Liputan Acara

Melawan dampak kesehatan akibat kebakaran gambut

Berbagai upaya dicoba untuk melawan penyebab dan dampak asap beracun di Indonesia, dari aplikasi media sosial hingga masker.
Bagikan
0
Anak-anak memakai masker karena asap beracun dari kebakaran lahan gambut. di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. CIFOR

Bacaan terkait

Selama 360 juta tahun, wilayah lahan terendam air di planet bumi menutupi pembusukan vegetasi hitam dan padat yang dikenal sebagai gambut. Sebagian lahan gambut terbentuk dalam ribuan abad, dan menjadi timbunan karbon paling efisien di dunia.

Namun, dalam kurang dari sejam, tanah yang sangat mudah terbakar ini bisa terbakar dan hancur, melepas asap gas karbon dan partikel beracun yang dapat menghancurkan bentang alam dan kesehatan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.

Selain menghasilkan asap lebih dari kebakaran biasa, api pada temperatur lebih rendah pada lahan gambut juga sulit untuk dipadamkan – yang menurut Badan Perlindungan Lingkungan Hidup AS – juga masih kurang kita pahami dengan benar.

Dalam upaya meningkatkan pemahaman umum, panel pembicara dari Perserikatan Bangsa Bangsa, sebuah laboratorium teknik Jakarta, dan organisasi penelitian dan bantuan global duduk bersama pada diskusi ilmiah Kebakaran gambut, asap dan kesetahan pada acara tematik Global Landscapes Forum: Peatlands Matter di Jakarta, 18 Mei. Para panelis mendiskusikan berbagai upaya yang dilakukan dalam meredam efek berbahaya asap di 14 kabupaten rentan kebakaran di Indonesia.

MENGHITUNG USIA

Pada awal musim panas, udara penuh dengan serbuk sari atau serbuk jamur di tempat berdebu, Indeks Kualitas Udara biasanya berada pada tingkat konsentrasi materi partikel 10 (PM10). Meski kondisi ini memicu alergi, namun udara belum sampai menyebabkan ancaman serius.

Namun, pada PM2,5 – indeks kualitas udara pada kondisi berasap – artinya udara dipenuhi partikel, logam berat, dan materi beracun, mulai dari sianida hingga amonia dan formaldehida yang dapat memicu aborsi spontan, kelahiran dini, kematian anak di bawah lima tahun, asma, dan kelainan mental pada bayi.

“Terdapat dampak karsinogenik yang bersifat segera maupun panjang,” kata Richard Wecker, spesialis reduksi risiko dan kedaruratan bencana UNICEF Indonesia. “Terutama anak-anak terpapar asupan racun lebih tinggi karena metabolismenya lebih cepat, dan bahkan meski mereka merasa dampak asap, mereka tetap saja ingin ke luar dan bermain.”

Salah satu pekerjaan Wecker adalah mencari dan menemukan alat untuk membantu masyarakat paling berisiko terpapar asap dan efek berbahaya, khususnya anak-anak. Ini berarti, tidak sekadar meningkatkan akses, tetapi juga mendesain ulang peralatan yang ada. Masker pelindung partikel N95, misalnya, menjadi awal bantuan yang dapat didistribusikan, namun sering kali masker ini terlalu besar di wajah anak-anak.

“Puskesmas lokal tidak mampu menyediakannya karena anggaran, meski masker ini perlu disesuaikan ulang untuk anak-anak,” kata Wecker.

Saat asap mencapai puncaknya, bahkan masker N95 tidak cukup. Solusinya adalah mengisolasi kamar dari luar dan disertai sistem penyaringan udara yang layak. Namun kondisi ini jauh dari terwujud di sebagian besar sekolah dan rumah di Indonesia.

Pemerintah seharusnya juga menyusun prosedur operasi standar ketika kondisi udara menjadi berbahaya. “Dimulai dengan memasang sensor berbiaya murah, agar masyarakat dapat menjejak dan memonitor udara ketika mendekati ambang. Jadwal sekolah juga perlu diubah dan dikomunikasikan,” kata Wecker.

Yang juga hilang dari resep bantuan umum adalah data yang lebih baik mengenai kelompok berisiko, agar dapat lebih memahami skala dampak kesehatan dari asap gambut. “Data dari kebakaran lahan gambut berbeda dari data kebakaran hutan biasa. Kita perlu melihat apa yang terjadi pada masyarakat di kelompok usia muda, bukan hanya pada usia 25 ke atas.

Wecker mengusulkan beberapa cara agar ini bisa tercapai: mengaitkan data satelit dengan penelitian jangka panjang polusi udara dan kesehatan manusia, serta melalui metode mengkaitkan statistik epidemiologi puskesmas dan rumah sakit dengan data polusi udara.

Memperluas tujuan dari upayanya, Wecker menekankan bahwa penyelamatan manusia diawali dengan melihat lebih komprehensif penyebab dan dampak perubahan bentang alam alami lahan gambut.

“Selain melihat mortalitas dan morbiditas, kita juga perlu melihat implikasi keputusan pemanfaatan lahan terhadap kesehatan. Keputusan untuk membersihkan petak tertentu lahan gambut – dan apa artinya bagi beban kehidupan manusia dan sistem kesehatan? Apa beban jangka panjang pembersihan lahan pada populasi manusia?”

