Berita

Meningkatkan Penyerapan Karbon: Tantangan dan Potensi di Tengah Krisis Iklim

Panduan aksi dari hasil penelitian yang melacak penyerapan karbon hutan global selama tiga dekade
Bagikan
0
Potret hutan di Desa Honitetu. Kabupaten Seram Barat, Maluku. Foto oleh: Aris Sanjaya/CIFOR-ICRAF

Bacaan terkait

Walau krisis iklim semakin memburuk, kita belum berhasil menghentikan penggunaan bahan bakar fosil yang memperburuk krisis. Dengan demikian jelas bahwa kebutuhan untuk meningkatkan sekuestrasi karbon semakin mendesak.

Sektor lahan memiliki potensi yang sangat besar untuk menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dalam jangka waktu yang panjang, karena sektor ini telah kehilangan banyak sekali karbon akibat deforestasi dan degradasi, dan sebagiannya dapat dipulihkan. Oleh karena itu, semakin banyak pembuat kebijakan, sektor swasta dan perwakilan masyarakat sipil yang mendukung dan memperkuat upaya untuk memulihkan ekosistem hutan yang terdegradasi, melindungi ekosistem yang masih utuh, dan menerapkan praktik yang lebih cerdas terhadap perubahan iklim pada lahan yang digunakan untuk tujuan lain, seperti teknik agroekologi dalam bentang alam pertanian.

Namun, apakah upaya ini berdampak pada skala global?

“Karena hutan merupakan komponen dominan dari penyerap karbon di daratan, kita perlu mengetahui berapa banyak karbon atmosfer yang telah disekuestrasi oleh hutan di dunia, di mana karbon tersebut disimpan, dan apakah tren yang ada saat ini konsisten dengan penguatan penyerap karbon di daratan,” ujar para penulis studi terbaru yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim internasional dan multidisiplin, yang dipimpin oleh US Forest Service menganalisis data selama beberapa dekade dari komunitas hutan global, menggabungkannya dengan estimasi area hutan dari penginderaan jarak jauh dalam inventarisasi hutan nasional dan jenis survei lahan lainnya.

Mereka menemukan bahwa jumlah total karbon yang tersimpan di hutan-hutan planet ini stabil pada tahun 1990-an dan 2000-an, dan sedikit lebih kecil pada tahun 2010-an.

Namun, pada tingkat bioma, perubahan yang signifikan telah terjadi, dan beberapa di antaranya menjadi perhatian. Penyerapan karbon di hutan-hutan yang tumbuh kembali di daerah beriklim sedang dan tropis telah meningkat karena area hutan-hutan tersebut telah meluas. Namun, jumlah penyerapan karbon menurun di hutan boreal karena gangguan yang semakin intensif, dan di hutan tropis yang masih utuh karena luasnya yang telah menyusut.

Secara keseluruhan, menurut para penulis, penyerapan karbon lahan global telah berkembang, mengimplikasikan peningkatan penyerapan karbon lahan non-hutan, serta dampak yang cukup besar dari reforestasi dan penghijauan berskala besar dalam meningkatkan sekuestrasi karbon.

Namun, dua pertiga manfaat dari peningkatan serapan karbon di daratan ini telah dinegasi oleh deforestasi hutan tropis saja. “Satu-satunya tindakan yang paling penting untuk mempertahankan dan meningkatkan cadangan karbon hutan adalah menghentikan emisi dari deforestasi dan degradasi,” ujar salah satu penulis, “bersamaan dengan melindungi cadangan karbon besar yang telah terakumulasi selama berabad-abad, terutama di tanah hutan boreal.”

Hal ini akan membutuhkan kerja sama internasional yang efektif, termasuk insentif keuangan, legislatif dan insentif lainnya, terutama di negara tropis. Para penulis laporan ini juga mengatakan bahwa di antara upaya-upaya lainnya adalah rantai pasok yang bebas deforestasi dan penebangan selektif yang dikelola dengan baik.

“Meskipun karbon tanah tidak disertakan, perhitungan global ini menggarisbawahi pentingnya konservasi berkelanjutan kawasan lindung dan restorasi sektor lahan terdegradasi, terutama di daerah tropis,” ujar Daniel Murdiyarso, ilmuwan utama di Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan juga merupakan salah satu penulis penelitian ini. “Prioritas penelitian di masa depan harus memasukkan karbon tanah, termasuk di lahan gambut dan mangrove, yang menyimpan karbon 3-5 kali lebih tinggi dari hutan dataran tinggi.”

Studi ini juga menemukan bahwa produk kayu yang dipanen setiap tahunnya meningkat 10% selama tiga dekade penelitian. “Produk kayu yang dipanen juga perlu diawasi dengan ketat, mengingat kontribusi industri berbasis kayu,” kata Murdiyarso.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini memberikan pesan yang jelas untuk melanjutkan kegiatan dengan hati-hati, dan tidak menganggap remeh kapasitas karbon hutan. “Meskipun cadangan karbon hutan global tidak berkurang selama tiga dekade, terlepas dari variasi regional, cadangan karbon tersebut dapat dilemahkan oleh penuaan hutan, deforestasi yang terus berlanjut, dan intensifikasi lebih lanjut dari penyebab yang mengganggu,” simpul para penulis.

“Untuk melindungi penyerap karbon, kebijakan pengelolaan lahan diperlukan untuk membatasi deforestasi, mendorong restorasi hutan, dan memperbaiki praktik pemanenan kayu.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org