Analisis

Apakah Produksi Kayu yang Lestari Dapat Berlangsung di Daerah Tropis?

Jika pasar karbon muncul, pengelolaan hutan lestari akan bersaing dengan pemanenan konvensional. Diperkuat dengan sistem sertifikasi kayu.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Beberapa tahun yang lalu, Dick Rice dan beberapa rekannya di Conservation International membuat kontroversi besar di lingkup kehutanan dengan menerbitkan sebuah artikel pada Scientific American and Science yang memuat pernyataan bahwa kebanyakan perusahaan kayu (HPH) di daerah tropis tidak akan bersedia menerapkan pengelolaan hutan lestari (SFM) karena mereka menganggap bahwa penebangan secara konvensional lebih menguntungkan. Bahkan lebih mengejutkan lagi, mereka mengklaim bahwa sistem tebang pilih secara tradisional tidak hanya memberikan keuntungan yang lebih tinggi tetapi juga menghasilkan kerusakan hutan yang “lebih sedikit” dibandingkan dengan sistem SFM yang pada prakteknya memerlukan bukaan tajuk (gap) yang besar dan memanen lebih banyak jenis pohon. Selanjutnya mereka juga mengatakan bahwa kawasan perlindungan merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengkonservasi ekosistem hutan dan mengusulkan agar mereka diperkenankan untuk melakukan penebangan kayu secara tebang pilih sekali saja dan sesudah itu sebaiknya hutan dijadikan kawasan taman.

Dalam sebuah paper berjudul “Sustainable Forest Future”, David Pierce, Francis Putz, dan Jerome Vanclay memberikan respon terhadap pernyataan Rice dan rekannya dengan melakukan kajian mendalam bukti-bukti menyangkut SFM apakah pada kenyataannya dapat dilakukan atau dibutuhlkan di kawasan tropis. Sama seperti Rice, penulis menggunakan istilah ’pemanenan kayu konvensional’ terhadap praktek yang ada saat ini yang khususnya kurang memperhatikan keberlangsungan pasokan kayu. ’Pengelolaan kayu lestari’ diimplikasikan sebagai langkah untuk menjamin agar hutan dapat terus menerus memproduksi kayu sepanjang waktu. ’Pengelolaan hutan lestari’ juga termasuk di dalamnya pengelolaan terhadap tersedianya jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu.

Berdasarkan sekitar tiga puluh buah studi empiris, penulis mempertegas kesimpilan Rice bahwa meskipun pengelolaan kayu lestari seringkali memberikan rata-rata keuntungan yang memadai, pemanenan kayu konvensional hampir selalu lebih menguntungakn. Artinya, tanpa memberikan insentive tambahan, seseorang tidak bisa mengharapkan perusahaan untuk menerapkan pengelolaan secara lestari. Pendeknya sudut pandang beberapa pengusaha kayu, lambatnya peningkatan harga kayu internasional, ketidakpastian politik, dan ketidakamanan kepemilikan lahan akan lebih memperkuat kenyatan tersebut.

Disisi lain, penulis menolak pernyataan Rice bahwa pengelolaan kayu lestari umumnya lebih merusak hutan dibandingkan dengan penebangan konvensional. Mereka mengatakan bahwa dasar kesimpulan yang dibuat oleh Rice lebih banyak diambil dari satu kasus tertentu yaitu pemanenan kayu mahoni di Bolivia, dan bahkan mungkin tidak berlaku disana. Di banyak kasus, meskipun tidak semuanya, praktek pengelolaan kayu lestari tampak lebih baik dibandingkan pendekatan penebangan konvensional dalam artian berfungsi sebagai gudang karbon dan konservasi keanekaragaman hayati, disamping juga menghasilkan lebih banyak kayu. Jika pasar karbon yang baru muncul, maka pengelolaan hutan lestari akan bersaing secara efektif dengan pemanenan konvensional. Sistem sertifikasi kayu juga akan memberikan insentif yang memadai untuk pengelolaan hutan lestari pada kondisi tertentu.

Pierce dan rekannya meragukan pernyataan Conservation International yang menyatakan bahwa kawasan perlindungan merupakan cara yang mudah dan murah untuk mengkonservasi hutan. Kawasan perlindungan mempunayi biaya langsung yang sangat penting disamping biaya tak langsung bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan hutan untuk keperluan lainnya. Membiarkan perusahaan kayu melakukan tebang pilih disuatu kawasan sebelum mengubahnya menjadi taman akan membuka kesempatan masuknya perambahan hutan oleh petani dan penebang kayu.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org

Bacaan lebih lanjut

Anda dapat memperoleh salinan elektronik artikel “Sustainable Forest Futures” secara cuma-cuma melalui Mrs. Alex Howe: mailto:a.howe@uea.ac.uk. Komentar dapat dikirim langsung kepada penulis, Jerome Vanclay: mailto:Jvanclay@csu.edu.au Atau Francis Putz: mailto:fep@botany.ufl.edu

Anda dapat menghubungi Dick Rice di : d.rice@conservation.org