PANEN MADU PETANI
Menanam pohon di lahan terdegradasi bukan tugas mudah, dan hasilnya juga lama. Petani perlu sumber penghasilan lain, jika budi daya tamanu untuk biofuel diharapkan berkelanjutan.
Di Wonogiri, ilmuwan dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), CFBTI dan Korean National Institute of Forest Science (NIFOS) berupaya menghitung berbagai upaya agar petani untung.
Mereka mengumpulkan data dari 20 petani yang sudah menanam tamanu di lahan terdegradasi. Petani melakukan tumpang sari dengan jagung, padi dan kacang, serta melakukan budi daya lebah madu.
Para peneliti menemukan, padi dan kacang kurang menguntungkan, sementara jagung juga belum menjanjikan, meski petani tetap menanamnya untuk pangan keluarga. Namun, menurut ilmuwan CIFOR, Syed Rahman, uang besarnya terletak pada produksi madu, yang memberi keuntungan hampir 300 kali lipat dibanding jagung. “Kita semua terkejut dengan tingkat keuntungan itu,” tambahnya.
Penelitian ini menyatakan, tamanu dapat dibudidayakan sebagai bagian dari sistem wanatani yang juga memproduksi madu dan tanaman pokok di sebuah kawasan. Apa yang dibutuhkan saat ini, menurut ilmuwan senior CFBTI dan Profesor Budi Leksono, adalah pengembangan pasar biofuel yang mampu mengisi skala ekonomi petani.
“Pasar minyak nyamplung belum terbangun,” kata Leksono. “Bagaimanapun kita menghadapi krisis energi, dan [dengan melakukan ini sekarang] kita mempersiapkan perkebunan masa depan.”
Namun, Rahman mengingatkan, kebijakan di seputar upaya ini perlu dirancang dengan sangat berhati-hati. “Karena ini sangat berpotensi menguntungkan,” katanya, “risikonya masyarakat akan mengembangkan sistem ini ke lahan hutan juga.” Jadi, tambahnya, pembatasan perlu diterapkan untuk menjaga agar budi daya hanya dilakukan di lahan terdegradasi dan lahan tidur.
Implikasinya menarik. Ilmuwan CIFOR, Himlal Baral mencatat, meski minat dan komitmen nasional dan global untuk restorasi bentang alam hutan meningkat, sejauh ini tingkat keberhasilan tertahan oleh kurang solidnya kemasan bisnis atau viabilitas finansial. “Agar pembiayaan mengalir masuk ke restorasi bentang alam, langkah ini harus menguntungkan,” katanya. Budi daya berbasis tamanu mungkin memberi tawaran menggiurkan bagi restorasi dan semua pihak yang terlibat.
Kebijakan Hak Cipta:Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons
Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi
forestsnews@cifor-icraf.org