Liputan Acara

Curah hujan dan hubungannya dengan vegetasi

Hubungan antara hutan dan air yang dikaji dalam Forum Bentang Alam Global
Bagikan
0
Clouds rise over peat forest and oil palm plantations along the Belayan River in East Kalimantan, Indonesia. The relationship between trees, water and climate became the focus of recent discussions at the Global Landscapes Forum in Bonn, Germany. CIFOR Photo/Nanang Sujana

Bacaan terkait

Hutan, pepohonan dan vegetasi bukan hanya bergantung pada curah hujan namun juga berperan penting dalam menciptakannya di tempat di mana itu berada maupun di lokasi lain, yang berperan sebagai kekuatan pendorong untuk peraturan iklim.

Ini adalah kesimpulan dalam forum diskusi yang belum lama ini berlangsung dalam Forum Bentang Alam Global (GLF) di Bonn, Jerman, dimana sebuah panel dari beragam pembicara berkumpul untuk mendiskusikan konsep dari ‘daur ulang curah hujan’.

Sebuah kajian artikel dipublikasikan di awal tahun lalu, berjudul Pepohonan, hutan dan air: Sudut pandang dingin untuk sebuah dunia yang panas, menunjukkan bahwa hutan, air dan interaksi energi menyediakan landasan untuk penyimpanan karbon, pendinginan permukaan daratan dan distribusi sumber daya air. Oleh karena itu, hutan dan pepohonan harus  diakui sebagai regulator penting dalam siklus air, energi dan karbon.

Menyusul keluarnya kajian penelitian, ditambah adanya dua hari simposium virtual subsekuen terkait topik tersebut, diskusi GLF tentang ‘Siklus Curah Hujan sebagai sebuah Fungsi Bentang Alam: Menghubungkan SDGs6, 13, dan 15’ menyerukan pergeseran paradigma – bergerak dari diskursus saat ini tentang hujan dan perubahan iklim yang berfokus pada sekuestrasi dan penyimpanan karbon.

Sesi berlangsung bukan hanya mengemukakan peran hutan dan pepohonan dalam siklus air, namun juga menunjukkan cara baru bagi hutan dan pengelolaan tanah untuk memengaruhi iklim lewat kontrol siklus air atmosfer, dan menghubungkannya dengan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) – khususnya, pada sanitasi dan air bersih, aksi iklim dan kehidupan di daratan.

   A discussion on Rainfall Recycling as a Landscape Function: Connecting SDGs 6, 13 and 15 drew a crowd at the Global Landscapes Forum in Bonn, Germany. CIFOR Photo/Pilar Valbuena Perez

APAKAH IMPLIKASINYA?

David Ellison, penulis utama dari kajian penelitian tersebut, memberikan contoh dari curah hujan di Cekungan Blue Nile yang asalnya dari hutan hujan di Afrika Barat – sebuah areal yang memperlihatkan peningkatan deforestasi yang cukup tinggi.

“Jika deforestasi berlanjut dalam laju yang sekarang, kita bisa kehilangan setara 25% curah hujan di dataran tinggi Ethiopia,” terangnya.

“Ekosistem  berbasis hutan menyediakan jasa ekosistem yang mampu memperluas dengan baik di atas kemampuan mereka memproduksi biomasa – sekuestrasi karbon – dan peran ini harus dijaga,” tambahnya, menandai bahwa skala siklus air juga hal yang penting.

Mempertimbangkan bahwa pepohonan dan hutan kerap dianggap pengonsumsi air, lewat proses yang disebut evapotranspirasi, Ellison mempertanyakan, ketika melihat efek siklus, ini harus disebut “konsumsi” atau “produksi” dari sumber daya air.

DAMPAK KEBIJAKAN YANG MUNGKIN TERJADI

Seiring dengan berkembangnya diskusi, para panelis mempertimbangkan implikasi dari sudut pandang tentang iklim, lahan dan kebijakan air beserta aksi-aksinya.

Peneliti senior CIFOR, Daniel Murdiyarso menjelaskan bahwa data terbaru yang menyatakan bahwa deforestasi melambat dan perkebunan meningkat, membuatnya mempertanyakan apa yang kemudian akan terjadi dengan air.

“Kita harus menemukan cara baru dalam tata kelola hutan,” lanjutnya. “Ini berimplikasi pada kebijakan dalam konteks hutan untuk air, atau hutan untuk iklim pada level daerah aliran sungai.”

“Ada banyak isu lokal, atau kebanyakan nasional,” terang Murdiyarso, menyatakan bahwa karbon dan agenda iklim biasanya global.

Meski ini bisa dilihat sebagai sebuah kontradiksi, dua sisi ini dapat juga saling melengkapi satu sama lain: “Dalam konteks SDGs, ini […] relevan secara global,” jelas Murdiyarso, yang sebelumnya menambahkan bahwa implementasi di lapanganlah yang penting.

   Water, trees and climate connected at a water reservoir in Brazil. CIFOR/Icaro Cooke Vieira

APA YANG BISA DAN SEHARUSNYA TERJADI BERIKUTNYA?

Ini sudah ditunjukkan selama forum bahwa kebanyakan dari penelitian yang didiskusikan telah lama diketahui, dan bahwa menjembatani pengetahuan ilmiah dan aplikasinya adalah faktanya sekarang dan menjadi kebutuhan yang paling mendesak.

Forum ini bertujuan untuk merancang agenda baru terkait air, daratan dan iklim untuk mempromosikan koordinasi sains-ke-tautan kebijakan, dari integrasi lintas kebijakan ke implementasi di lapangan dan untuk mendorong kepentingan bagi institusi dan dukungan donor pada topik tambahan lain.

Sebuah kajian ilmiah global yang mencari tahu tentang interaksi antara hutan dan air, sekarang tengah dilakukan oleh Panel Pakar Hutan Global (GFEP) tentang Hutan dan Air, diharapkan dapat disajikan pada pertengahan tahun ini. Ini dibuat untuk disampaikan dalam Forum Politik Tingkat Tinggi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan (HLPF), yang dijalankan dengan mengkaji implementasi SDGs.

Vincent Gitz, Director Program Penelitian CGIAR tentang Hutan, Pohon dan Wanatani (FTA), dalam penutup diskusi di Bonn menyatakan bahwa “Ini bukanlah semata sains baru, namun ini adalah sains yang disuling kembali.”

“Pertanyaan lain yang bisa kita tanyakan adalah, siapa bisa melakukan apa dengan pengetahuan ini?” lanjutnya, menunjuk pada pengoptimalan kontribusi hutan dan pohon pada regulasi siklus  air. “Kami tengah menunggu laporan GFEP untuk membantu kami memahami bagaimana institusi yang berbeda dapat memulai semua sains ini, dan sekaligus semua percabangannya.”

Gitz menambahkan setelah sesi yang menitikberatkan pada peran sains dan penelitian untuk menyiapkan “peringatan dini” dalam temuan awal – dikarenakan ancaman baru atau kesempatan baru – penelitian dapat memberi informasi bagi kebijakan maupun implementasinya.

Diharapkan bahwa temuan dan diskusi mampu membuka jalan maju ke pendekatan yang lebih terintegrasi bagi lahan, air, dan iklim untuk SDGs; sehingga sejalan dengan kemajuannya, bagian dari penelitian ini akan terus berkembang.

   FTA Director Vincent Gitz, far left, addresses the discussion panel at the Global Landscapes Forum. CIFOR Photo/Pilar Valbuena Perez
Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Vincent Gitz di v.gitz@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Restorasi Perubahan Iklim Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Lebih lanjut Restorasi or Perubahan Iklim or Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Lihat semua