Seorang ilmuwan melakukan perjalanan ke Timor Barat, Indonesia untuk mempelajari hutan Mutis-Timau. Ilmuwan tersebut adalah Ani Adiwinata Nawir, Ia tertarik melihat masyarakat di sana yang memanfaatkan hutan sebagai mata pencaharian dengan tetap menjaga bentang alam hutan secara berkelanjutan.
Selama tinggal di sana, Ani terpesona dengan masyarakat Olin-Fobia dan tradisi tahunan mereka yaitu, memanen madu liar dari Cagar Alam Gunung Mutis. Ani menemukan bahwa tradisi mereka tidak hanya manis, namun juga contoh yang baik dari segi pengelolaan lanskap berbasis masyarakat. Dikembangkan menjadi produk perdagangan berkeadilan, dengan bantuan World Wildlife Fund di Indonesia, produk madu “Gunung Mutis ” telah sukses secara komersial di seluruh Indonesia dan memberikan penghasilan kepada masyarakat tanpa melibatkan penebangan pohon.
Cerita tentang masyarakat Olin-Fobia tidak hanya sampai di situ. Setelah berdiskusi dengan rekan-rekan dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), munculah sebuah gagasan: membuat buku dongeng anak-anak yang menceritakan kisah para pemburu madu.
“Kami mengamati adanya kesenjangan pengetahuan antara generasi tua dan muda,” kata Ani. “Kearifan lokal dan tradisi tidak selalu diturunkan. Kami berpikir bahwa sebuah buku akan membantu menjaga tradisi agar tetap hidup dan memotivasi anak muda untuk belajar lebih banyak tentang pelestarian hutan. ”
Ani menghubungi penulis buku dongeng anak-anak Indonesia, Johanna Ernawati, yang telah lama tertarik dengan tradisi dan asal-usul orang Indonesia yang tinggal di daerah terpencil di kepulauan, seperti Papua dan Timor. Ernawati setuju untuk menulis buku, Rahasia Pemburu Madu Mutis, yang baru-baru ini telah diterbitkan dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
“Ini adalah kesempatan besar bagi saya untuk membantu mendidik orang Indonesia mengenai asal-usul mereka, leluhur mereka dan keunikan budaya hutan Indonesia,” kata Ernawati.
Penulis melakukan penelitian ilmiah untuk membuat tulisan tersebut dan juga pergi ke Timor Barat untuk mengunjungi masyarakat Olin-Fobia dan mengumpulkan lebih banyak informasi serta inspirasi.
“Masyarakat Olin-Fobia sangat menarik. Mereka benar-benar anak alam. Mereka peduli kepada Ibu Pertiwi, hewan, hutan dan keluarga, ” katanya. “Mereka tahu bahwa hutan adalah sumber kehidupan bagi komunitas mereka, menyediakan air, obat-obatan, dan kemakmuran dari penjualan madu.”
Pengetahuan mereka tentang hutan di pelajari berdasarkan legenda dan cerita rakyat hutan Mutis yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Anak-anak diajarkan sejak usia dini tentang pentingnya hutan dan mengapa mereka perlu melestarikannya. Buku ini telah didistribusikan ke sekolah-sekolah dan instansi pemerintah yang ditugaskan untuk mendidik anak-anak tentang lingkungan, dengan harapan agar lebih banyak anak- anak yang memahami tentang pentingnya hutan dan pelestariannya.
MEMBALIK HALAMAN
Rahasia Pemburu Madu Mutis menceritakan kisah saudara kembar laki-laki dan perempuan dari Desa Bonleu di Lembah Mutis. Pada ulang tahun kedua belas mereka, ayah si kembar memberi mereka hadiah istimewa: mereka diizinkan untuk bergabung dengan orang dewasa di desa dan pergi berburu madu di hutan.
Pak Tobe, tetua desa, memimpin upacara tradisional Naketi untuk meminta maaf satu sama lain, karena pemburu madu harus berhati murni. Si kembar kemudian menjelajah ke hutan dan melakukan tradisi kuno panen madu. Pembaca mengalami petualangan melalui gambar warna-warni dan teks yang ceria, digambar berdasarkan penelitian Ani dan rekan-rekan ahli untuk mengajarkan tentang budaya masyarakat Olin-Fobia dan bentang alam tempat tinggal mereka.
“Kami memasukkan fakta-fakta tentang rumah adat, flora dan fauna, sejarah masyarakat setempat dan juga bagaimana madu dibuat,” kata Budhy Kristanty, seorang petugas komunikasi CIFOR yang membantu mengembangkan proyek tersebut. “Ini adalah cara kreatif untuk mendidik anak-anak.”
Tim tersebut berharap buku ini akan diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol dan Perancis, dan video animasi singkat dari buku dongeng Madu Mutis, juga telah diproduksi.
“Kami berharap organisasi lain akan terinspirasi oleh buku tersebut untuk melakukan proyek serupa,” kata Ani. “Di Indonesia, kami membutuhkan upaya lebih untuk mendidik generasi muda, karena mereka akan menjadi generasi mendatang yang akan melestarikan hutan yang tersisa.”
Ani mengatakan bahwa dia dan timnya telah menerima banyak permintaan dari berbagai institusi mengenai buku tersebut – juga tanggapan baik dari para pembacanya.
“Murid-murid kami paling banyak menikmati waktunya untuk bermain, namun hari ini saya mulai memutar video animasi, dan mereka semua berhenti bermain dan berkumpul untuk menonton,” kata seorang guru dari Madania School di kota Bogor, Jawa Barat.
“Kemudian semua anak-anak duduk, dan saya membacakan buku itu kepada mereka. Mereka semua sangat bersemangat dan ingin mendengarnya lagi dan lagi. ”
Buku ini diterbitkan sebagai bagian dari proyek penelitian Kanoppi, sebuah upaya gabungan antara Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Pusat Penelitian Pertanian Internasional Australia (ACIAR). Komponen proyek Kanoppi ini bertujuan untuk berkontribusi pada rekomendasi kebijakan yang meningkatkan keunggulan komparatif dari praktik manajemen kehutanan skala kecil.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org