Video T&J

Perkembangan REDD+: apa yang diperlukan untuk melangkah maju

Banyak negara, seperti Indonesia masih berjuang dengan desain dan implementasi kebijakan dan langkah-langkah koheren pelaksanaan REDD+
Bagikan
0

Bacaan terkait

Kabar Hutan melakukan wawancara singkat dengan Cynthia Maharani, peneliti CIFOR mengenai kemajuan REDD+ di Indonesia termasuk menyoroti apa saja yang menjadi prioritas agar REDD+ di Indonesia bergerak.

Dari hasil riset CIFOR tentang REDD+, kisah sukses apa yang dapat dipelajari?

Yang paling menarik adalah bahwa implementasi REDD+ di Indonesia, Brazil, Guyana, Peru yang merupakan negara-negara yang early adopter REDD+ sejak COP di Bali tahun 2008.

Dari keempat negara tersebut baru Guyana yang empat kali mendapatkan pembayaran dari Norwegia sedangkan Indonesia masih dalam tahap menuju implementasi phase 2.

Kemudian di Brazil yang selama ini kita pikir sangat efektif dalam mengurangi laju deforestasi namun ternyata ada beberapa kondisi yang mengakibatkan performanya ini menurun.

Misalnya setelah ada reformasi terkait dengan perundangan kehutanan, forest code-nya tahun 2012 ternyata ini menciptakan satu ruang untuk para aktor yang merupakan drivers of deforestation ini mengakali command and control tersebut.

Disebutkan Guyana berhasil melaksanakan REDD+. Apa saja yang Indonesia dapat pelajari dari kesuksesan Guyana?

Untuk konteks REDD di Guyana dengan di Indonesia sebenarnya skemanya cukup berbeda. Untuk Guyana tutupan hutannya 75% dan laju deforestasinya sangat rendah. Sehingga dari awal Guyana masuk sebagai negara yang mengimplementasikan REDD+ skema yang adopsi adalah mempertahankan enhancement carbon stock (peningkatan stok karbon).

Sedangkan di Indonesia sebaliknya, forest cover kita besar tapi laju deforestasi serta forest pressurenya juga besar. Sehingga skema REDD+ Indonesia  tujuannya memberikan insentif untuk behavior change (perubahan perilaku) jadi perusahaan atau pengguna sektor hutan yang mendorong terjadinya perubahan tata guna lahan itu daripada mereka membuka lahan untuk sektor ekonomi lainnya mereka, istilahnya dikompensasikan untuk tegakan hutannya dipertahankan.

Di Guyana, tingkat populasi masyarakatnya tidak sebesar di Indonesia dan mereka punya kejelasan tenurial sedangkan di Indonesia masih menjadi tarik ulur masalah tenurial ini.

Dan juga beberapa hal terkait equity (kesetaraan) di Indonesia bagaimana sih manfaat itu bisa diberikan dengan lebih equitable.

Kemudian bagaimana Guyana berusaha memasukkan atau menginstitusionalisasikan hak masyarakat adat dalam penerimaan manfaat di dalam suatu mekanisme. Penghasilan atau pendapatan dari REDD+ revenue dianggap sebagai bagian dari income stream dan seperti yang sudah terjadi di sektor lainnya seperti mining, oil and gas, ataupun logging di Guyana semua hasil yang di dapatkan dari aktivitas tersebut didistribusikan kepada masyarakat sebagai bagian benefit sharing mechanism.

Apa tantangan REDD+ ?

Yang menjadi tantangan adalah nilai opportunity cost yang hilang karena hutan tidak bisa digunakan untuk hal lainnya tidak seimbang dengan nilai uang yang sekarang bisa diberikan oleh REDD+ jika ada.

Di Indonesia ini sebenarnya ada beberapa skema yang sudah diterapkan oleh pemerintah terkait benefit sharing misalnya dana desa … yang harus dipikirkan lagi bagaimana desainnya benefit sharing tersebut. Dan juga aktivitas yang mendukung sehingga menciptakan insentif yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Menurut Anda, apakah skema REDD+ akan berhasil dijalankan di Indonesia?

Kalau kita berkilas balik di tahun 2010 – 2014 banyak sekali kegiatan di tingkat nasional atau provinsi yang terkait REDD+.

Karena perubahan politik dan juga perubahan struktur bagaimana REDD+ ini dikelola sekarang. Ada keterlambatan atau delay sehingga apa yang sudah dilakukan sekarang jadi seperti diam meskipun REDD+ belum mati.

Secara realistis, karena ada banyak faktor, dinamika politik terutama tarik ulur di nasional misalnya.

Dan juga nantinya meskipun sudah ada instrumen – instrumen pendukung pelaksanaan REDD+ namun tetap ada tugas besar untuk memastikan bahwa policy and measure (kebijakan dan pengukuran hasil) tersebut bisa terlaksana secara efektif di lapangan.

Menurut Anda, apa saja yang menjadi prioritas agar REDD+ di Indonesia bergerak maju?

Leadership dari nasional, koordinasi antara pemerintah nasional dengan pemerintah daerah, pemerintah kementerian dengan sektor pendukung yang lain terutama kementerian ESDM dengan kementerian pertanian. Karena mereka juga memiliki kepentingan di dalam dan diluar hutan. Dan juga bagaimana REDD+ ini jangan dithreat (diberlakukan) hanya sebagai project saja tapi bisa diadopsi dan diinstitusionalisasi di dalam program nasional.

Jika belajar dari pelaksanaan REDD+ di Guyana, pemimpin nasional, di daerah dan juga di kementerian yang punya visi dan langkah yang jelas. Mau kemana, tentunya terkait dengan perubahan iklim dan tata kelola kehutanan tentunya. Ini sangat penting untuk menggerakkan rodanya implementasi REDD+ ini karena kalau misalnya pemimpinnya sendiri tidak jelas visinya. Apakah mereka lebih condong untuk economic development atau perubahan iklim dan juga ingin mengkompensasi di tengah tengah. Yang kedepannya kita tidak tahu arahnya kemana, mau kemana.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Cynthia Maharani di C.Maharani@cgiar.org.
Riset ini didukung oleh Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD), Uni Eropa dan Federal Ministry of the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety (BMU)
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org