Bagikan
0

Bacaan terkait

Jika ada pohon yang bisa memulihkan lahan terdegradasi, mengobati dan melembutkan kulit, serta menjadi sumber energi, apakah terdengar ajaib? Tidak juga.

Telah berabad lamanya minyak dari pohon tamanu, atau lebih dikenal sebagai nyamplung yang tumbuh di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan, digunakan sebagai obat luka dan parut. Kini, ilmuwan dari Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Indonesia (FORDA), Universitas Mulawarman, Universitas Sriwijaya, Universitas Muhammadiyah, dan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) meneliti bagaimana tamanu memperbaiki lahan terdegradasi akibat terbakar atau pertambangan – dan secara simultan berkontribusi terhadap produksi bioenergi.

MEMULIHKAN LAHAN

“Nyamplung telah terbukti mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik di lahan bekas terbakar dibantu pemberian pupuk,” kata Budi Leksono, peneliti FORDA, dalam sebuah laporan kementerian berjudul Terbukti, Tanaman Bioenergi Potensial untuk Restorasi Lahan Terdegradasi. “Apalagi, ada temuan menarik, pohon ini mulai berbunga dan berbuah setelah berusia dua tahun, dan menarik beberapa spesies burung dan serangga yang mengindikasikan peningkatan keragaman hayati dalam ekosistem.”

Kebun uji coba yang dikembangkan pada lahan terdegradasi sejak 2011 di Provinsi Jawa Tengah dan 2017 di Kalimantan Tengah dan Timur menguatkan optimisme ini. Pohon Tamanu menunjukkan kemampuan merestorasi dan memperbaiki lahan bekas hutan dan gambut yang terbakar atau rusak akibat industri, eksploitasi atau deforestasi.

Himlal Baral, ilmuwan senior Tim Energi Perubahan Iklim dan Pembangunan Rendah Karbon CIFOR, menyatakan bahwa kebun uji coba masih dalam tahap awal, seraya menambahkan bahwa tamanu menunjukkan “harapan” bisa bertumbuh di berbagai lahan terdegradasi, termasuk rawa gambut.

Di lokasi Hutan Penelitian dan Pendidikan Universitas Mulawarman di Bukit Soeharto Kalimantan Timur telah  direstorasi selama tiga tahun untuk menjadi hutan bioenergi, kata Sukartiningsih, kepala Pusat Kajian Reforestasi Hutan Tropis di Universitas Mulawarman.

“Wilayah terbakar tertutupi semak bambu,” katanya. “Tingkat hidup pohon lebih dari 95 persen dan tumbuh sangat cepat, kami sangat optimistis bahwa penggembangan hutan bioenergi dengan nyamplung akan mempercepat program rehabilitasi lokasi lahan terbakar, bahkan pada lokasi bekas tambang batu bara.”

POTENSI BIOFUEL

Sebagaimana saran Sukartiningsih, pemerintah Indonesia tertarik mengembangkan tamanu dengan berbagai alasan. Minyak dari biji dimanfaatkan sebagai bahan bakar lentera sejak beberapa generasi di Asia Tenggara, sangat berpotensi menjadi sumber penting biofuel. Hal ini menjadi krusial karena pemerintah tengah bergerak mewujudkan target besar meningkatkan konsumsi biodiesel  sebanyak 30 persen dan konsumsi bioetanol sebesar 20 persen pada 2025. Pemerintah berkehendak mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.

Meskipun demikian, Budi Leksono menyatakan bahwa secara umum pasar biofuel masih perlu dikembangkan untuk “mencapai skala keekonomian” sehingga membutuhkan budi daya pohon tamanu.

“Pasar minyak nyamplung belum sepenuhnya terbangun,” katanya, “namun kita menghadapi krisis energi dan kami tengah mempersiapkan perkebunan.”

Para peneliti di Indonesia menemukan bahwa satu hektare pohon tamanu dapat menghasilkan hingga 10 ton per hektare per tahun minyak mentah, dan ada sekitar 3 juta hektare lahan terdegradasi di Indonesia yang cocok untuk spesies ini.

Apalagi terkait upaya memerangi perubahan iklim dengan meningkatkan tutupan hutan dan mengurangi impor bahan bakar fosil, minyak biji tamanu, ketika diolah menjadi biofuel, juga dilaporkan menghasilkan emisi berbahaya dalam tingkat yang sangat rendah.

