BERGABUNG DENGAN JURNALIS
Banyak orang percaya media dapat menjadi kuncinya.
Televisi merupakan sumber berita dan hiburan utama di Indonesia. Begitu pula radio dan koran. Radio khususnya, menjadi media penting untuk menjangkau masyarakat di wilayah desa. Pembaca daring juga berkembang. Penelitian terbaru menunjukkan pesatnya pertumbuhan akses internet dan media sosial di Indonesia.
“Untuk mempopulerkan bahasa ilmiah, kita perlu media,” kata Budhy Kristanty, Koordinator Komunikasi Indonesia pada Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). Baru-baru ini, Kristanty menggelar lokakarya pelatihan media, Peran bentang alam terintegrasi dalam isu kebakaran, lahan gambut dan bionergi, untuk 40 wartawan Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan.
“Media dapat menjadi agen perubahan dalam mendorong perubahan perilaku,” katanya.
“Kami menulis dan tulisan kami dipahami oleh masyarakat umum, dan dipahami oleh profesor,” kata Muhammad Arif Eko Wibowo, jurnalis MNC Media Sumatera Selatan, yang mengikuti lokakarya.
SAAT ILMU PENGETAHUAN BERTEMU MEDIA
Bersama empat ilmuwan CIFOR, Kristanty menggelar pelatihan dua hari untuk 40 jurnalis – sebagian sudah memiliki pengetahuan luas mengenai lahan gambut, sebagian lain baru atau belum tahu sama sekali. Selain melakukan kunjungan lapangan ke masyarakat terdampak, lokakarya juga berisi presentasi para ilmuwan mengenai gambut, deforestasi dan pengenalan proyek penelitian bioenergi dan konservasi di Indonesia.
“Sangat penting bagi ilmu pengetahuan berkomunikasi dengan masyarakat luas termasuk media,” kata Himlal Baral, ilmuwan senior CIFOR, yang mempresentasikan penelitian pemanfaatan tanaman bioenergi untuk merestorasi lahan terdegradasi di Kalimantan, Indonesia pada pelatihan itu.
Journalists with Budhy Kristanty, Communications Coordinator for CIFOR's Indonesia program. Photo by: Icaro Cooke Vieira/CIFOR
CIFOR scientists and participating journalist take a group photo at the CIFOR media workshop in Palembang, South Sumatra. Photo by: Icaro Cooke Vieira/CIFOR
“Sebagai ilmuwan, kami mencari jawaban atas masalah kompleks dan mempresentasikannya dalam makalah atau jurnal ilmiah, yang tidak menarik bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat ataau pengambil keputusan lokal,” katanya. “Media dapat membantu mengubahnya dalam bentuk lebih sederhana.”
Penelitian telah menunjukkan pelibatan positif media Indonesia dalam isu terkait, seperti pada proyek REDD+, yang bertujuan melakukan reduksi emisi dari deforestasi dan memperkuat konservasi.
Namun, secara keseluruhan media masih perlu melangkah lebih jauh.
“Ternyata pengetahuan dasar mengenai lahan gambut, hutan dan lingkungan hidup umumnya masih kurang,” kata Kristanty. “Beberapa jurnalis di sini bahkan belum tahu lahan gambut, atau mengapa konservasi lahan gambut itu penting.”
Hal yang lebih menantang, membuat media tertarik melakukan liputan dengan sudut pandang ilmiah ternyata tidak mudah.
“Di Indonesia, menurut saya, media umum jarang tertarik meliput berita lingkungan, kecuali ada kejadian besar, yang membuatnya penting untuk diliput, seperti kebakaran hutan, atau banjir dan longsor,” kata Kristanty.