Video

Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru

Pandangan dari Wakil Menteri dan Direktur Jenderal Perubahan Iklim KLHK tentang mangrove dan potensi karbon biru
Bagikan
0

Bacaan terkait

Kabar Hutan mewawancarai Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, dan Laksmi Dhewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada acara Dialog Karbon Biru, tanggal 20 Februari 2024.

Dalam kesempatan ini, mereka berbagi pandangan tentang potensi ekosistem karbon biru terutama mangrove, peran multipihak, kebijakan terkait karbon biru, dan integrasi karbon biru ke dalam strategi pengurangan emisi Indonesia, termasuk transisi menuju pencapaian emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal.

Hutan mangrove, sebagai salah satu ekosistem karbon biru penting di Indonesia, telah menarik perhatian tidak hanya secara nasional tetapi juga secara global. Apa peran pemerintah dalam melaksanakan perlindungan dan rehabilitasi hutan mangrove?

Hutan mangrove atau ekosistem mangrove punya peran yang sangat penting sebagai ekosistem yang berada pada wilayah peralihan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut tentu saja fungsi ekosistem mangrove itu sangat krusial, baik untuk menjaga kehidupan dan keberlanjutan fungsi-fungsi lingkungan hidup yang ada di ekosistem darat maupun di ekosistem laut.

Dan untuk itu kegiatan atau program untuk terus merehabilitasi, merestorasi, dan mengkonservasi ekosistem mangrove menjadi salah satu dari program yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam melaksanakan kegiatan atau program tersebut KLHK tidak sendiri. Kami melibatkan kementerian lembaga terkait, melibatkan pemerintah daerah, melibatkan masyarakat baik masyarakat lokal, dunia usaha, dan lain sebagainya untuk sama-sama melakukan kegiatan atau program tersebut.

Karena kita yakin tantangan ke depan dengan semakin meningkatnya bencana hidrometeorologi  misalnya, yang salah satunya diakibatkan oleh perubahan iklim misalnya tsunami kemudian abrasi yang sangat tinggi maka ekosistem mangrove itu akan menjadi barrier, pelindung bagi ekosistem darat dan bagi hidup dan kehidupan di wilayah sekitarnya agar dampak lingkungan atau dampak negatif yang terjadi karena bencana hidromatologis bisa ditekan sedemikian rupa.

Seberapa penting peran pemangku kepentingan dalam mencapai kesuksesan dalam rehabilitasi hutan mangrove?

Sebagaimana kegiatan-kegiatan atau program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup lainnya maka pelaksanaan program atau kegiatan itu tidak akan pernah berhasil apabila dilakukan oleh satu kementerian saja atau satu kelompok masyarakat saja.

Sehingga kemitraan kolaborasi kemudian involvement atau penyertaan berbagai macam kelompok, berbagai macam pemangku kepentingan menjadi kata kunci untuk keberhasilan. Dan itu yang memang harus dilakukan.

Oleh karena itu, dalam konteks rehabilitasi mangrove kemitraan partisipasi atau inklusifitas dari seluruh pemangku kepentingan menjadi faktor keberhasilan yang akan memastikan kegiatan rehabilitasi mangrove akan mencapai target dan harapan yang kita inginkan.

Bagaimana potensi karbon biru Indonesia dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim untuk mengatasi agenda global?

Kami mempunyai potensi karbon biru yang luar biasa. Luasan mangrove kita sebesar 3,31 juta hektare dengan estimasi karbon yang ada kurang lebih 3,3 giga ton atau miliar ton karbon.

Kami mempunyai 300 ribuan hektare padang lamun, namun juga memerlukan kajian banyak tentang potensi karbon di padang lamun ini. Salt marshes, memang kami tidak mempunyai banyak kajian tentang hal itu.

Jadi dengan potensi yang besar ini maka karbon biru atau ekosistem karbon biru ini dapat berkontribusi terhadap pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution).

Kami tahu bahwa NDC sekarang sudah enhanced NDC dengan target 31,89% artinya ekuivalen dengan 915 juta ton yang harus kami kurangi pada tahun 2030 dan dari 915 juta ton itu 500 juta ton berasal dari sektor kehutanan. Jadi potensial karbon biru berkontribusi itu luar biasa.

Kedua, kami sudah memiliki FOLU Net Sink di mana target kita pada tahun 2030 nanti harapannya sekuestrasi di ekosistem karbon biru atau di sektor kehutanan sama dengan emisinya atau balance . Dan di dokumen FOLU Net Sink 2030 mangrove menjadi bagian di dalamnya.

Ketiga, kami akan menyusun second NDC (NDC versi kedua – red) 2025 di mana kita akan memasukkan aspek karbon biru ini ke dalam mitigasi dan adaptasi (agenda) perubahan iklim kami, sehingga bisa menambah potensi yang kita bisa capai dari karbon biru.

Dan yang terakhir, memang saat ini sedang dimutakhirkan data-data terkait karbon, aktivitas dan emission factor di sektor karbon biru, bekerja sama antara KLKH dan KKP menyelesaikan peta jalan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Apa perkembangan kebijakan terkini dalam mekanisme perdagangan kredit karbon biru Indonesia?

Instrumen kebijakan yang terkait dengan nilai ekonomi karbon ini sudah ada beberapa instrumen.

Pertama adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dalam konteks pencapaian NDC dan pengendalian karbon di sektor pembangunan di Indonesia.

Kemudian ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, kemudian secara spesifik di sektor kehutanan yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2023 tentang implementasi perdagangan karbon di sektor kehutanan.

Terkait dengan karbon biru ini memang kami masih di early step ya, di langkah-langkah awal yaitu pertama kami mengharmonisasi data dulu, data mangrove, data padang lamun, salt marshes kami, termasuk kira-kira aktivitas mitigasi adaptasinya seperti apa, kemudian emission factornya seperti apa, itu yang sedang kami fokuskan.

Kedua, memang KLHK dan KKP sekarang sedang menuju ke menyusun roadmap NEK di bidang karbon biru. Jadi tentu harapannya nanti kalau semua itu ada maka ya bagian dari implementasi nilai ekonomi karbon kita atau khususnya perdagangan karbonnya.

Bagaimana riset ilmiah dapat berkontribusi mencapai target-target ini?

Scientific information informasi sains harus diperkuat. Kemudian berdasarkan scientific information itu maka scientific base regulation and policy kita perbaiki juga.

Kemudian, dari data tersebut, kami juga meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan pemahaman kepada seluruh pemangku kepentingan, sehingga kami betul-betul memiliki pemahaman yang solid tentang karbon biru dan aspek lainnya dalam mencapai target Paris Agreement kami, NDC kami, dan sebagainya.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org