Liputan Khusus

Ilmu bentang alam: menghidupi dunia, mengurangi kemiskinan dan melindungi lingkungan

Apa yang siap Anda korbankan? Beberapa hal dalam bentang alam tersebut tidak tergantikan.
Bagikan
0
Beberapa persyaratan pertanian – tergantung dari tipe tanaman pangan – dapat bertubrukan dengan manfaat lingkungan hidup jangka panjang. Neil Palmer (CIAT)

Bacaan terkait

PUNTA DEL ESTE, Uruguay (22 November 2012)_Para peneliti menggunakan sebuah inovasi pendekatan untuk mempelajari lanskap Bumi dan sumber daya alamnya untuk mencoba mencari jalan bagaimana dapat menghidupi dunia, mengurangi kemiskinan dan melindungi lingkungan – dalam waktu bersamaan.

Pemerintah, para pembuat kebijakan dan ilmuwan di seluruh dunia telah melakukan percobaan selama bertahun-tahun dengan berbagai pendekatan lanskap yang berbeda – dari manajemen daerah aliran sungai dan koridor biologis sampai restorasi habitat – namun semua usaha tersebut terutama hanya berfokus jangka pendek, skala-lokal.

Gagasan di balik “ilmu pengelolaan lanskap” ialah untuk memperbesar ke arah luar, mengkaji berbagai masalah lingkungan hidup dan ekonomi pada skala ruang yang lebih besar. Dengan cara ini, para peneliti dapat mencoba untuk memahami bagaimana mengelola, melestarikan atau memulihkan sumber daya alam yang berharga, khususnya yang menyediakan barang dan jasa ekonomi penting.

Pendekatan baru tersebut dapat membantu para negosiator yang berangkat ke konferensi perubahan iklim PBB di Doha, pada bulan Desember, untuk mengerti bagaimana mengelola sumber daya dunia dengan lebih baik dengan diperhadapkan pada ancaman perubahan iklim.

Sebagian besar dari proses lanskap menentukan timbal balik apa yang dapat kita terima, kata Robert Nasi, Direktur Riset Forests, Trees and Agroforestry, CGIAR, dalam konferensi Second Global Conference on Agricultural Research for Development (GCARD2), yang diselenggarakan di Uruguay akhir bulan lalu.

Konferensi itu dihadiri oleh para penelitian dari bidang pertanian dan kehutanan.

Misalnya, beberapa persyaratan pertanian – tergantung dari jenis tanaman pangannya – mungkin bertentangan dengan manfaat lingkungan hidup jangka panjang, yang mengakibatkan pembukaan hutan, ancaman untuk pasokan air, dan musnahnya keanekaragaman hayati.

“Kami memiliki masalah pelik,” ujar Nasi. “Kami harus menghidupi dunia, mengurangi kemiskinan dan melindungi lingkungan, semua pada waktu bersamaan.”

“Pertanyaan menjadi, ‘apa yang siap Anda korbankan?’ Beberapa hal dalam lanskap tersebut tidak tergantikan, orang tidak dapat menggunakan sesuatu yang lain.”

Tugas ini nantinya tidak mudah.

Langkah pertama hanyalah agar komunitas ilmiah mempertimbangkan  pertanian, ternak, petak-petak pepohonan dan semak, hutan, sungai, dan jalan yang menghubungkan antar desa sebagai bagian dari mosaik yang lebih luas, ujar Ravi Prabhu, dari World Agroforestry Centre.

Hal ini penting, ujarnya, “karena beginilah sebenarnya bagaimana manusia hidup. Mereka tidak hidup di bawah sebatang pohon — mereka hidup di sebuah lanskap yang terintegrasi.”

Kemudian, ujarnya, kita perlu melihat pada sumber daya apa yang tersedia.

Dengan populasi global bergerak menuju tonggak 9 miliar orang, salah satu pertanyaan palng sentral akan tetap tentang bagaimana memberi makan mereka semua, demikian diamati oleh hadirin lainnya dalam konferensi tersebut.

Memproduksi lebih banyak makanan tidak akan menyelesaikan masalah malnutrisi, ungkap Rachel Kyte, Wakil Presiden bidang Pembangunan Berkelanjutan di Bank Dunia.

