JAKARTA, Indonesia (2 Oktober, 2011)_Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)- suatu sasaran yang hanya dapat dicapai dengan menjaga hutan hujan tropis, Senin 26 September 2011.
Peraturan ini dikeluarkan dan telah ditandatangani oleh presiden sebelum beliau menyambut kurang lebih 1,200 pemimpin dari jajaran pemerintah nasional, industri, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan tamu penting lainnya pada konferensi Hutan Indonesia: Alternatif Masa Depan untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan, Kayu, Energi dan REDD+, yang diselenggarakan oleh Center for International Forestry Research (CIFOR).
““Ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan Bali Action Plan pada Conference of Parties United Nations Climate Change Convention (COP UNFCCC) ke-13 di Bali, Desember 2007, dan memenuhi komitmen pemerintah Indonesia untuk secara sukarela menurunkan emisi GRK 26% dengan usaha sendiri atau mencapai 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2020. Untuk itu diperlukan pedoman untuk penyusunan upaya dan langkah-langkah penurunan emisi GRK,””, kata Dipo Alam, Sekretaris Kabinet dalam siaran resmi pers pemerintah.
Rencana aksi tersebut akan memberi arahan pada pemerintah lokal dan kementerian mengenai bagaimana rencana dan penerapan berbagai kegiatan rendah karbon di bidang pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dantransportasi, industri,transportasi, industri, dan pengelolaan limbah.
Rencana aksi ini akan menjadi acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan penurunan emisi. Sementara itu, menteri dan pimpinan lembaga akan melaksanakan RAN-GRK sesuai tugas dan fungsi masing-masing dengan pelaksanaan serta pemantauan akan dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian. Kegiatan RAN-GRK meliputi bidang Pertanian, Kehutanan dan lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri, Pengelolaan limbah, dan kegiatan pendukung lainnya.
Diharapkan juga bahwa berbagai usaha akan menggunakan rencana aksi tersebut untuk mengembangkan model-model rendah karbon guna memastikan pengelolaan lestari sumber daya alam Indonesia.
Indonesia merupakan rumah dari hutan tropis terbesar ketiga, namun Indonesia juga merupakan salah satu emiter gas rumah kaca terbesar di dunia,
Secara global, deforestasi berperan sampai dengan 20 persen dari emisi gas rumah kaca. Bagi Indonesia, angka tersebut dapat mencapai kurang lebih 60 persen, yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara emiter tertinggi di dunia.
Pada tahun 2009, Presiden Yudhoyono berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia sampai 26 persen dari tingkat business as usual pada tahun 2020, dan sampai 41persen dengan bantuan internasional. Norwegia bersedia membantu dengan memberikan dana 1 miliar dolar AS untuk membantu Indonesia mencapai target tersebut, dan pada bulan Mei yang lalu pemerintah mengeluarkan moratorium berlaku selama dua tahun yang membatasi pengeluaran ijin pembuatan konsesi- hutan baru.
Konferensi Hutan Indonesia, yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 27 September, akan memberikan kesempatan bagi berbagai lembaga swadaya masyarakat, lembaga-lembaga usaha, dan berbagai kementerian negara untuk mendiskusikan tantangan ini. Konferensi ini juga akan meninjau berbagai kesempatan yang tersedia untuk mengurangi laju deforestasi, sementara pada waktu yang sama juga dapat memperluas produksi pertanian guna menjamin target keamanan pangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berikut ini siaran persnya:
SIARAN PERS
Sekretaris Kabinet: Presiden Yudhoyono menandatangani Keputusan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi emisi GRK
Jakarta, 26 September 2011
President Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Keputusan Presiden No. 61 2011 pada tanggal 20 September 20 tentang Rencana Aksi National untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (disebut sebagai RAN-GRK).
Sekretaris Negara Dipo Alam menggarisbawahi lanskap geografis Indonesia yang unik yang sangat rentan terhadap dampak-dampak perubahan iklim, yang kemudian memotivasi Indonesia untuk secara sukarela berkontribusi pada tindakan pencegahan melalui mitigasi perubahan iklim.
“Ini merupakan usaha kami untuk menindaklanjuti Rencana Aksi Bali sebagaimana disepakati dalam UNFCCC COP13, sambil memenuhi komitmen sukarela Indonesia untuk mengurangi emisi GRK sampai 26% atau sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020”, demikian yang disampaikan oleh Dipo Alam.
RAN-GRK akan digunakan sebagai dokumen acuan untuk Indonesia dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan langsung maupun tidak langsung untuk mengurangi emisi GRK sesuai dengan keadaan nasional seperti misalnya target pembangunan. Laju pengurangan emisi GRK akan didasarkan pada basis tahunan. Kegiatan-kegiatan yang terdaftar dalam RAN-GRK dikelompokkan dalam berbagai sektor, misalnya: Pertanian, Kehutanan dan Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri, Pengelolaan Limbah, dan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya.
