Di Ghana Timur, seorang petani mangga, Abraham Akornor – Ketua Kelompok Klo Mango Association yang beranggotakan 50 orang – berbagi tentang tantangan perdagangan yang dialaminya kepada para peneliti pada pelatihan proyek Green Finance for Sustainable Landscapes (GF4SL). Akhir-akhir ini, harga demikian rendah sehingga para petani enggan menjual buah hasil kebunnya. Namun, secara kolektif mereka memproduksi lebih dari 1.000 ton buah sesuai musimnya – banyal buah mangga yang terbuang jika mereka tak bisa menemukan pemanfaatan lainnya untuk buah tersebut.
Akornor baru-baru ini mengikuti sebuah pelatihan untuk mengetahui cara mengeringkan mangga dan membuatnya menjadi selai, dan sekarang mereka telah memproduksinya dalam skala kecil. “Tapi saya butuh mengembangkan itu,” katanya. “Jika kita bisa, saya bisa menolong banyak petani dengan membeli mangga mereka dan memprosesnya,” katanya. Pendanaan untuk suatu inisiatif semacam itu amat sulit didapatkan. “Biasanya saya bekerja dengan bank desa,” katanya, “Namun salah satu tantangannya… adalah karena kami petani, produksi kami bersifat musiman, dan bank memiliki cara berbisnis yang berbeda – kami harus menaruh uang secara regular, dan cara itu tidak sesuai untuk kami.” ujarnya.
Di daerah dekat lahan Akornor, terdapa lahan seluas 9,3 hektare yang menghasilkan beragam ternak dan tanaman termasuk babi, mangga, bebek, entok, dan kelinci. Setelah mendapatkan pinjaman awal, bisnis tersebut sekarang bisa mendanai sendiri, dengan pendapatan yang teratur dari ternak babi yang membantu biaya operasional peternakan.
Manajer peternakan yang juga turut memiliki peternakan, David Ati akan meningkatkan perusaaannya, namun tidak dana yang dimiliki tidak mampu menutup kebutuhan itu. “Saya mengikuti beberapa program dan lokakarya, namun itu tidak cukup efektif untuk bisa mendapatkan pendanaan dari suatu lembaga,” ujarnya. “Sedikit sulit dan membuat stres kadang-kadang… jadi kami cenderung untuk tetap mempertahankan skala kecil dari pada mengembangkannya agar kami terhindar dari stres. Namun kami tetap mencari pendanaan,” katanya.
Tantangan seperti itulah yang coba dijawab oleh proyek GF4SL yang dibuat oleh Collaborative Partnership on Forests dan Centre for International Forestry Research dan World Agroforestry Center (CIFOR-ICRAF) yang ada di bawah Program Lingkungan PBB (UNEP) melalui Land Finance Hub. Inisiatif tersebut meningkatkan pengakuan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bidang kehutanan dan pertanian yang dapat menghubungkannya dengan pendanaan berkelanjutan dan investasi, sebagai salah satu cara untuk mendukung transisi yang dibutuhkan untuk beralih ke model produksi yang lebih berkelanjutan dan mengurangi deforestasi.
Pada 2 Agustus 2023, pelatihan di Accra diadakan untuk berbagi peluang yang disediakan oleh Hub bersama UMKM setempat, dan membantu pihak-pihak yang tertarik untuk bergabung dan membuat profil usaha pada platform yang disediakan. Acara tersebut juga menampilkan isu Kesetaraan Gender dan Inklusivisme Sosial yang dibawakan oleh Emily Gallagher, Ilmuwan CIFOR-ICRAF yang ada dalam tim peneliti Sustainable Value Chains and Investments (Rantai Nilai dan Investasi Berkelanjutan).
“Pada saat ketertarikan komunitas bisnis dan investasi semakin meningkat terhadap investasi yang bertanggung jawab di bidang usaa pertanian dan sektor kehutanan, penting bagi mereka untuk melihat secara keseluruhan jaringan nilai mereka dan memastikan bahwa hal itu dipraktikkan secara utuh mulai dari produsen skala kecil dalam rantai nilai,” ujar Gallagher.
“Lokakarya ini bertujuan untuk memperkenalkan konsep ini kepada UMKM, agar mereka tak hanya belajar bahasa investor namun juga bagaimana untuk meyakinkan bahwa mereka sendiri inklusif dalam budaya bisnis dan ekosistem bisnis mereka dan bagaimana mereka merancang rantai nilai mereka,” katanya.
Salah satu peserta, Danlette Elorm Ouashigah mewakili pertanian yang dikelola pelajar di Volta Region di Ghana, yang memberikan pelatihan kepada orang muda dalam hal praktik bisnis pertanian. Selama lokakarya, dia terinspirasi untuk mendaftarkan organisasinya ke Hub. “Kami telah mampu membuat suatu profil bisnis, menampilkan apa yang sedang kami kerjakan,” ujarya. “Dan menyediakan platform bagi kami untuk berinteraksi dengan para pemangku kepentingan lainnya serta pelaku bisnis lainnya dan mencari tahu bagaimana mengumpulkan dana untuk bisnis kami.”
Peserta lainnya, Benjamin Oska, yang bekerja untuk perusahaan kakao perintis, Yayra Glover yang telah mendirikan pabrik pemrosesan coklat primer organik yang pertama di seluruh Afrika-sebuah Gerakan yang memungkinkan pelibatan petani secara komersial di luar musim coklat. “Menarik untuk belajar tentang platform ini untuk menghubungkan perusahaan-perusahaan seperti saya sendiri dan para pendukung dana untuk meningkatkan proyek,” ujar Oska. “Menurut saya itu bisa menjadi titik sentral yang baik untuk menyatukan berbagai mitra lanskap dan menciptakan pendapatan yang berkelanjutan.”
Seorang peserta, Stephen Ashia dan Yakubu Minezemah, keduanya anggota dari ABOCFA, koperasi cokelat satu-satunya yang bersertifikasi fairtrade organik, yang beranggotakan 1.058 petani dan mengekspor produknya secara internasional. Ashia mengatakan, bahwa pelatihan tersebut “telah membuka pemahaman kami akan aspek pendanaan” dan mereka termotivasi untuk mencari pendanaan guna meningkatkan praktik yang mereka lakukan dan “menolong para petani untuk meningkatkan kehidupan mereka.”
Peneliti CIFOR-ICRAF, Dyah Puspitaloka, yang terlibat dalam lokakarya tersebut, mengatakan bahwa sampai saat ini, tantangan bagi UMKM di Afrika dan seluruh dunia adalah bagaimana menguasai teknologi digital, menarik pendanaan dan mengakses perangkat yang relevan. Untuk itu, lokakarya tersebut berusaha mendukung UMKM Afrika untuk mengembangkan profil bisnis yang berdampak dan memperkuat kapasitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengakuan pada usaha mereka dan kapasitas mereka di panggung pendanaan hijau internasional. “Land Finance Hub adalah alat untuk meningkatkan pemahaman tentang pendanaan UMKM, dan membangun kapasitas mereka dalam menarik dana,” ujar David Andrew Wardell, Peneliti Kepala CIFOR-ICRAF yang mengkoordinasikan proyek GF4SL.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org