Sukartiningsih memprediksi, jika nyamplung dibudidayakan dalam kapasitas yang cukup, Indonesia bisa dengan cepat menjadi eksportir bersih minyak berharga ini.

 “Tanaman ini memenuhi semua harapan untuk dikembangkan di Indonesia,” katanya. “Pertumbuhannya cepat dalam dua tahun sudah berbunga dan berbuah. Dengan pemeliharan yang baik akan memproduksi buah  dan menghasilkan minyak dan produk lain.”

 

KOSMETIK DAN OBAT

Produk lain yang mempertinggi nilai tamanu dari minyaknya, bukan hanya biofuel, tetapi juga obat serta losion dan balsem kosmetik. Hingga saat ini, di Polinesia, masyarakat menyebut tamanu sebagai “daun kecantikan” menjadi bukti bahwa minyaknya telah sejak lama dimanfaatkan untuk melembutkan kulit rusak, menyembuhkan luka, bahkan menghilangkan parut di manapun pohon tumbuh alami atau ditanam.

Minyak bijinya menjadi bahan baku favorit perusahaan kosmetik, terutama di Korea Selatan. Di negara ini minyak tamanu diiklankan dan diterima karena mampu mengurangi kerut, noda hitam dan masalah kulit lain. Pemasaran industri mengklaim bahwa minyak tamanu kaya vitamin E, anti-inflamatori, antioksidan dan asam lemak, yang bukan saja melembapkan kulit kering, tetapi juga memulihkannya.

Penelitian yang dipublikasikan pada 2015 dalam jurnal sains tertinjau sejawat PLoS One menyatakan bahwa kajian minyak biji calophyllum inophyllum (nama Latin tamanu) berfungsi sebagaimana diklaim. Para ilmuwan dari beberapa universitas dan lembaga riset melakukan eksperimen lima sampel minyak tamanu dari Indonesia, Tahiti, Fiji dan Kaledonia Baru untuk menentukan apakah minyaknya meracuni sel kulit, bagaimana kemampuan menyembuhkan luka, dan sifat antibakteri. Mereka menemukan hal-hal yang dipromosikan industri kecantikan: Membantu memulihkan kulit, dan bahkan melawan jerawat.

“Menggunakan kultur sel dan bakteri, kami mengkonfirmasi efek farmakologi CIO (calophyllum inophyllum oil) sebagai pengobat luka dan agen antimikroba,” tulis kesimpulan penelitian. “Untuk pertama kali, penelitian ini mendukung tradisi.”

WANATANI LOKAL

Baral menambahkan bahwa manfaat tamanu, khususnya produk yang dihasilkannya tidak hanya minyak dan restorasi lahan.

“Budi daya tamanu dalam sistem wanatani cerdas-iklim dapat menyokong tujuan iklim sambil mendukung penghidupan petani desa,” katanya.

Petani Indonesia yang membudidayakan tamanu di bekas lahan terdegradasi biasanya melakukan tumpang sari dengan jagung, beras, ketela, kedelai dan kacang tanah. Tanaman tumpang sari dimanfaatkan untuk konsumsi keluarga, kayu tamanu untuk papan (terutama sangat bagus untuk pembuatan kapal), dan minyaknya dijual.

Sayangnya, karena pasar minyak tamanu masih terbatas petani mengeluhkan penghasilan yang masih di bawah harapan. Walaupun demikian, laporan menyebut manfaat pohon tamanu lebih dari semata uang secara langsung.

Bunga tamanu, sebagaimana diketahui petani tradisional, menjadi favorit bagi lebah. Madu yang dihasilkan dari sari bunga tamanu memiliki permintaan yang tinggi dan hal ini berarti cukup menguntungkan.

Baral merangkum potensi tamanu dengan menunjukkan bahwa tanaman ini menawarkan potensi besar sebagai spesies untuk restorasi lahan berkat berkat keserbagunaannya.

“Tamanu tumbuh dalam beragam kondisi lahan terdegradasi, memerlukan sedikit perawatan dan pemeliharan, sementara memiliki banyak potensi, membantu target nasional dan internasional,” katanya.

“Sudah ditetapkan rencana, baik oleh Dekade Restorasi Ekosistem (2021-2030) PBB maupun pemerintah Indonesia untuk merestorasi 14 juta hektare lahan padda 2030, dan tamanu berpotensi memainkan peran besar dalam upaya tersebut.”

Penelitian ini didukung oleh Institut Ilmu Pengetahuan Hutan Nasional (NIFOS) dan Republik Korea.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Himlal Baral di h.baral@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org