atribusi atas ketangguhannya menjadi kesan pertama saat berada di hutan. Terlihat kosong, batang bambu melambai diterpa angin terlihat lemah, ternyata bambu memberikan beragam jasa ekosistem – yaitu “kontribusi ekosistem langsung dan tak langsung pada kesejahteraan manusia” – menjadikan bambu adalah tanaman penting.
Berada di zona iklim tropis dan pegunungan Afrika, Asia, Amerika Tengah dan Selatan, sejauh ini para ilmuwan telah mencatat lebih dari 1.600 spesies bambu, yang secara total menutupi lebih dari 31 juta hektare lahan.
Dengan sejumlah potensi pemanfaatannya, bambu menjadi material penting bagi kehidupan masyarakat di negara berkembang. Bambu umumnya digunakan sebagai bahan baku industri kriya, seratnya digunakan untuk menenun kain dan membuat kertas, sementara tunas dan kecambahnya dikonsumsi.
Bukan hal yang mengejutkan, bambu merupakan bagian dari tradisi kultural. Di Indonesia, bambu digunakan dalam upacara adat dan bahan alat musik tradisional seperti rindik Bali. Di Tiongkok, bambu menjadi simbol kesederhanaan dan kemakmuran. Di pedesaan Nepal, bayi ditidurkan di atas dipan bambu yang cantik, dan jenazah dikuburkan dalam peti mati dari bambu.
Dari banjir jadi berkah di Nepal
Nepal – sebuah negeri tertutup – dikaruniai keragaman bambu. Negara ini memiliki lebih dari 53 spesies di atas sekitar 63.000 hektare lahan.
Nepal juga punya cerita tersendiri, kisah 70 keluarga dari Desa Gauringar, Chitwan, di tengah negeri. Pada 2010, hujan deras memicu banjir. Rumah dan bangunan di pinggir sungai Rui di Gauringar tersapu. Ketika pesisir tersapu, berton-ton endapan lumpur dan pasir menutupi lahan dan mengurangi ketidaksuburannya.
Penduduk yang bertahan, bekerja keras membalik nasib. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menanam 10.000 bibit bambu lokal. Kurang dari sepuluh tahun, lahan bekas banjir berubah menjadi hutan bambu. Sekitar 700 hektare lahan direhabilitasi, dan memungkinkan masyarakat lokal menikmati menu tunas bambu dan seluruh manfaatnya. Hutan baru tersebut menjadi penting dalam mitigasi konflik manusia-satwa liar, mengingat Gauringar berada di zona penyangga Taman Nasional Chitwan, tempat hidup badak, beruang coklat, harimau, gajah, babi liar dan macan tutul.
Bambu untuk air dan energi di Indonesia
Di Indonesia, bambu dapat ditemukan di 30 provinsi, menutupi 2,1 juta hektare lahan. Dari berjualan pucuk bambu, seorang petani di Jawa menghasilkan 420-700 dolar AS per hektare, sementara yang lain mengakui sifatnya yang luar biasa untuk restorasi. Ilmuwan CIFOR, Yusuf Samsudin melaporkan bagaimana pembayaran jasa lingkungan (PES) diberikan kepada masyarakat yang tinggal di hulu Gunung Batur dan danau Batur di Bali, yang menjadi sumber utama air yang mengalir untuk masyarakat pesisir. Sementara sebagian besar pohon menyimpan sekitar 35 hingga 40 persen air hujan, bambu mampu menyimpan hingga 90 persen.
Bambu dapat menyediakan pasokan biomassa berkelanjutan untuk produksi energi tanpa mengganggu keamanan pangan atau merusak bentang alam lebih luas. Salah satu mitra CIFOR, Clean Power Indonesia berhasil mengembangkan pembangkit listrik berbasis masyarakat dengan memanfaatkan biomassa bambu di pedesaan Indonesia. Ilmuwan senior CIFOR Himlal Baral dan para mitra saat ini tengah mengintip peluang perluasan lokasi riset bambu di Indonesia.
Memetik manfaat hijau di Ethiopia
Di Ethiopia, dua spesies bambu utama (Arundinaria alpine dan Oxytenanthera abyssinica) tumbuh alami di enam wilayah di atas sejuta hektare lahan, sekitar 8,2 persen total luas hutan.