Selain melihat mortalitas dan morbiditas, kita juga perlu melihat implikasi keputusan pemanfaatan lahan terhadap kesehatan. Keputusan untuk membersihkan petak tertentu lahan gambut – dan apa artinya bagi beban kehidupan manusia dan sistem kesehatan? Apa beban jangka panjang pembersihan lahan pada populasi manusia?

Richard Wecker, disaster risk reduction and emergencies specialist, UNICEF Indonesia

AKAR MASALAH

Jalan paling berkelanjutan mengurangi dampak merugikan kondisi asap adalah mengurangi waktu respon dan frekuensi kebakaran gambut secara berbarengan.

Derval Usher, Kepala Pulse Lab Jakarta – sebuah ruang inovasi yang didirikan pada 2012 oleh PBB dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia – diminta melakukan hal ini dengan menghubungkan mata dan telinga masyarakat lahan gambut dengan pemerintah. Bagaimanapun, siapakah yang lebih baik dalam memantau kondisi lahan gambut dibanding masyarakat yang tinggal di ekosistem tersebut?

Pulse Lab mengembangkan Pemantau  Asap, layar petunjuk analitis yang merujuk beragam basis data digital dalam memantau kondisi lahan gambut Indonesia sesuai waktu dan menyampaikan informasi ini langsung ke kantor kepresidenan Indonesia, selain juga pada publik.

“Tujuan kami adalah menangkap apa yang terjadi di lapangan, jadi pemerintah dapat membuat intervensi cepat,” kata Usher. “Di Indonesia, upaya ini berhasil, karena popularitas media sosial. Twitter, citra satelit, jurnalisme warga, YouTube, Instagram – semuanya masuk dalam satu layar petunjuk dan langsung pada orang yang dapat memanfaatkannya untuk pengambilan keputusan dan kebijakan.

KECEPATAN REAKSI

Bagaimanapun, manfaat terbesar alat seperti Pemantau Asap ini akan lebih terasa pada tujuan mitigasi jangka panjang. Kebakaran lahan gambut menyebar dengan cepat. Jadi tergantung pada pemadam kebakaran masyarakat lokal untuk bertindak cepat mengisolasi dan memadamkan api.

“Lahan gambut terbakar pada tingkat kelembaban 55 persen, sangat tinggi. Sangat sulit dan mahal untuk diatasi ketika api masuk ke bawah permukaan,” kata Nico Oosthuizen, Direktur Divisi Kebakaran Internasional, sebuah organisasi tata kelola kebakaran terintegrasi yang bekerja di lima benua. “Anda benar-benar perlu mendeteksi dan merespon dalam 15 menit. Setelah 45 menit Anda dalam masalah. Pohon mulai bertumbangan dalam satu jam.”

“Kebakaran itu ilmiah, sama di semua tempat,” katanya. “Jika terjadi di lahan gambut dan Anda gagal merespon dengan benar, arahnya adalah bencana.”

Lahan gambut terbakar pada tingkat kelembaban 55 persen, sangat tinggi. Sangat sulit dan mahal untuk diatasi ketika api masuk ke bawah permukaan. Anda benar-benar perlu mendeteksi dan merespon dalam 15 menit. Setelah 45 menit Anda dalam masalah. Pohon mulai bertumbangan dalam satu jam.

Nico Oosthuizen, Divisional Director, Working on Fire International

Dalam menangani kebakaran, katanya, terdapat empat tahap: reduksi, kesiapan, respon, dan pemulihan. Jika paradigma dapat digeser pada fokus reduksi dan kesiapan, idealnya, dua fase terakhir jarang terjadi.

Untuk mempercepat pergeseran ini, Johan Kieft, Penasihat Teknis Regional Senior UN Environment, terlibat dalam pengembangan Sistem Peringatan Dini Risiko Kebakaran yang memungkinkan pemadam kebakaran lebih mampu memprediksi dan mencegah kebakaran lahan gambut sebelum terjadi.

“Kaitan antara El Nino dan kebakaran Kalimantan sudah diketahui,” katanya. “Sekarang, soal bagaimana memanfaatkan sistem peringatan dini untuk mitigasi risio kesehatan di wilayah rentan kebakaran. Kita perlu mengajak sektor kesehatan dalam upaya merespon kebakaran.”

Jenis kolaborasi lintas sektor ini jelas dibutuhkan bukan hanya dalam praktik, tetapi juga dalam pendanaan. “Pemanfaatan sistem risiko kebakaran dalam merencanakan dan merancang instrumen fiskal yang lebih baik untuk pemerintah lokal dapat menggeser pendanaan dari pemadaman menjadi pencegahan kebakaran, dan ini lebih murah,” kata Sonny Mumbunan, peneliti dan ekonom World Resources Institute (WRI) Indonesia. “Tindakan preventif dan pendidikan dapat menghemat biaya ruang darurat dan asuransi.”

Untuk memutar upaya ini secara penuh, berinvestasi pada petugas pemadam dan tindakan preventif dapat juga meningkatkan manfaat bagi perempuan dan generasi muda. Di Afrika Selatan, yang menjadi fokus kerja Oosthuizen selama ini, pemadaman kebakaran mempekerjakan perempuan dan pemuda.

“Ini cara terbaik membangun pengaruh di masyarakat,” katanya – tidak hanya memberdayakan secara fiskal dan kemampuan, tetapi juga membantu memitigasi dampak kesehatan jangka panjang masyarakat dan juga generasi masa depan.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Deforestasi Kebakaran hutan & lahan Lahan Gambut

Lebih lanjut Deforestasi or Kebakaran hutan & lahan or Lahan Gambut

Lihat semua