“Bila kita memiliki sumber daya terbatas dan kita ingin …memastikan keamanan gizi….di mana akan kita simpan sumber daya tersebut?” tanyanya.

“Apakah kita akan menempatkan sebagian dalam penelitian pertanian, sebagian dalam layanan perluasan, sebagian lagi dalam bentuk-bentuk penelitian lain?” tanyanya, menekankan bahwa agenda ini perlu untuk berfungsi lintas sektor, termasuk bukan hanya penelitian untuk pertanian, tetapi juga sektor pertanian dan juga penelitian lingkungan yang lebih luas.

Nasi menyetujui, dengan mengatakan bahwa kita harus memulai dengan melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam mengelola apa yang telah kita punyai. Dengan perkataan lain: Mencari cara-cara untuk tidak menjadi boros.

Kemudian kita juga melihat dan menganalisa bentuk lanskap yang rumit — dan bagaimana manusia berinteraksi dengannya.

Pepohonan, misalnya, memiliki nilai lebih dari hutan. Pepohonan penting dalam banyak sistem lainnya, termasuk lanskap pertanian atau padang rumput. Dengan keanekaragaman ekologis yang sangat besar secara global, bersama dengan keanekaragaman budaya dan sosioekonomi dari orang yang tergantung pada hutan dan agroforestri, akibatnya ialah bahwa solusinya hanya akan dihasilkan melalui pengelolaan yang rumit dan keanekaragaman strategi penelitian.

Ilmu pengelolaan lanskap memerlukan penggunaan metodologi yang rumit dan akan diperlukan waktu untuk menentukan dampak dari penelitian tersebut, ujar Jeffrey Sayer, anggota Independent Science and Partnership Council, CGIAR.

“Penelitian ini sangat baru dan inovatif,” ujarnya. “Kita memerlukan demonstrasi tentang bagaimana inisiatif lanskap skala besar ini dapat benar-benar bekerja…kita memerlukan jejaring para praktisi, dokumen-dokumen tentang praktik terbaik.”

Untuk memulai prosesnya, CIFOR baru-baru ini menyerahkan satu set 10 prinsip pemandu untuk ‘pendekatan tingkat lanskap menuju keberlanjutan’ yang diakui oleh Konvensi mengenai Keanekaragaman Hayati PBB (CBD) di Hyderabad bulan lalu

Prinsip-prinsip tersebut menekankan kebutuhan untuk memperkuat berbagai hubungan dan mengintegrasikan dengan lebih baik penelitian pada bidang-bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Lanskap memberikan situasi yang sangat nyata kepada para ilmuwan bahwa “kita tidak dapat meraih dampak tanpa kemitraan,” ujar Sayer.

Selama konferensi berlangsung berbagai kelompok inisiatif lanskap yang berbeda berkumpul, termasuk program CGIAR tentang Forests, Trees and Agroforestry, sebuah program yang di dalamnya terlibat empat pusat penelitian terkemukan-World Agroforestry Centre, CIFOR,CIAT, dan Bioversity–bekerja bersama untuk meningkatkan pengelolaan dan penggunaan hutan, wanatani dan sumber daya genetik pohon, demikian juga International Research and Development Centers for Agriculture (AIRCA).

Bacaan lebih lanjut:

Pemulihan keanekaragaman huan dan nilai-nilai ekologi

Pemetaan lanskap Mengintegrasikan metode-metode GIS dan ilmu sosial untuk memodelkan hubungan manusia-alam di Kamerun selatan.
Perluasan pertanian: faktor “salah satu atau lebih” dalam deforestasi
Hutan, makanan dan mata pencaharian: Apa yang perlu diketahui oleh para pembuat kebijakan
Pendekatan lanskap” dapat mengakhiri perdebatan yang mempertentangkan pertanian terhadap hutan, ujar para ahli
Rehabilitasi lanskap ekosistem hutan tropis yang terdegradasi
PBB mengakui panduan baru untuk mengelola persaingan kebutuhan lahan dengan lebih baik

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Bentang alam

Lebih lanjut Bentang alam

Lihat semua