Namun, bambu mendekati kepunahan di hutan alam akibat deforestasi terkait pertanian dan degradasi hutan, serta kebutuhan kayu bakar dan batang bambu di pedesaan. Pada 1990, lebih dari 100 petani inovatif menanami sabana bambu dalam sistem wanatani memanfaatkan metode timbal balik rhizoma dari hutan alam, membangun hutan bambu di desa untuk beragam manfaat.
Meski tutupan bambu meluas di Ethiopia akhir-akhir ini, pemanfataannya masih tradisional, dan potensi pasar ekspornya belum terealisasi.
Mengingat bambu merupakan spesies cepat tumbuh dan mampu beradaptasi di lingkungan keras, masyarakat di Ethiopia cenderung memanfaatkannya untuk rehabilitasi kawasan terdegradasi.
Mata rantai yang hilang – skema kerangka jasa ekosistem dari bambu
Menurut Sisay Nune et al. (2013) kapasitas penyediaan jasa regulasi seperti konservasi tanah, rehabilitasi lingkungan dan sekuestrasi karbon lahan hutan dan jenis hutan lainnya, diasumsikan masing-masing mencapai 99 dan 93 persen dibanding lahan terlantar. Ini berkat jaringan kompleks sistem akar rhizoma di bawah tanah.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa jasa ekosistem hutan bambu mampu mendukung alam, perkebunan, padang rumput, dan pertanian. Selain itu, hutan bambu terbukti efektif dalam menstabilkan lereng dan mengendalikan erosi tanah dibanding dengan praktik pemanfaatan lahan lain seperti hutan atau padang rumput.
Kemampuan luar biasa untuk restorasi lahan membuat bambu menjadi penyumbang penting dalam mewujudkan perjanjian restorasi glonbal seperti Tantangan Bonn dan Deklarasi Hutan New York. Para pakar yang mendalami penelitian bambu sepakat, kerangka kerja yang baik adalah kunci untuk menyempurnakan asesmen jasa ekosistem bambu, serta lebih mengukuhkan hutan bambu untuk restorasi lahan global. Selama penelitian ini, para pakar sepakat bahwa kurang tepatnya kerangka kerja, perangkat dan metode menjadikan jasa ekosistem sejati bambu belum secara sesuai diukur.
Kerangka kerja asesmen jasa ekosistem terbaik mampu menghitung signifkansi hutan bambu bagi masyarakat dan pengambil kebijakan. Baru-baru ini, Kiran Paudyal et al. (2019) merancang kerangka kerja dan mengujinya di Nepal, Indonesia dan Ethiopia.
Kontribusi dari masyarakat lokal dan pemerintah lebih menyempurnakannya, serta memfasilitasi keterbatasan sumber daya seraya menawarkan peluang baru untuk mengaitkan hutan bambu dengan pasar jasa lingkungan dari skala lokal hingga global seperti PES yang mencakup pembayaran karbon melalui program REDD+. Kerangka yang baru-baru ini dikembangkan, sudah bisa direplikasi di belahan lain dunia.
Para ilmuwan sangat peduli pada manfaat bambu yang sering terabaikan. Dari sudut pandang pentingnya bambu yang sering kurang dihargai, seorang pakar bambu, Paudyal menyatakan “Bambu mengisi kembali air tahan dan secara signifikan menyerap karbon, meski ini sulit sekali diakui.”
Kerangka kerja ekosistem bisa sangat membantu promosi hutan bambu melalui manajemen yang efektif. Studi kasus yang dilakukan di tiga negara dalam konteks berbeda menegaskan, hutan bambu makin penting. Penelitian ini juga memvalidasi manfaat bambu yang hampir sama secara global.
Hutan bambu di berbagai negara dan konteks, telah terbukti menjadi pilihan terbaik bagi restorasi bentang alam maupun pasokan berbagai jasa lingkungan. Hutan-hutan bambu tersebut memasok lebih banyak jasa ekosistem dibanding jenis hutan tanaman lain. Restorasi lahan terdegradasi dan terlantar dengan bambu dapat menjadi solusi efektif menghadapi kemiskinan, kelaparan dan perubahan iklim di banyak belahan dunia, khususnya di negara berkembang.
Penelitian ini didanai oleh CIFOR dari kontribusi program riset CGIAR Forests, Trees and Agroforestry dan International Bamboo and Rattan Organisation (INBAR).
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org