Dokumen tersebut akan diarahkan sebagai panduan untuk menteri-menteri terkait dan para kepala lembaga dalam menerapkan RAN-GRK dalam hubungannya dengan tugas-tugas utama dan fungsi mereka. Implementasi dan pemantauan kegiatan yang dilakukan akan dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Ekonomi. Diharapkan juga bahwa publik dan pengusaha akan menggunakan dokumen tersebut sebagai acuan dalam rencana dan implementasi tindakan pengurangan emisi.
Rencana aksi ini juga memberikan panduan untuk pemerintah lokal. Para gubernur harus mengembangkan rencana aksi regional untuk mengurangi emisi GRK di provinsi-provinsi mereka, sambil memasukkan prioritas-prioritas pembangunan regional mereka dalam pertimbangan. “Berdasarkan Keputusan Presiden ini, persiapan RAD-GRK harus diselesaikan dan ditetapkan oleh Peraturan Gubernur tidak lebih dari 12 bulan setelah tanggal berlakunya Keputusan tersebut” ungkap Armida Alisjahbana, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Arnida juga menambahkan bahwa persiapan RAD-GRK akan difasilitasi dan dikoordinir oleh Menteri Dalam Negeri yang akan didukung oleh Bappenas dan Menteri Lingkungan Hidup. Panduan untuk persiapan RAD-GRK akan dikeluarkan oleh Bappenas dalam tidak lebih dari 3 bulan sejak ditetapkannya keputusan tersebut.
Suatu tinjauan berkala akan dilakukan oleh RAN-GRK. Tinjauan tersebut akan didasarkan, termasuk namun bukan hanya, pada kebutuhan nasional dan pembangunan dinamika nasional. Bappenas akan menjadi agensi pemimpin dalam melaksanakan penilaian dari tinjauan tersebut. Hasil dari tinjauan semacam itu akan diserahkan, setidaknya satu kali setahun, kepada Menteri Koordinator Ekonomi dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
Setiap sektor yang tercakup dalam RAN-GRK diberikan proporsi terhadap kontribusi mereka terhadap target pengurangan emisi menyeluruh sebesar 26%/41% sebagai berikut:
- Pertanian: 0,008 Gigaton CO2e (26%) dan 0,011 Gigaton CO2e (41%)
- Sektor Kehutanan dan Lahan Gambut: 0,672 Gigaton CO2e (26%) dan 1.039 Gigaton CO2e (41%)
- Energi dan Transpor: 0,0038 Gigaton CO2e (26%) dan 0,056 Gigaton CO2e (41%)
- Industri: 0,001 Gigaton CO2e (26%) dan 0,005 Gigaton CO2e (41%)
- Bidang Pengelolaan Limbah: 0,048 Gigaton CO2e (26%) dan 0,078 Gigaton CO2e (41%)
Dipo mengakhiri penjelasannya dengan menyatakan bahwa RAN-GRK akan menggunakan sejumlah dana, yang disediakan oleh APBN (anggaran negara), APBD (anggaran daerah) dan sumber-sumber dana sah dan tidak mengikat yang diizinkan oleh legislasi Indonesia.
Annex: http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/17288/LAMPIRAN%201%20612011.pdf
———
Catatan Editorial:
- Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) bersifat alamiah dan merupakan gas yang antropogenik atmosferik yang memiliki fungsi yang serupa dengan GRK, menjebak dan melepaskan radiasi inframerah yang datang ke bumi. Gas-gas GRK yang umum adalah Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH14), Nitrogen Oksida (N2O), dan gas-gas berbasis fluorokarbon (HFC, PFC dan SF6). Efek GRK yang terbentuk oleh gas-gas tersebut, akan menciptakan peningkatan suhu permukaan bumi yang abnormal, yang mengakibatkan Pemanasan Global yang mengarah pada Perubahan Iklim Ekstrem.
- “Rencana Aksi Bali” merupakan satu keputusan di bawah “Peta Jalan Bali”, sebuah “peta jalan” dari keputusan-keputusan yang diambil dalam Konferensi Para Pihak pada Konvensi Perubahan Iklim di Bali, Desember 2007. “Rencana Aksi Bali” merupakan rencana aksi komprehensif untuk komitmen jangka panjang dalam menerapkan modal dasar dan fungsi dari Konvensi tersebut yang mencakup kerangka mengenai tindakan mitigasi dan adapatasi dan teknologinya serta dukungan dananya. Rencana aksi ini diharapkan untuk dimantapkan sebelum akhir 2012 untuk menghindari celah-celah tindakan yang mungkin terjadi bila komitmen dari periode pertama Protokol Kyoto berakhir pada tahun 2012.
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat pada tahun 2009 menyatakan bahwa Indonesia akan secara sukarela berkontribusi pada pengurangan emisi global dengan menargetkan suatu tindakan aksi GRK nasional untuk mengurangi emisi GRK Indonesia dari Business-As-Usual (BAU) dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org