Catatan Editor: Pidato Peter Holmgren ini dapat disaksikan di atas. Kunjungi forestasia.org untuk melihat kabar-kabar terbaru mengenai Pertemuan Puncak Forests Asia. Video dari semua presentasi dan pidato dari pertemuan tersebut akan ditampilkan di sini.
Jakarta, Indonesia – 18 bulan ke depan adalah kesempatan yang kritis untuk menginformasikan proses-proses kebijakan global terkait perubahan iklim, pembangunan secara lestari dan ekonomi hijau, ujar Dr. Peter Holmgren, Direktur Jenderal Center for International Forestry Research (CIFOR).
Menyampaikan pidato pembuka dalam Pertemuan Puncak Forests Asia di Jakarta, Dr. Holmgren mendiskusikan pentingnya lanskap hutan untuk ketiga proses tersebut.
Salah satu tujuan utama pertemuan, beliau menyatakan kepada hampir 2.000 peserta yang hadir, adalah untuk melakukan sebuah dialog terkait kehutanan dan pertanian, antara sektor publik dan swasta, dan antara perkotaan dan pedesaan.
“Kita harus berhasil – tidak hanya bagi ratusan juta orang yang tinggal di kawasan ini, namun bagi seluruh penduduk bumi,” ungkapnya.
Dr. Holmgren menutup pidatonya dengan mempersilakan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menyampaikan pidato utamanya. Transkrip pidato presiden bisa dibaca di sini.
Transkrip dari pidato Dr. Holmgren sebagai berikut.
Pidato Dr. Holmgren:
Yang terhormat Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI; perwakilan internasional dan para duta besar, para menteri Indonesia, menteri-menteri dari kawasan Asia, para tamu yang terhormat sekalian –
Selamat datang dalam Pertemuan Puncak Forests Asia, yang diselenggarakan oleh organisasi saya, Center for International Forestry Research, dengan penyelenggara bersama dari Kementerian Kehutanan Indonesia.
Sebuah kehormatan bagi saya untuk menyambut Anda sekalian. Bersama, kita dapat memanfaatkan momen ini untuk membuat perbedaan.
Dikarenakan dunia sedang mengalami titik balik. Keputusan harus dibuat di ranah internasional pada 18 bulan ke depan yang memungkinkan untuk membentuk masa depan bersama untuk generasi mendatang.
Hutan dan lanskap di Asia adalah bagian rentan dari masa depan tersebut, yang melingkupi:
- Produksi pangan
- Perlindungan lingkungan
- Progres terkait kesetaraan jender dan sosial
- Menyediakan kesempatan bagi penghidupan, dan
- Melanjutkan perjuangan melawan perubahan iklim
Semua ini harus terjadi secara bersamaan dan kerap ada di lokasi-lokasi yang sama.
Kita harus mewujudkan semuanya. Tidak hanya bagi ratusan juta jiwa yang tinggal di kawasan ini, melainkan juga bagi seluruh penghuni bumi.
Saya mengajukan tiga proses kebijakan global dan inisiatif yang tengah berjalan.
Dalam dua hari ke depan, kita dapat menunjukkan bagaimana pusat – dan integral – hutan beserta lanskap sedang membuat kemajuan.
Pertama, agenda pasca 2015 dan Sasaran Pembangunan Secara Lestari:
SDG akan menjadi poin referensi untuk upaya-upaya kita mendatang.
Beberapa orang khawatir bahwa “hutan” tidak terlihat sebagai sasaran tunggal dan ketakutan bahwa hutan hanya akan mendapat sedikit perhatian.
Saya menyatakan sebaliknya: Kita memiliki, dan seharusnya mengambil, kesempatan ini untuk menunjukkan bahwa kehutanan berkontribusi kuat bagi semua prioritas pembangunan.
Namun untuk mewujudkannya, seluruh sektor harus bekerja bersama untuk menemukan solusi lanskap gabungan.
Inilah kenapa kami ingin melihat sebuah dialog antara kehutanan dan pertanian, antara sektor publik dan swasta, dan antara perkotaan dan pedesaan.
Prioritas global kedua adalah kesepakatan iklim berikutnya.
IPCC baru saja merilis laporan kajian ke-5 tentang adaptasi perubahan iklim dan mitigasi.
Laporan IPCC ini menunjukkan betapa pentingnya sistem pangan dan pengelolaan hutan. Laporan itu menunjukkan bahwa adaptasi dan mitigasi adalah sektor-sektor yang memegang peran sangat besar bagi tercapainya solusi.
