Liputan Khusus

Media Membantu Menguraikan Dan Menyebarkan Informasi Tentang REDD+

Persoalan yang tak kalah pelik adalah membuat berita dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Penulisan berita yang konsisten dan persuasif dapat membantu pemahaman masyarakat akan isu REDD+. ©Center for International Forestry Research/Jeff Walker

Media massa, dengan jaringan pembaca yang luas, dapat membantu memberikan pemahaman awal yang benar dan menguraikan isu seperti REDD+ serta hutan dan perubahan iklim, yang sulit dicerna masyarakat, melalui penulisan yang konsisten dan persuasif.

Pentingnya media untuk mengubah pola pikir masyarakat merupakan salah satu kesimpulan diskusi kelompok pelatihan wartawan bertema “Social Forestry dan REDD+. Manusia, hutan dan perubahan iklim,” tanggal 14 -15 April 2011 di hotel Santika Bogor. ASEAN Social Forestry Network (ASFN) Secretariat mengadakan pelatihan tersebut guna membuka wawasan media massa akan isu REDD+ dan potensi konflik yang mungkin muncul bagi masyarakat di sekitar hutan Indonesia.

Perbedaan pengertian mengenai konsep REDD+ bukan hanya berlaku di masyarakat sekitar hutan, namun juga di media. Salah satu sebab keterbatasan mereka adalah masih abstraknya konsep REDD+, misalnya apakah REDD+ seperti barang yang dapat diperjualbelikan, apakah REDD+ merupakan program bantuan dana bagi masyarakat dan sebagainya. Selain itu, menurut pandangan peserta yang terdiri dari berbagai media cetak nasional dan daerah, pembicaraan REDD+ masih terbatas di level pemerintah, politisi dan pebisnis, belum sampai pada ekspektasi masyarakat akan manfaat REDD+. Celah perbedaan ini dikhawatirkan akan membingungkan dalam penyampaian informasi secara luas.

Untuk menangani kesulitan ini, peserta mengusulkan diselenggarakannya pelatihan serta dikembangkannya jejaring informasi atau milis baik antar jurnalis maupun dengan masyarakat. Agung Marhaenis, redaktur Reader’s Digest menggarisbawahi pentingnya berbagi informasi dengan memberi contoh milis pertanian Jakarta Berkebun. “Melalui milis ini, petani kangkung di Jakarta dapat bertukar informasi dengan petani di Tangerang. Selain itu, berita yang kami tulis menjadikan masyarakat yang semula tidak tahu menjadi tahu akan keberadaan kelompok tersebut.”

Persoalan lain yang tak kalah pelik adalah membuat berita dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat. Padanan kata-kata yang sesuai dengan pemikiran masyarakat masih dirasa sangat terbatas, bahkan seringkali tidak diterjemahkan. Dede Rohadi, peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) memberikan contoh istilah social forestry. “Belum ada kesepakatan mengenai arti kata ‘sosial’- yaitu upaya rancangan, pelaksanaan upaya penghutanan kembali dan pemanfaatan hasil hutan bagi masyarakat yang mengelola hutan.”

Pentingnya peliputan ke lapangan

Peserta juga menyatakan pentingnya melakukan peliputan langsung aksi-aksi pelaksanaan REDD+ ke lapangan. Hal ini perlu agar media dapat melakukan perimbangan isi berita dengan cara menangkap isu lokal, menelisik ulang, dan melakukan wawancara dengan masyarakat sebagai pelaku dan penerima skema manfaat konservasi jasa hutan selain pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan.

Pentingnya kunjungan ke lapangan dirasakan peserta pelatihan jurnalis yang diadakan CIFOR dengan bekerja sama dengan Internews dan Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) baru-baru ini. Para partisipan diajak mengunjungi pulau Nusa Lembongan, Bali dan melihat langsung praktek konservasi masyarakat melalui penanaman pohon bakau, yang dibantu oleh Coral Triangle Center (CTC).

“Kunjungan lapangan memberikan gambaran jelas mengenai keterkaitan antara peran konservasi hutan bakau dengan penjelasan ilmiah dari ilmuwan,” kata Ishak Junaidi, wartawan Kendari Ekspress, “Kombinasi ini membantu saya membuat berita rumit mudah dimengerti dengan mengambil sisi ‘manusiawi’ serta sisi budaya.”

Data peliputan berita menunjukkan ada paling tidak 11 artikel yang telah diterbitkan jurnalis dari 16 media tersebut yang memanfaatkan kunjungan lapangan tersebut sebagai tautan isi berita.

———————————————————————————————————————

Pelatihan tanggal 14-15 April 2011 ini diselenggarakan oleh ASFN Secretariat bekerja sama dengan RECOFTC – The Center for People and Forests, ASEAN Secretariat, CIFOR, UN-REDD Indonesia, USAID, Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC) dan RAFF Program– The Nature Conservancy.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org