Berita

Warisan martir dari Amazon: Chico Mendes

Mendes ditemukan tertembak mati. Mereka ingin meredakan perlawanan dengan menghilangkan pemimpinnya. Namun yang terjadi sebaliknya.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Tidak mungkin membicarakan tentang hutan di Acre, Brasil tanpa menyinggung seorang pahlawan asal kawasan tersebut: seorang penyadap karet, pemimpin perserikatan dan penjaga Amazon, Chico Mendes.

Pembunuhan terhadapnya 25 tahun silam menjadi berita hangat di seluruh dunia – dan meski kekerasan terhadap para aktivis Amazon tak kunjung reda, kematian Mendes telah berdampak besar terhadap gerakan konservasi di Amazon, serta mendorong para pendukungnya untuk memperjuangkan semacam pembangunan yang lestari dan berwawasan lingkungan jenis baru di Acre.

Chico Mendes lahir di sebuah keluarga miskin di dekat kota kecil wilayah Amazonia bernama Xapuri di Acre pada tahun 1940an. Orang tuanya, seperti kebanyakan warga lain, telah berpindah ke wilayah barat Amazon untuk menyadap lateks dari pohon karet lokal untuk dipakai dalam persenjataan perang.

Sejak umur sembilan tahun, Mendes telah berkerja sebagai penyadap karet di sebuah perkebunan besar. Meski tak pernah mengenyam pendidikan formal, dia kerap menyempatkan diri untuk belajar membaca, mendengarkan siaran radio luar negeri, dan sedikit demi sedikit menyadari bahwa dia sedang dieksploitasi dan diperlakukan tidak adil dimana dia dan rekan sekerjanya berada di bawah kendali taipan karet.

Many rubber tappers in Brazil moved to the forests of the western Amazon to harvest latex from native rubber trees for use in the allied war effort. Praveen Tomy

Sejak kematian Chico Mendes, 48 kawasan suaka ekstraktif telah didirikan di Brasil, menghasilkan pengembangan dan konservasi yang positif bagi penghidupan masyarakat lokal. Pravean Tomy.Praveen Tomy

Selama tahun 1970an, penyadapan karet di Brasil mulai terorganisir. Chico Mendes membantu dalam pembentukan perserikatan pekerja perdesaan di Xapuri dan mulai berjuang demi hak masyarakat perdesaan.

Di tahun 1980an, mereka melakukan gerakan sosial yang ampuh dengan mendirikan sebuah Dewan Nasional Penyadap Karet dan menggabungkan perserikatan penyadap karet, warga sekitar sungai, dan masyarakat adat yang kemudian dikenal sebagai “People of the Forest/Masyarakat Hutan” untuk mengadvokasi hak-hak masyarakat miskin dan melawan deforestasi.

Di tahun 1979 and 80an, Brasil berada di bawah genggaman diktator militer yang mendorong pembabatan Amazon untuk lahan peternakan. Sebagai bagian dari kebijakan untuk memperluas perbatasan lahan pertanian, para penyadap karet diusir dari perkebunan karet oleh para pemilik peternakan yang ingin membabat hutan. Pemerintah kemudian menawarkan relokasi keluarga-keluarga ini ke proyek-proyek kolonisasi di negara tersebut – di mana banyak di antaranya masih berjuang dengan kemiskinan, penyakit dan dislokasi sosial.

Chico Mendes dan para pendukungnya melawan balik. Para keluarga yang telah bermukim di desa dengan tenang menjadi target pemilik peternakan berikutnya – sebuah taktik yang dikenal dengan empate. Mereka berdiri dengan gergaji mesin dan memblok buldoser.

“Awalnya saya berpikir perjuangan saya untuk menyelamatkan pohon karet; kemudian saya berpikir ini juga perjuangan untuk menyelamatkan hutan Amazon.”

“Sekarang saya menyadari bahwa perjuangan saya untuk menyelamatkan umat manusia.”

Kisah di atas adalah bagian dari paket multimedia tentang hutan hujan Amazon. Lebih lanjut silakan kunjungi forestsnews.cifor.org/amazon.

 

Kini Presiden Dewan Nasional Penyadap Karet, bermitra dengan gerakan konservasi internasional dan merintis ide untuk “kawasan suaka ekstraktif” sebagai sebuah cara bagi masyarakat hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sembari melindungi hutan.

