Liputan Khusus

Ada ‘banyak’ dana, tapi lemah keinginan mendanai ekonomi rendah karbon: Pakar

Harga jalur mitigasi ini sebenarnya sangat murah, kerugian konsumsi global per tahun tidak akan lebih dari 0,06 persen dari PDB global.
Bagikan
0
Nyoman N. Suryadiputra, Direktur Wetlands International-Indonesia (WII), menyajikan presentasi pada sebuah diskusi di Forests Asia Summit 2014, bertempat di Shangri-La Hotel, Jakarta, Indonesia.

Bacaan terkait

Catatan editor: Lihat forestsasia.org untuk mengikuti informasi terkini Forests Asia Summit. Salinan video juga akan diunggah di situs ini.

12 Mei 2014 — Ilmuwan iklim ternama dunia menyampaikan kepada sebuah konferensi internasional hari ini bahwa menangani perubahan iklim merupakan sebuah peluang, bukan beban, dan seorang pakar keuangan terkemuka mengatakan bahwa ada sejumlah besar uang untuk mendanai pembangunan berkelanjutan.

“Jalur yang harus kita tempuh sangatlah jelas bila dunia ingin membatasi kenaikan suhu sampai 2 derajat Celsius,” ujar Dr. Rajendra Pachauri, ketua Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) kepada para delegasi pada hari terakhir Pertemuan Puncak Forests Asia di Jakarta. “Dan hal tersebut…harus dipandang sebagai sebuah peluang, dan bukannya sebagai sesuatu yang membebani masyarakat di seluruh dunia.”

“Harga jalur mitigasi ini sebenarnya sangat murah,” ujar Pachauri, yang menambahkan bahwa “kerugian konsumsi global per tahun tidak akan lebih dari 0,06 persen dari PDB global.”

Menteri Lingkungan Hidup Peru, Manuel Pulgar-Vidal, yang akan mengetuai pembicaraan perubahan iklim PBB di Lima pada bulan Desember, mengatakan bahwa kehutanan harus merupakan inti dari kesepakatan perubahan iklim mana pun di masa mendatang.

Asia Tenggara berada di garis depan pertempuran dalam menyeimbangkan berbagai kebutuhan dari populasi yang terus bertumbuh, ekonomi yang terus berkembang, dan perlindungan lingkungan hidup.  Menteri-menteri, masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta dan kaum muda memanfaatkan acara Pertemuan Puncak selama dua hari tersebut untuk mencari berbagai cara untuk mengelola hutan dan lanskap dengan lebih baik dalam pergeseran menuju “ekonomi hijau”.

Mengacu pada sumber daya yang dibutuhkan untuk mendanai pergeseran ini, Mark Burrows dari Credit Suisse mengatakan, “modal ini sudah ada dalam skala yang dahsyat. Kira-kira 225 triliun dolar AS dari modal swasta saat ini dialokasikan melalui pasaran uang dunia.” Suasana hati di kalangan para investor besar sedang berubah, tambahnya. Tetapi “kita membutuhkan investasi politik untuk membuka kunci investasi finansial.”

Delapan belas bulan mendatang mewakili suatu kesempatan tak terduga untuk menangani berbagai masalah iklim dan pembangunan yang mendesak, ujar para ahli di Pertemuan Puncak tersebut. Pada bulan Desember 2015, berbagai negara akan menyetujui suatu kesepakatan iklim menyeluruh untuk menggantikan Protokol Kyoto yang kedaluwarsa. Proses perumusan agenda pembangunan pasca-2015 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sedang berlangsung secara paralel.

Hutan memainkan “peranan penting” dalam kerangka kerja ini, ujar Pulgar-Vidal, Presiden dari Konferensi Para Pihak UNFCCC tahun ini di Lima. Berbicara di Pertemuan Puncak pada hari Selasa, ia menyoroti posisi pelengkap negara-negara Amerika Latin dan Asia Tenggara dalam persiapan menuju kesepakatan iklim yang berikutnya — dan mendesak para pemimpin di Asia Tenggara untuk merebut momen tersebut.

“Seharusnya jelas bahwa kita tidak akan mengulangi Kyoto…kita sedang membangun momentum menuju suatu kesepakatan iklim internasional baru,” ujarnya.

Tidak seperti Protokol Kyoto, katanya, “kesepakatan ini akan dicapai dari bawah ke atas” dan mencakup penduduk asli, sektor swasta, para ilmuwan dan para pembuat kebijakan.

“Dan hal tersebut akan memberi harapan kepada jutaan orang karena kesepakatan tersebut akan menjadi komponen inti dalam debat pembangunan internasional,”ujar Pulgar-Vidal.

Lusinan tekad dibuat dalam Pertemuan Puncak tersebut untuk meningkatkan investasi hijau, memperluas penelitian dan mendukung dialog di antara berbagai pemangku kepentingan.

“Berbagai tekad yang diambil dalam Pertemuan Puncak Forests Asia membantu menempatkan kita di jalur menuju dunia yang berkelanjutan,” ujar Peter Holmgren, Direktur Jenderal Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), yang menjadi tuan rumah Pertemuan Puncak ini – yang dihadiri oleh 2.300 orang dan disaksikan oleh ribuan orang lainnya secara online di seluruh dunia.

Pehin Dato Yahya Bakar, Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei, bertekad untuk membatasi jejak kaki pertanian negaranya sampai 1 persen luas lahan sambil berusaha untuk meningkatkan hasil panen untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih besar–untuk tujuan melindungi hutan tropis Brunei.

Demetrio Ignacio, Sekretaris Muda Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Filipina, membagikan pengalaman negerinya dengan suatu tekad ambisius untuk membalikkan deforestasi ekstensif yang terjadi selama puluhan tahun dengan menanam 1,5 miliar pohon di seluruh negara tersebut.

Semua negara Asia Tenggara mengirimkan delegasinya ke Pertemuan Puncak tersebut untuk berbagi pelajaran dan pengalaman dalam pertumbuhan hijau dan pembangunan berkelanjutan. Beberapa delegasi kementerian dari Afrika dan Amerika Latin juga turut hadir.

Berbicara di konferensi tersebut pada hari Senin, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menghimbau pemerintah-pemerintah kawasan untuk berkomitmen pada tata guna lahan berkelanjutan dan berbagai praktik investasi yang tidak mengorbankan sumber daya alam Asia Tenggara—terutama hutan-hutannya.

Pulgar-Vidal menegaskan perlunya untuk bertindak sekarang. “Kita berada pada waktu yang istimewa,” ujarnya. “Kita sedang membangun momentum karena kita kekurangan waktu.”

“Kita harus menghasilkan keluaran dari Lima.”

###

Pertemuan Puncak Forests Asia diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Tayangan video Pertemuan Puncak ini dapat disaksikan di forestsasia.org. Foto-foto Pertemuan Puncak ini dapat digunakan secara bebas sesuai dengan Lisensi Creative Commons 3.0 dan dapat dilihat di flickr.com/photos/cifor.

 

 

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Lebih lanjut Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Lihat semua