Kita akan mendengarkan lebih lanjut dari Dr. Pachauri, ketua IPCC, dalam pidato utamanya besok.
Berikutnya di tahun ini, para negosiator iklim dunia akan bertemu di Lima untuk COP20 – sebuah tonggak sejarah bagi kesepakatan iklim baru. Kami mendapat kehormatan untuk menyambut Menteri Lingkungan Hidup Peru, Manuel Pulgar-Vidal, yang akan menjadi presiden COP mendatang, untuk berbicara dalam Pertemuan Puncak Forests Asia besok.
Dan ketiga – Inisiatif Ekonomi Hijau.
Di berbagai belahan dunia; pemerintah, pebisnis dan konsumen sedang berusaha merubah tata operasional mereka – untuk memastikan bahwa sumber daya alam yang kita pakai saat ini masih tersedia untuk masa mendatang.
Namun ini membutuhkan pemikiran cara baru. Cara-cara baru untuk memperkuat kapital dan membangun perekonomian pedesaan. Cara-cara baru untuk bekerja bersama – kembali, lintas seluruh sektor di dalam lanskap.
Pertumbuhan hijau dengan kesetaraan, dalam pandangan saya, masih dimulai dengan investasi berkelanjutan di dalam lanskap.
Harus terus diingat bahwa kehutanan adalah dasar dari ekonomi hijau.
Masing-masing dari ketiga aspirasi ambisius ini berpegang pada ilmu pengetahuan. Keputusan yang baik akan menjadikan penggunaan bukti yang tangguh, dapat diandalkan dan relevan; bukti yang tidak hanya akan menginformasikan tentang ilmu pengetahuan terkini namun juga terkait opsi-opsi untuk aksi dan kemungkinan konsekuensi dari aksi-aksi tersebut.
CIFOR telah menghasilkan penelitian kehutanan lintas Asia dan dunia dalam waktu lebih dari 20 tahun, bersama banyak mitra. Kami telah membangun Pertemuan Puncak ini dengan berlandaskan pada penelitian dan kemitraan.
Hari ini kami mengingatkan Anda sekalian untuk berbagi pandangan mengenai prioritas dan komitmen terkait penelitian tentang hutan dan lanskap untuk menginformasikan proses-proses kebijakan dan praktik-praktik bisnis serta untuk menemukan jalan, lewat investasi, lewat dialog, lewat penelitian, menuju sebuah dunia yang lestari.
Sekarang, saya akan memperkenalkan seseorang yang tidak pernah ragu untuk membuat dan memegang komitmennya:
Yang terhormat, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Dua setengah tahun lalu, dalam sebuah konferensi yang sama, Presiden Yudhoyono menyatakan bahwa beliau akan mendedikasikan sisa periode pemerintahannya untuk melindungi hutan negara ini.
Setelah itu, Presiden Yudhoyono mengeluarkan sebuah moratorium terkait konsesi hutan baru.
Beliau kemudian membentuk badan pemerintah terkait REDD+, sebuah kerangka kerja kebijakan yang bertujuan untuk melambatkan laju perubahan iklim lewat penurunan emisi dari sektor kehutanan.
Kemudian, Indonesia merubah tata aturan mengenai hak-hak masyarakat adat terhadap hutan ulayat mereka.
Dalam periode tersebut, Presiden Yudhoyono telah memperjuangkan pertumbuhan hijau secara inklusif.
Selain itu, selama kurun waktu tersebut, Presiden Yudhoyono menjadi pimpinan bersama sebuah panel tingkat tinggi yang bertugas merancang Sasaran Pembangunan Secara Lestari, dan menghasilkan rekomendasi panel bagi Sekretaris Jenderal PBB.
Membuat komitmen bagi ekonomi hijau, kesetaraan dan kelestarian, dan yang berikutnya, mengambil langkah ke depan bagi inovasi dan kepemimpinan.
Para tamu yang terhormat, Bapak Ibu sekalian, ini menjadi kehormatan bagi saya untuk mempersilakan yang Terhormat, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Bacaan lebih lanjut
Funds plentiful, but will is weak to fuel low-carbon economy: experts
‘Great opportunities’ in agriculture, forestry to mitigate climate change: IPCC Chairman
Singaporean Minister: Economic interests causing ‘environmental vandalism’
Indonesian president calls on successor to continue moratorium on forest concessions