Earth Day atau Hari Bumi – diperingati setiap 22 April merupakan peringatan akan lahirnya gerakan lingkungan modern tahun 1970-an.
Hari ini, perjuangan melindungi sumber daya bumi – terutama hutan – terus bergerak ditengah meningkatnya urgensi terhadap ancaman perubahan iklim dan deforestasi. Sekitar 1,6 miliar manusia – lebih dari 25 persen populasi dunia – bergantung pada sumber daya hutan sebagai mata pencaharian, menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), disepakati PBB pada September 2015 merupakan seperangkat tujuan, target dan indikator universal bagi semua negara- negara anggota PBB yang akan digunakan untuk kerangka kerja kebijakan selama 15 tahun ke depan. SDG adalah inti dari upaya internasional memetakan arah yang lebih bertanggung jawab termasuk membuat peta jalan yang menguntungkan bagi manusia dan bumi.
Masing-masing dari 17 tujuan SDG mengidentifikasi setiap subyek penting (contohnya kemiskinan, kesetaraan gender, iklim, dll) dan akan segera memiliki indikator yang melekat pada setiap subyek, sehingga setiap kemajuan dapat diukur.
Baru-baru ini diterbitkan sebuah buku, “Sustainability Indicators in Practice,” yang mengeksplorasi peluang dan tantangan terkait dengan aplikasi praktis setiap subyek SDG.
Salah satu kesimpulan utamanya adalah pentingnya integrasi, memberi saran bahwa target SDG tidak dapat tercapai secara independen, melainkan akan lebih efektif bisa saling terkait satu sama lainnya.
Pendekatan ini mengusulkan integrasi subyek-subyek kepentingan yang sebelumnya dilakukan berbeda-beda, misalnya ‘perluasan kawasan konservasi hutan’, misalnya, tidak dapat tercapai jika mengabaikan tujuan lainnya seperti kepastian mata pencaharian yang layak bagi masyarakat lokal.
“Suatu pergeseran menuju integrasi pengawasan indikator-indikator keberlanjutan benar-benar mengandung banyak janji,” kata Amy Duchelle, kontributor publikasi dan ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
Penelitian Amy Duchelle difokuskan pada pemeriksaan pemantauan yang lebih terintegrasi dari karbon dan non-karbon hasil dari Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+).
Sebuah pergeseran ke arah integrasi pengawasan dari sejumlah indikator keberlanjutan sungguh mengandung banyak janji
Menurut Agnieszka Latawiec, editor buku dan Direktur Riset di International Institute of Sustainability, Rio de Janeiro, Brasil, pendekatan integrasi sebenarnya memiliki relevansi luas untuk sekian banyak set-set indikator.
“Sekarang kita melihat banyaknya pendekatan terhadap keberlanjutan, sebagaimana dibuktikan oleh berbagai indikator – mengukur keberlanjutan – di seluruh berbagai topik. Dan keragaman itu tidak selalu berarti buruk.
“Tapi buku ini menunjukkan satu hal yaitu perbedaan aspek dari setiap sistem yang saling erat terkait, hal ini berarti perjuangan untuk meningkatkan salah satu indikator dapat berpengaruh terhadap indikator yang lain.” Agnieszka Latawiec menyimpulkan bahwa ada pelajaran yang jelas dari pemahaman ini.
“Apa yang kami temukan di semua indikator keberlanjutan di dalam buku yaitu pentingnya mendapatkan hal-hal sederhana secara benar.”
“Itu berarti, pada saat awal amat menentukan memilih satu set indikator yang sudah lama diterapkan dan mudah dipahami, dan mempergunakannya secara tepat.”
Buku ini menunjukkan satu hal yaitu perbedaan aspek dari setiap sistem yang saling erat terkait, hal ini berarti perjuangan untuk meningkatkan salah satu indikator dapat berpengaruh terhadap indikator yang lain
“Namun keterkaitan antar indikator juga menunjukkan bahwa, sebanyak mungkin, kita bekerja untuk meningkatkan indikator keberlanjutan secara kolektif, sebagai satu kesatuan set.”
REDD+ Safeguards: Suatu ‘contoh kehidupan nyata’
Memang, hal ini merupakan kesimpulan utama dari bab yang ditulis oleh Amy Duchelle tentang REDD+, yang bertujuan memberikan ‘contoh kehidupan nyata’ dari mana dan bagaimana pengawasan terpadu dapat bekerja.
Sementara REDD+ selalu memiliki fokus yang kuat pada penyerapan karbon, memahami hasil lainnya – misalnya, dampaknya terhadap mata pencaharian dan keanekaragaman hayati – mungkin sama pentingnya untuk memastikan kelangsungan hidup program jangka panjang.
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim REDD+ Safeguards membuat daftar akan hasil-hasil lain yang di luar isu karbon, termasuk tentang dampak sosial dan lingkungan.
Amy Duchelle mengatakan bahwa pemantauan yang lebih terintegrasi, dan juga ambisius, termasuk sangat diharapkan.
“Untuk satu hal, akan memungkinkan bagi kita untuk lebih memahami trade off (imbal balik) dan sinergi antara berbagai potensi hasil REDD+. Ada juga potensi pemantauan terintegrasi untuk penghematan biaya daripada pemantauan hasil secara terpisah. ”
Tantangan besar tetap ada
Sementara beberapa jenis integrasi baru pada tahap diinginkan, jenis lainnya telah menjadi suatu kebutuhan.
Bagi Amy Duchelle, operasionalisasi REDD+ Safeguards menjanjikan langkah ke arah yang benar, secara eksplisit mengakui kebutuhan untuk mengintegrasikan berbagai hasil dari REDD+.
Tapi tantangan yang cukup besar tetap, termasuk menyatukan masyarakat dan organisasi yang masih bekerja secara disiplin terpecah-pecah. Kendala lain adalah mengukur dampak sosial REDD+, khususnya terkait dengan hak-hak dan partisipasi lokal, yang datanya mungkin terbatas dalam survei nasional dan sub-nasional.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org