Berita

Penelitian Membumikan Data Satelit untuk Pengukuran Biomassa

Mengombinasikan inventarisasi langsung di hutan dengan penginderaan jauh dapat meningkatkan akurasi dan efisiensi biaya
Bagikan
0
Pengukuran diameter pohon sebagai bagian dari penelitian tentang dampak tebang pilih di Puerto Maldonado, Madre de Dios, Peru. Foto oleh: Marco Simola/CIFOR

Bacaan terkait

Untuk perhitungan tutupan pohon atau tutupan biomassa di atas tanah yang benar-benar akurat, tidak ada cara lain sebagai substitusinya kecuali turun langsung ke hutan dan mengukurnya dengan alat pengukur. Namun, cara itu memakan waktu dan mahal, serta hanya bisa meliputi luasan area dengan sangat terbatas. Satelit dapat menyajikan data untuk area lebih luas, namun kehilangan nuansa yang langsung nampak di lapangan.

“Kalian menjadi lebih dekat dengan realitas jika melihat pada keduanya,” ujar Ilmuwan Rekanan Senior CIFOR-ICRAF Martin Herold, pengarang penelitian yang terbit bulan Agustus dalam jurnal Science of the Total Environment yang meneliti tantangan dan berbagai kemungkinan mengkombinasikan kedua tipe data tersebut.

Bisakah mereka mengkombinasikan keduanya secara lebih presisi untuk memperkirakan cadangan karbon di tingkat negara dan global untuk memonitor komitmen-komitmen Perjanjian Paris dan program-program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD+)?

Herold dan para koleganya mengatkan iya, meski butuh beberapa penyesuaian untuk bisa terintegrasi sepenuhnya.

Setiap metode pengumpulan data mempunyai kelebihan dan keterbatasannya. Inventarisasi hutan nasional (NFI), termasuk perkiraan biomassa, yang dilakukan hampir di seluruh dunia, didasarkan pada plot-plot di lapangan. Namun, pemantauan plot-plot yang ada di lapangan amat mahal, jumlah yang bisa dipantau pun terbatas, dan hasilnya harus dirata-ratakan dari keseluruhan satu negara. Ini menghasilkan penghitungan yang kurang presisi.

Satelit mampu mengumpulkan data dari suatu area yang luas, namun meskipun perkiraan biomasa dari jarak jauh bisa mengukur seara lebih akurat, cara ini masih didasarkan pada model dari pada pengukuran langsung. Untuk alasan teknis, penginderaan jauh cenderung menghasilkan estimasi lebih rendah untuk biomassa dari hutan yang lebat, dan menghasilkan estimasi terlalu tinggi di daerah dengan tutupan hutan rendah.

Menurut Herold, kabar baiknya adalah bahwa sebagian besar negara telah melakukan NFI. Hal ini masih amat baru di negara-negara tropis, di mana melonjaknya minat ini datang dari kebutuhan memantau cadangan karbon sejalan dengan komitmen global.

Menurut Karimon Nesha, Pengarang Utama Penelitian tentang ini dan Mahasiswa Tingkat Doktoral di Laboratory of Geo-Information Science and Remote Sensing di Wageningen University & Research di Belanda, mengatakan bagaimanapun pengunaan data NFI hasil penginderaan jauh membawa tantangan, karena tidak semua inventarisasi dilakukan dengan menggunakan metode yang sama atau frekuensi yang sama.

Variasi ini menyebabkan adanya perbedaan pada saat dia membandingkan data dari suatu sistem penginderaan jauh terhadap estimasi biomassa pada 2018 dengan menggunakan hasil NFI berbagai negara dari UN Food and Agriculture Organization’s Forest Resources Assessments.

Nesha menemukan bahwa dari 150 negara-negara yang memiliki NFI, 30 di antaranya tidak lengkap. Sebagian besar dari NFI tersebut berada di negara-negara tropis.

Banyak negara tropis memiliki banyak data dan inventarisasi mereka cenderung baru, antara 2018-2019, sementara negara-negara beriklim sedang dan dingin mengumpulkan data antara 2011-2017. Perbedaan terbesar antara estimasi biomassa NFI dan penginderaan jauh ada di negara-negara yang data NFI mereka tidak diperbarui sejak sebelum 2010.

Beberapa negara memiliki banyak kluster plot-plot lapangan, sementara negara-negara lainya hanya memiliki satu plot. Jarak antar-plot bervariasi dari satu negara dengan negara lain, dari 5 kilometer hingga 20 kilometer untuk plot utama dan 10 meter hingga 500 meter untuk sub-plot yang ada dalam kluster. Ukurannya pun beragam, dari 0,01 hektare hingga 1 hektare, meskipun sebagian besar berukuran seperempat hektar atau lebih kecil.

Nesha menjelaskan, perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan korelasi dan perbandingan menjadi lebih sulit, karena setiap perbedaan desain NFI membutuhkan metode statistik yang berbeda untuk menganalisanya.

“Bagi ilmuwan yang bekerja dengan negara tertentu, studi ini menyediakan dukungan yang komprehensif untuk memahami metode-metode NFI dan interpretasi yang lebih baik,” ujar Kristell Hergoualc’h  Ilmuwan Senior CIFOR-ICRAF dan Co-author pada studi tersebut. “Hal itu juga membuka kesempatan untuk mendiskusikan peningkatan NFI bersama negara-negara tersebut.”

Studi ini juga menunjukkkan langkah-langkah yang bisa diambil untuk mempermudah pengintegrasian NFI dengan data penginderaan jauh.

Nesha mengatakan, plot-plot kecil, terutama yang berbentuk lingkaran, lebih sulit dikorelasikan dengan data satelit, karena jejak sistem-sistem penginderaan jauh berbentuk persegi dan resolusinya mungkin terlalu rendah untuk bisa menangkap suatu area kecil. Negara-negara tersebut bisa mengkombinasikan informasi berbasis data lapangan dengan data satelit dengan lebih akurat jika NFI mereka memasukkan “situs-super” atau situs lapangan berukuran besar sekitar satu hektare, terutama jika mereka mengukur biomasa dengan menggunakan LiDAR, yang bisa menghasilkan citra 3D yang lebih presisi.

Menurut Nesha, banyak negara yang mengelola NFI dengan siklus lima-tahunan, namun hanya sekali melakukan pembaruan data, Hal ini menyebabkan gap pada data. Memperbarui 20% data plot lapangan setiap tahun akan meningkatkan akurasi, meskipun hal itu akan memberatkan dari segi pembiayaan lapangan.

“Keduanya, komunitas berbasis-luar angkasa dan komunitas NFI perlu memahami kedua hal itu sebagai sumber daya yang saling melengkapi,” ujar Herold. “Sebagai contoh, pencipta NFI dapat mengerjakan cara-cara pengukuran lain sebagai tambahan yang dapat mempermudah integrasi dengan data berbasis antariksa, sementara komunitas berbasis antariksa perlu berpikir tentang informasi dan integrasi seperti apa yang paling baik bagi setiap negara dengan kondisi yang berbeda-beda.”

Dengan cara itu, kata Herold, “Kita dapat membuat kedua informasi biomassa, di tingkat negara dan tingkat global secara lebih akurat, mutakhir, dan efisien.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org