Namun ini membuat marah para pemilik tanah dan pendukungnya. Di tahun 1987, Mendes menggagalkan rencana pemilik peternakan Darly Alves da Silva untuk membabat sebuah areal di hutan yang telah diperuntukkan sebagai kawasan suaka alami.

Pada tanggal 22 Desember 1988, Mendes ditemukan tertembak mati di luar rumahnya di Xapuri. Da Silva, anak laki-lakinya dan seorang laki-laki diduga sebagai pembunuhnya.

Marcos Afonso, teman Mendes, yang sekarang menjadi Direktur Perpustakaan Hutan Acre, menyatakan bahwa pemilik peternakan itu melakukan kesalahan fatal.

“Mereka menghilangkan pemimpin untuk meredakan perlawanan. Namun sebaliknya yang terjadi, perlawanan justru meningkat karenanya,” ujarnya.

Pembunuhan tersebut menjadi berita internasional dan menimbulkan protes yang masif di Brasil.

“Tentu saja kami bersedih dan sangat kehilangan setelah pembunuhan ini – namun perlawanan menjadi semakin besar,” lanjut Afonso.

“Warisan Chico adalah keberaniannya, determinasinya dan keyakinannya bahwa akan ada masa depan yang berbeda bagi Amazon.”

Sepuluh tahun setelah kepergiannya, rekan-rekan Mendes mempunyai kekuasaan di Acre, membentuk ‘Pemerintahan Hutan’ yang mereka proklamirkan sendiri dan menerapkan sebuah kebijakan pembangunan hijau yang rendah karbon yang bertujuan untuk melindungi kawasan dari kungkungan negara yang masih berlaku di kawasan Amazon.

“Negara kami adalah sebuah tolak ukur tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya hutan dengan cerdas tanpa merusaknya,” tambah Afonso.

Warisan Mendes dapat dirasakan tidak hanya di Acre, namun di penjuru Brasil. Setahun paska kepergiannya, kawasan suaka ekstraktif didirikan: kini, setidaknya terdapat 48 lokasi yang meliputi lebih dari 12 juta hektar di Amazon. Penelitian CIFOR tentang kawasan-kawasan ini menemukan bahwa hasilnya positif dalam keluaran atas pengembangan dan konservasinya.

“Gerakan penyadap karet yang dipimpin Mendes merupakan sebuah katalis yang memunculkan perubahan besar di Brasil,” terang peneliti senior CIFOR Peter Cronkleton.

“Sebagai hasilnya, masyarakat hutan di penjuru Brasil mendapatkan kesempatan untuk menyadari hak-hak properti mereka terhadap sumber daya hutan.”

“Faktanya, selain kawasan suaka ekstraktif, perubahan-perubahan ini juga menimbulkan model-model properti yang inovatif seperti kawasan suaka yang dikembangkan secara lestari dan permukiman ekstraktif–agro yang memampukan masyarakat desa untuk menjaga hutan berdasar penghidupan mereka,” tambahnya.

Meski masih banyak tantangan-tantangan di kawasan Amazon di Brasil. Berdasar sebuah LSM Brasil, hampir 1000 orang telah terbunuh di lahan sengketa desa di sepanjang Amazon Brasil sejak 1985.

Dan meski laju deforestasi telah menurun tajam sejak keberadaan Mendes, hutan masih tetap terancam, dari kebakaran, penebangan yang tidak lestari, pembangunan infrastruktur dan ekspansi pertanian.

Namun Afonso percaya bahwa Mendes pasti akan bangga dengan perkembangan yang tengah terjadi di Acre.

“Saya kerap berbincang dengan anak-anak Chico, dan saya bertanya kepada mereka, ‘Apa yang akan Chico Mendes rasakan tentang yang kita lakukan sekarang?’ Mereka selalu menjawab, ‘Ayah pasti akan sangat gembira,’ cerita Afonso.

“Jika Chico masih hidup, dia pasti akan bangga – dan masih akan berjuang demi Amazon, karena ini adalah perjuangan tanpa henti. Masih terdapat kekuasaan lama bidang politik dan ekonomi yang memiliki pandangan antroposentris tentang pembangunan.”

“Kita harus terus meningkatkan perlawanan dan mengembangkan model dan ide baru,” pungkasnya.

“Namun menurut saya, kita tengah berjuang demi keadilan warisan Chico.”

Untuk informasi lebih lanjut mengenai topik yang didiskusikan, silakan menghubungi Peter Cronkleton di p.cronkleton@cgiar.org.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org