Restorasi bentang alam telah lama dibayang-bayangi oleh isu konservasi hutan saat berhadapan dengan strategi-strategi berbasis ekosistem untuk pencegahan perubahan iklim.
Para ilmuwan dan pengatur strategi perubahan iklim menghimbau untuk memberikan penghargaan akan kontribusi restorasi bentang alam terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Hentikan untuk mengatakan restorasi bentang alam sebagai ‘tambahan manfaat,” kata Stewart Maginnis, Direktur Lingkungan berbasis Solusi di International Union for Conservation of Nature (IUCN). “Restorasi itu nyata, dengan manfaat yang dapat dinikmati.”
Stewart Maginnis berbicara dalam panel perwakilan pemerintah, advokat dan ilmuwan di Forum Bentang Alam Global 2015, 5 Desember lalu. Restorasi bentang alam merupakan salah satu tema utama Forum, yang dihadiri oleh 3,200 peserta dari lintas sektoral dan wilayah, bersama mendiskusikan peran pemanfaatan lahan berkelanjutan dalam rangka mencapai perubahan iklim dan tujuan-tujuan pembangunan.
Ia merujuk Tantangan Bonn, tujuan ambisius yang dibuat pada tahun 2011 dengan keinginan untuk melakukan restorasi 150 juta hektare hutan sampai tahun 2020. Jika hal ini tercapai, ujarnya, hutan-hutan dapat mengumpulkan sejumlah gigaton karbon dari atmosfir pertahunnya, selain juga dari peningkatan hasil panen dan menjagas daerah aliran sungai bernilai jutaan dolar.
Ian Gray, Senior Spesialis Lingkungan dari Global Environment Facility (GEF), memberikan komentar serupa. Bukan lagi diposisikan sebagai “hobi” dalam penyusunan strategi perubahan iklim, restorasi hutan harus ditempatkan sama dengan konservasi hutan sebagai “kekuatan nyata untuk melangkah ke masa depan” dan dapat memenuhi target-target,’ katanya.
KOMITMEN GLOBAL, KEKUATAN LOKAL
Sejumlah 86 juta hektare hutan telah dialokasikan oleh para negara-negara untuk kegiatan restorasi, sebagai bagian dari komitmen Bonn, hampir 60 persen dari target dalam jangka waktu lima tahun.
Upaya-upaya baru termasuk komitmen AFR100, diluncurkan dalam sesi terpisah di Forum Bentang Alam Global, menghimpun 17 negara-negara benua Afrika untuk berjanji melakukan restorasi 100 juta hektare hutan hingga tahun 2030. Pengembangan dari inisiatif Amerika Latin, 20×20 juga diumumkan di Forum, menghimpun empat negara selatan dan tengah Amerika Latin berkomitmen untuk merestorasi 8,5 juta hektare hutan, termasuk 2,9 juta hektare hutan Mato Grosso di Brasil.
Bianca Jagger, pendiri dan ketua Bianca Jagger Human Rights Foundation dan Duta Besar Tantangan Bonn, memperingatkan bahwa cara-cara pencapaian target-target sama pentingnya dengan komitmen jumlah hektaran lahan.
“Restorasi bukan sekedar penanaman pohon,” kata Jagger. “Bagian penting dari [Tantangan Bonn] adalah manusia sebagai inti dari inisiatif ini.”
Ia mengambil contoh di Nigeria, saat petani lokal mendapat manfaat dari kegiatan restorasi 5 juta hektare lahan rusak. Dengan makin banyaknya pepohonan, masyarakat di negara Sahel sekarang mempunyai lebih banyak akses untuk mencari kayu bakar. Dan, tambah Bianca Jagger, banyaknya pohon telah menolong meningkatkan hasil panen 100 kilogram per hektare – suatu anugerah yang memberikan tambahan pangan bagi 2,5 juta penduduk di negara yang rawan pangan kronis ini.
Tipe restorasi seperti ini memperlihatkan kekuatan masyarakat lokal sebagai garda garis terdepan perubahan iklim, katanya: “Bahkan ketika pimpinan dunia akan gagal, hal ini merupakan jawabannya.”
BERSAMA SELAMANYA
Pernyataan Bianca Jagger menyoroti pentingnya peran baik masyarakat lokal dan masyarakat adat.
José Vilialdo Díaz, Kepala Departmen Perubahan Iklim di Institut Kehutanan Nasional Guatemala, negara dengan 50 persen penduduk adalah masyarakat adat setuju akan hal ini. Katanya, “Masyarakat adalah pusat dari restorasi bentang alam.”
Menurut Emmanuel Niyonkuru, Menteri Air, Lingkungan Hidup, Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Perkotaan dari negara Burundi, kebijakan pemerintah sepatutnya “inklusif dan integratif,” terutama mendesak rincian kerangka kerja seperti REDD+, seperti yang Burundi lakukan saat ini.
Restorasi bukan sekedar penanaman pohon. Namun merupakan bagian penting dari [Tantangan Bonn] adalah manusia sebagai inti dari inisiatif-inisiatif.
Alur pemikiran ini sejalan dengan pendekatan bentang alam untuk pembangunan berkelanjutan – sebagai contoh, menemukan cara-cara menyokong penghidupan seraya melakukan restorasi di saat yang bersamaan.
“Anda tidak dapat mencapai tujuan dan ambisi restorasi bentang alam tanpa melibatkan agroforestri yang menyokong petani skala kecil,” kata Stewart Maginnis. “Jika hal ini diabaikan dan kita hanya terpaku pada perkebunan skala besar, misalnya, kita akan melupakan tujuan-tujuan dasar restorasi bentang alam.”
Terlebih perubahan iklim bukanlah isu jangka pendek, banyak solusi perlu didisain untuk masa yang lebih panjang, kata wakil moderator Peter Besseau, Direktur Hubungan Luar Negeri dari Divisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Kehutanan Canada.
“Kami tidak mengajak masyarakat untuk bergabung dalam suatu proyek atau menentukan nasib masa depan,” ujar Besseau. “Kami mengajak mereka selamanya.”
Sehingga untuk memenuhi target-target seperti yang telah ditentukan oleh Tantangan Bonn, kita perlu memberi setiap kesempatan restorasi hutan untuk berhasil, kata Gray.
Kami tidak melibatkan masyarakat hanya untuk suatu proyek atau merancang nasib masa depan. Kami melibatkan mereka selamanya.
“Kami berharap ada kesempatan kedua untuk inisiatif-inisiatif bentang alam ini,” kata Gray. “Mari kita buat kesempatan yang benar-benar bekerja saat ini.”
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org